Terimpit, Peternak di Kendal Kurangi Populasi Unggas
Bantuan jagung yang diberikan pemerintah membantu, tetapi tak menyelesaikan masalah dalam jangka panjang. Perlu ada solusi lebih lanjut agar persoalan tak lagi terulang
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KENDAL, KOMPAS — Sebagian besar peternak unggas di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mengurangi populasi hingga 30 persen akibat jatuhnya harga telur dan tingginya harga pakan. Mereka menanti langkah konkret pemerintah dalam menyikapi situasi ini.
Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Kendal, Suwardi, dihubungi dari Semarang, Jumat (1/10/2021), mengatakan, total ada 967 peternak dengan total populasi unggas 12,1 juta. Sementara produksi telur sekitar 400 ton per hari.
Situasi yang tak menentu akibat jatuhnya harga telur dan tingginya harga pakan, sejak April 2021, berdampak pada kelangsungan produksi. Kami benar-benar terimpit. Sebagian besar peternak mau tidak mau mengurangi populasi hingga 30 persen,” ujar Suwardi.
Suwardi menuturkan, harga telur di kandang masih berkisar Rp 15.000-Rp 16.000 per kilogram (kg). Padahal, peternak berharap minimal sesuai ongkos produksi, yakni Rp 20.000 per kg.
Adapun harga jagung berkisar Rp 6.400-Rp 6.800 per kg. Mereka berharap harga jagung wajar, Rp 4.500 per kg. Begitu juga harga jagung pakan pabrikan yang diharapkan turun. Pemerintah juga diharapkan menyerap telur, seperti untuk program pengendalian stunting atau untuk bantuan sosial.
Kami benar-benar terimpit. Sebagian besar peternak mau tidak mau mengurangi populasi hingga 30 persen,
Ia juga meminta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi diterapkan. Pada peraturan itu disebutkan, antara lain, maksimal 2 persen produksi DOC FS (day old chicken final stock) dari integrator dan pembibit FS dialokasikan untuk kepentingan sendiri dan/atau peternak mitra.
Namun, lanjut Suwardi, kenyataannya, budidaya oleh integrator terus menjamur. ”Di mana-mana integrator menguasai. Dari hulu sampai dengan hilir, sedangkan kami terjepit,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, kenaikan harga komoditas biasanya disebabkan dua hal. Jika bukan karena harga komoditas internasional yang sedang naik, berarti karena jumlah pasokannya berkurang dan permintaannya tetap. (Kompas, 1/10)
Adapun pada Rabu (29/9/2021), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo justru mengatakan stok jagung dalam negeri aman. Pemerintah bahkan menyebut ada kelebihan stok atau surplus 2,85 juta ton jagung pada akhir 2021. Terkait jeritan peternak ayam, Kementerian Pertanian berencana mendekatkan sentra produksi jagung dan peternak agar distribusi pakan lebih lancar.
Isu impor
Kepala Dinas Pertanian Grobogan Sunanto mengemukakan, pada produksi jagung di Grobogan sepanjang 2021 diperkirakan 783.700 ton atau meningkat dari 2020 sekitar 772.000 ton. Menurut dia, panen jagung mundur dari perkiraan September 2021 menjadi Oktober 2021.
Menurut dia, harga sempat tinggi di penjual karena adanya isu impor jagung. ”Harga banyak dipengaruhi supply and demand. Kemarin, saat ada isu impor, bakul langsung memainkan harga. Adapun puncak panen raya diperkirakan pertengahan Oktober 2021,” kata Sunanto.
Di sisi lain, petani jagung sendiri tak lama merasakan kenaikan harga. Setelah ramai demonstrasi keluhan para peternak karena tingginya harga jagung langsung jatuh dalam seminggu. ”Sempat Rp 4.200 per kg, lalu menjadi Rp 3.500 per kg. Kami berharap bisa stabil setidaknya Rp 4.000 per kg,” kata Ketua Kelompok Tani Sarwo Slamet, Desa Kalisari, Kradenan, Grobogan, Sriyanto (52).
Sunanto menuturkan, 18 dari 19 kecamatan di Grobogan ditanami jagung. Adapun jagung dari Grobogan diserap oleh lima pabrik pakan ternak dengan rincian empat di Grobogan dan satu di Semarang. Sebagai sentra jagung di Jateng, ia memperkirakan harga jagung tak akan turun drastis saat puncak panen raya pertengahan Oktober nanti.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019, luas panen jagung di Grobogan, yang merupakan sentra utama di Jateng, sebesar 116.498 hektar dengan produksi 737.183 ton. Angka produksi tersebut 21,3 persen dari total produksi jagung di Jateng (35 kabupaten/kota) yang 3,5 juta ton.