Pemerintah meyakini, hingga akhir tahun 2021, inflasi dan inflasi inti akan berada dalam kisaran target, yakni 3 persen plus minus 1 persen, meskipun terjadi deflasi pada September.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meyakini, hingga akhir tahun 2021, inflasi dan inflasi inti akan berada dalam kisaran target, yakni 3 persen plus minus 1 persen, meskipun terjadi deflasi pada September. Pergerakan inflasi akan ditopang oleh pemulihan aktivitas konsumsi masyarakat serta perbaikan dari sisi produksi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menilai, meski pergerakan harga barang pada September 2021 mengalami deflasi secara bulanan, pemerintah tetap yakin hingga akhir tahun inflasi akan sesuai target. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, laju inflasi dipatok di angka 3 persen.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi September 2021 tercatat sebesar 1,6 persen secara tahunan. Angka ini meningkat tipis dari tingkat inflasi Agustus 2020 sebesar 1,59 persen.
Adapun secara bulanan, pergerakan harga pada September 2021 mencatatkan deflasi sebesar 0,04 persen. Posisinya berubah dibandingkan dengan Agustus 2021 yang mengalami inflasi 0,03 persen.
Inflasi secara tahunan pada September 2021 mencerminkan adanya peningkatan laju pemulihan aktivitas konsumsi. Kondisi ini tecermin dari naiknya inflasi pada kelompok barang yang harganya diatur pemerintah. (Febrio Kacaribu)
Menurut Febrio, inflasi secara tahunan pada September 2021 mencerminkan adanya peningkatan laju pemulihan aktivitas konsumsi. Kondisi ini tecermin dari naiknya inflasi pada kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price).
”Jadi, meskipun secara bulanan terjadi deflasi, komponen inflasi masih relatif terjaga dengan baik. Ini terlihat dari inflasi inti yang masih bergerak stabil serta komponen volatile food yang menurun seiring dengan masa panen,” ujarnya, Selasa (5/10/2021).
Inflasi inti menggambarkan harga saat masyarakat melakukan aktivitas konsumsi sehari-hari, seperti membeli pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Inflasi inti pada September 2021 tercatat sebesar 0,13 persen secara bulanan. Adapun secara tahunan, inflasi inti pada September 2021 tercatat 1,3 persen.
Sejumlah komponen inflasi yang mulai meningkat di antaranya sandang, penyediaan makanan dan minuman atau restoran, rekreasi, perlengkapan rutin rumah tangga, serta transportasi.
Komponen-komponen tersebut, lanjut Febrio, merupakan jenis barang dan jasa yang tingkat konsumsinya sempat tertahan pada masa puncak penyebaran Covid-19 varian delta.
”Perbaikan yang cepat, baik di sisi produksi maupun konsumsi, adalah penanda bahwa pemerintah harus terus mempertahankan kerja kerasnya terkait penanganan Covid-19 agar kasus terus terkendali. Ini harus diperkuat dengan akselerasi vaksinasi,” ujar Febrio.
Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana memperkirakan tingkat inflasi akhir 2021 sebesar 2,4 persen. Adapun tingkat inflasi inti pada periode tersebut sebesar 1,37 persen secara tahunan. Pergerakan inflasi tersebut didorong naiknya aktivitas perekonomian sejalan dengan pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat.
”Inflasi inti secara bulanan diperkirakan relatif stabil karena harga emas dan biaya transportasi yang cenderung menurun, sementara indikator permintaan meningkat seiring dengan relaksasi mobilitas,” katanya.
Wisnu menambahkan, pemulihan ekonomi pada triwulan IV-2021 yang diperkirakan akan lebih kuat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya akan mendorong tingkat inflasi serta inflasi inti yang lebih tinggi menjelang akhir tahun.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan harga pangan bergejolak pada September 2021 yang memicu deflasi bulanan didorong oleh penurunan harga telur ayam ras dan komoditas hortikultura seiring terjaganya pasokan pada masa panen.
Pergerakan deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global. Secara tahunan, inflasi kelompok makanan bergejolak tercatat sebesar 3,51 persen secara tahunan, lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,80 persen tahunan.
Komoditas pangan bergejolak lain yang masih mengalami inflasi bulanan di antaranya daging ayam ras dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,03 persen serta sawi hijau dan rokok keretek filter masing-masing sebesar 0,01 persen. BI memproyeksikan inflasi di sepanjang 2021 berada pada sasaran 2-4 persen.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, berpendapat, kondisi inflasi inti belum kembali ke kondisi sebelum terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19 pada pertengahan tahun ini karena terdapat sejumlah kelompok masyarakat dengan keterbatasan daya beli.
”Terdapat kelompok masyarakat yang bergantung pada bantuan yang diberikan pemerintah. Beberapa bantuan sudah mulai tidak disalurkan, seperti bantuan sosial tunai,” kata Yusuf.