Pemerintah Kembali Ingatkan Perangkat IoT Wajib Sertifikasi Kemkominfo
Wajib sertifikasi perangkat telekomunikasi bagi benda yang terhubung internet atau ”Internet of Things” kembali diserukan oleh pemerintah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengimbau agar semua benda yang terhubung dengan internet atau internet of things (IoT) yang akan dipasarkan di Indonesia wajib mengantongi sertifikasi perangkat telekomunikasi. Sertifikasi ini bertujuan untuk menjamin keterhubungan dengan jaringan telekomunikasi hingga isu keamanan siber untuk masyarakat.
IoT merupakan segala perangkat elektronik yang terhubung dengan internet. Pemakaian IoT menyasar kepada segmen bisnis ke bisnis (B to B) dan bisnis ke konsumen (B to C).
Laporan riset firma analis industri Frost & Sullivan(2021) menyebutkan, nilai pasar IoT di Asia Pasifik diperkirakan mencapai 96,9 miliar dollar AS pada akhir 2020. Dengan perkiraan tingkat pertumbuhan tahunan 28,52 persen, maka nilai pasar IoT di Asia Pasifik tahun 2026 mencapai 436,8 miliar dollar AS. Sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan investasi infrastruktur jaringan 4G/5G, pengurangan biaya sensor yang disematkan pada IoT, dan dukungan pemerintah.
Setiap tahunnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menerima rata-rata 7.000 pengajuan sertifikasi perangkat telekomunikasi yang di antaranya berupa IoT. Koordinator Sertifikasi dan Data Perangkat Pos, Telekomunikasi, dan Informatika Kemkominfo Wahyu Adi Dana Prasodjo mengatakan, pengajuan sertifikasi IoT menunjukkan tren kenaikan setiap tahun. Dia menduga, salah satu faktor yang memengaruhi adalah masyarakat semakin terbiasa dengan internet.
Laporan riset firma analis industri Frost & Sullivan(2021) menyebutkan, nilai pasar IoT di Asia Pasifik diperkirakan mencapai 96,9 miliar dollar AS pada akhir 2020.
Wajib sertifikasi perangkat telekomunikasi untuk IoT dibebankan kepada pemilik/pemegang hak kekayaan intelektual, pabrik manufaktur, dan distributor IoT. Dengan demikian, pemilik/pemegang hak kekayaan intelektual IoT dari luar negeri yang menginginkan produknya bisa dipasarkan di Indonesia harus patuh terhadap regulasi Indonesia. Misalnya, pemilik/pemegang hak kekayaan intelektual menunjuk distributor di Indonesia untuk mengurus sertifikasi.
”Sebelum diedarkan ke pasaran, temuan IoT bersangkutan wajib disertifikasi. Kebijakan ini sebenarnya jika ditelaah lebih jauh, akan memicu inovasi IoT dari dalam negeri,” kata Wahyu di sela-sela webinar ”Public Expose IoT Creation 2021”, Kamis (30/9/2021), di Jakarta.
Segmen perusahaan
Sebelum mengantongi sertifikasi, inovasi IoT apa pun harus melalui tahap uji di laboratorium pengujian perangkat telekomunikasi yang sudah ditunjuk Kemkominfo. Saat ini terdapat 10 laboratorium yang salah satunya dimiliki PT Hartono Istana Teknologi (Polytron).
Associate General Manager Business Development Polytron Joegianto mengatakan, kecepatan terbitnya sertifikat biasanya bisa tuntas dalam sehari asalkan semua dokumen administrasi dan hasil uji lengkap. Dia pun sependapat bahwa nilai pasar IoT semakin bertumbuh. Apalagi, saat ini segmen pelaku industri dan pemerintah kota cerdas juga mulai aktif memanfaatkan.
Wajib sertifikasi perangkat telekomunikasi untuk IoT dibebankan kepada pemilik/pemegang hak kekayaan intelektual, pabrik manufaktur, dan distributor IoT.
”Cara kerja IoT mengandalkan spektrum frekuensi. Meski produsen IoT tidak bayar, spektrum frekuensi yang diperuntukkan agar IoT bisa berjalan tetaplah sumber daya alam yang terbatas. Itulah sebabnya sertifikasi penting,” ucap Joegianto.
Ketua Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) Teguh Prasetya menambahkan, penetrasi perangkat IoT terpasang di Indonesia diperkirakan sudah mencapai jutaan. Pada tahun 2025, diperkirakan terdapat 678 juta perangkat IoT. Pelaku bisnis perangkat IoT pun semakin berkembang, bukan hanya operator telekomunikasi ataupun perusahaan gawai skala besar. Satuan pendidikan menengah, tinggi, dan usaha rintisan/UMKM kreatif turut menciptakan temuan-temuan baru IoT.
”Seiring dengan tren kenaikan bisnis IoT, kami menganggap kualitas sumber daya manusia di Tanah Air juga perlu diperbaiki agar lebih berdaya saing. IoT yang masuk pasar Indonesia dapat berasal dari luar negeri asalkan patuh sertifikasi perangkat di Kemkominfo. Produksinya pun bisa menunjuk manufaktur dalam negeri,” ujar Teguh.