Konsumen Asia Tenggara Suka Menelusuri, tapi Belum Tentu Membeli
Konsumen layanan digital di Asia Tenggara kerap tidak tahu apa yang mereka inginkan. Bukan hanya bagaimana menggaet orang menemukan barang, pemilik merek perlu memakai teknologi untuk mengetahui di mana konsumen berada.
Oleh
Mediana
Ā·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Kesibukan pekerja di warehouse Lazada di kawasan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (12/11/2019).
JAKARTA, KOMPAS ā Konsumen layanan digital di Asia Tenggara merupakan konsumen yang menemukan produk baru melalui inspirasi dan pengaruh internet. Keputusan mereka untuk lanjut berbelanja atau tidak sebagian besar dipengaruhi oleh hal-hal yang mereka temui saat menjelajah internet dan berinteraksi secara luring.
Laporan riset Facebook Inc bersama Bain and Company bertajuk āSoutheast Asia, The Home for Digital Transformationā(Agustus 2021) menyebut konsumen layanan digital seperti itu dengan istilah discovery generation. Riset ini menyurvei 16.706 konsumen layanan digital dari berbagai kelompok usia, tingkat pendapatan, dan jenis kelamin di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Mereka yang disurvei telah membeli barang atau jasa secara daring minimal dua kategori dalam tiga bulan terakhir. Survei berlangsung selama Juni 2021.
Sebanyak 65 persen dari total responden tidak tahu apa yang mereka inginkan atau di mana harus membeli ketika mereka hendak berbelanja secara daring. Sebanyak 70 persen atau lebih responden mengatakan tidak tahu apa yang mereka inginkan saat menelusuri kategori barang elektronik, peralatan rumah tangga, pakaian dan alas kaki, perabot, serta mainan.
Sebaliknya, kategori produk seperti perawatan bayi, bahan makanan, kecantikan dan kosmetik, serta perawatan pribadi cenderung merupakan pembelian yang lebih terencana. Sebab, setengah dari responden sudah memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang mereka inginkan dan di mana mendapatkannya.
Proses menelusuri barang, membandingkan, sampai memeriksa ulasan sebagian besar dilakukan oleh konsumen layanan digital melalui media sosial, lalu lokapasar (marketplace), serta laman dan video milik jenama.
Riset GlobalWebIndex Core terhadap 3.919 pengguna internet di Asia Tenggara berusia 16-64 tahun pada April 2021 menunjukkan, responden tiga kali lebih banyak memilih video di media sosial sebagai saluran teratas untuk menelusuri produk.
Saat tiba waktunya untuk membeli, 56 persen konsumen mengutip platform daring, seperti lokapasar, laman toko milik merek, dan media sosial, sebagai tiga saluran teratas. Sebanyak 44 persen sisanya membeli melalui saluran luring.
āMarketing (strategi pemasaran) sekarang bukan hanya menggaet orang menemukan barang di internet. Pemilik merek harus memakai teknologi pemasaran digital yang membuat mereka tahu di mana konsumen mereka berada,ā ujar Vice President Brand Management Facebook Inc Tom Brown di sela-sela Facebook Summit 2021 di Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Sejalan dengan fenomena discovery generation atau discovery commerce, Tom menyebutkan, Facebook Inc memiliki solusi periklanan yang berpijak pada empat pilar. Pilar pertama adalah teknologi personalisasi, lalu kedua, tampilan di seluruh feeds/tampilan pencarian di aplikasi media sosial dibuat menarik sehingga orang betah menjelajah. Pilar ketiga adalah percakapan perbelanjaan dan keempat berbagai alat pengukuran yang memudahkan mengukur tingkat pembelian.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Media sosial yang dijalankan sebagai usaha penjualan usaha konfeksi kostum olahraga Zenith Apparel di Loji, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021). Program pemerintah akan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) diharapkan semakin memajukan usaha-usaha lokal, termasuk usaha konfeksi yang banyak tersebar di negeri ini.
Percakapan
Product Development and Marketing Director Business Messaging Facebook Inc Angkur Prasad mengatakan, setelah penjelajahan penelusuran barang atau jasa, konsumen layanan digital suka berinteraksi. Mereka menginginkan kondisi yang memungkinkan bisa bercakap-cakap dengan toko atau pemilik merek.
Dari data Facebook Inc ditemukan, 47 persen percakapan yang terjadi, terutama melalui aplikasi pesan instan, berakhir dengan keputusan pembelian. Di Thailand, empat dari lima konsumen menggunakan aplikasi itu agar bisa dekat dengan jenama.
Secara global, lebih dari 175 juta orang mengirim pesan ke akun Whatsapp Business setiap hari di seluruh dunia. Dalam setahun terakhir, Facebook Inc mencatat total percakapan sehari-hari dari orang dan bisnis di Messenger dan Instagram tumbuh lebih dari 40 persen.
Pemilik Super Roti Semarang, Ismi Yati, yang ikut hadir sebagai pembicara di Facebook Summit 2021, menceritakan bahwa dirinya merupakan generasi X. Bisnis yang dijalankan memakai bahan utama bekatul. Dia memiliki 18 karyawan yang 40 persen di antaranya adalah perempuan.
Sejak 2016, dia mengaku telah memakai aplikasi milik Grup Facebook, tetapi tidak terlalu aktif. Delapan puluh persen penjualan roti dan kue berasal dari saluran fisik, seperti kemitraan dengan rumah sakit. Ini terjadi sampai sebelum pandemi Covid-19.
āKetika pembatasan sosial dimulai pasca-pengumuman pandemi, penjualan saya turun 50 persen. Sejak itu, saya memutuskan untuk memakai aneka aplikasi yang Facebook tawarkan, mulai dari promo, percakapan bisnis, hingga beriklan,ā ujarnya.
Ismi menyadari bahwa perilaku konsumen layanan digital susah ditebak. Dia menduga karena mereka cenderung suka menjelajah. Dari sanalah, dia merasa harus belajar lebih giat untuk mengotak-atik fitur-fitur pemasaran dan periklanan digital di media sosial. Kalaupun harus beriklan di media sosial, dia lakukan agar bisa mempelajari pola perilaku konsumen. Dia menyebut biayanya murah.
Keunikan material roti dan kue yang dipakai mengantar Ismi tak berlama-lama bangkit dari penurunan penjualan. Konsumen layanan digital menemukan Super Roti Semarang di internet, lalu mengajaknya bercakap-cakap melalui direct messaging di media sosial atau aplikasi pesan instan.
āSebanyak 40 persen penjualan daring bersumber dari aplikasi pesan instan. Tingkat konversi penjualan melalui percakapan di aplikasi pesan instan atau conversational commerce mencapai 100 persen,ā ujar dia.
Ismi menambahkan, bagi pelaku UMKM seperti dirinya yang ingin terjun ke penjualan daring harus punya keunikan nilai barang. Sebab, hal itu akan jadi pijakan pertama yang membedakan dengan UMKM lain. Setelah itu, mereka harus berkutat menghadapi perilaku konsumen dengan berani mencoba aneka perangkat pemasaran digital agar memenangkan persaingan.