Pembenahan Sistem Logistik Perkotaan Perlu Lebih Adaptif
Perkembangan kebutuhan layanan logistik mendorong bangkitnya sektor angkutan logistik, terutama di masa pandemi Covid-19. Pembenahan sistem logistik mendesak untuk dilakukan, terutama di wilayah Jabodetabek.
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan kebutuhan layanan logistik mendorong bangkitnya sektor angkutan logistik, terutama di masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung tuntas. Tantangan terbesar yang harus dihadapi saat ini adalah pembenahan sistem logistik di daerah perkotaan yang perlu semakin adaptif dengan kebutuhan masyarakatnya.
Industri logistik selalu selangkah lebih maju. Pola masyarakat mengalami perubahan. Belanja e-dagang menjadi tren yang harus direspons dengan cepat oleh industri logistik. Aktivitas logistik perkotaan juga dapat memicu dampak negatif pada kualitas kota jika tidak terkelola dengan baik. Antisipasi dan respons yang lebih sigap diperlukan oleh para pengambil kebijakan.
Pembenahan sistem logistik itu mengemuka dalam webinar bertema ”Membangun Logistik Perkotaan Berkelanjutan di Jabodetabek” yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Selasa (28/9/2021).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan, ”Kontribusi kendaraan pengangkut barang terhadap kerusakan jalan tidak bisa diabaikan dan patut selalu menjadi perhatian. Jangan sampai angkutan logistik perkotaan menjadi permasalahan yang berlarut-larut karena tidak kunjung diatur dan dibenahi.”
Target penurunan biaya logistik di Indonesia perlu terus diupayakan. Sistem logistik perkotaan perlu lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan lebih ramah lingkungan. Seluruh pemangku kepentingan terkait perlu berkolaborasi menciptakan sistem logistik perkotaan yang lebih baik.
Target penurunan biaya logistik di Indonesia perlu terus diupayakan. Sistem logistik perkotaan perlu lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan lebih ramah lingkungan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sejumlah permasalahan sistem logistik di Indonesia saat ini, antara lain, biaya logistik tahun 2020 di Indonesia masih menjadi yang termahal di kawasan ASEAN, yaitu mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dari persentase tersebut, kontribusi transportasi darat mencapai 8,5 persen.
”Memang, kalau kita melihat Indonesia dibandingkan Singapura, tentunya sangat berlainan. Indonesia sangat besar wilayahnya dibandingkan Singapura. Ada angkutan-angkutan antarpulau yang membuat faktor ini perlu diklarifikasi dalam perhitungan logistiknya,” tutur Budi.
Pertumbuhan layanan logistik dan kendaraan barang di daerah perkotaan turut memperburuk kondisi jalan dan menciptakan kemacetan lalu lintas. Angkutan ini pun berkontribusi pada kerusakan lingkungan perkotaan secara keseluruhan.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jalan (BPTJ) Polana B Pramesti mencontohkan, beban Jabodetabek semakin besar. Hal ini, antara lain, karena kebutuhan logistik yang mencakup transportasi barang di perkotaan meningkat.
Kondisi ini memengaruhi kualitas hidup. Berdasarkan studi European Commission mengenai angkutan barang perkotaan, lalu lintas kendaraan angkutan barang mempresentasikan 8-15 persen dari total arus lalu lintas.
Hingga saat ini, Jabodetabek masih harus bergelut dengan isu kemacetan, terutama disebabkan oleh kendaraan penumpang. Namun, kendaraan pengangkut barang turut memberi andil pada kemacetan. Sesuai kajian Alliance for Logistics Innovation through Collaboration in Europe (ALICE), angkutan barang di perkotaan menghasilkan emisi yang mencapai 25 persen CO2 dan 30-50 persen NOx serta sejumlah partikel penyerta lain.
Selain itu, kontribusi angkutan barang terhadap memburuknya lingkungan perkotaan juga semakin nyata. Kebisingan atau polusi suara di perkotaan menjadi salah satu produk sampingan dari angkutan barang yang patut mendapat perhatian. Isu angkutan logistik lainnya adalah pelanggaran dimensi dan kapasitas kendaraan angkutan barang (ODOL).
”Dari berbagai isu itu, Jabodetabek memiliki masalah logistik yang kompleks,” ucap Polana.
Saptandri Widiyanto, Plt Direktur Angkutan BPTJ, menjelaskan, berdasarkan Transparency Market Research, total valuasi logistik global diperkirakan mencapai 15,5 triliun dollar AAS pada tahun 2023. Laju pertumbuhannya pada 2016-2024 diperkirakan mencapai 7,5 persen. Ini menggambarkan logistik secara global sangat dipengaruhi tiga komponen utama, yakni regulasi sebagai dasar operasional, infrastruktur dalam rangka menunjang kelancaran angkutan logistik, dan juga informasi teknologi.
Menurut Saptandri, untuk wilayah geografis Asia Pasifik, tentu ini sangat berpeluang besar dan menjadi pemain utama, terutama karena adanya kontribusi positif dari China, India, Singapura, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan. Itulah gambaran global logistik di dunia.
”Tentunya, bicara logistik tidak dapat dilepaskan dari quality, cost, dan delivery. Sebab, dalam orientasi ini, peran transportasi dan proses rantai pasoknya sangat penting sehingga dari pengiriman (barang) sampai diterima konsumen sesuai dengan kondisi riil. Tentu, perlu reduksi dan efisiensi serta ketepatan waktu yang memperhatikan aspek keselamatan transportasi, keamanan, pelayanan, dan proteksi,” tutur Saptandri.
Direktur Sarana Perhubungan Darat Risal Wasal mencontohkan sejumlah isu penting terkait logistik di Jabodetabek, khususnya di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Sebesar 80 persen aktivitas angkutan logistik menggunakan moda transportasi darat (truk). Sementara peningkatan ekspor berasal dari wilayah Bekasi, Cikarang, Karawang, dan Cikampek yang lebih kurang memiliki 22 kawasan industri.
Selain itu, ada delapan kawasan industri yang berdekatan sehingga vendor-vendor yang menyuplai barang tidak perlu melalui jalan tol. Adapun hambatan-hambatan utama terkait ekspor dari kawasan industri menuju Pelabuhan Tanjung Priok yang perlu segera diselesaikan adalah konektivitas antarkawasan industri (jalan penghubung), optimalisasi manajemen wilayah pelabuhan, dan pengaturan lalu lintas.
Baca juga : Peningkatan ekspor dibayangi lonjakan biaya logistik
Menurut Risal, ke depan, kawasan industri ini akan berkembang untuk mulai mengalihkan kegiatan ekspornya tidak hanya ke Pelabuhan Tanjung Priok, tetapi melalui Pelabuhan Patimban yang jaraknya lebih signifikan.
”Tantangan yang terjadi di kawasan industri saat ini adalah lalu lintas yang tak terintegrasi. Ada saja kawasan industri yang menghadapi persoalan konektivitas lalu lintasnya, antara lain adanya jembatan yang masih ’dikuasai’ rumah buruh sehingga truk tidak bisa melintasi jalan tersebut. Lalu lintas kawasan industri semacam inilah yang perlu dibenahi,” ucap Risal.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Perkeretaapian Danto Restyawan menuturkan, moda transportasi kereta api jauh lebih aman dibandingkan moda transportasi darat lainnya. Tentunya, alih teknologi perlu didorong dengan peran industri dalam pengembangan kereta api dalam negeri. PT INKA sudah didorong untuk menyejajarkan teknologinya dengan negara lain.
Moda transportasi kereta api jauh lebih aman dibandingkan moda transportasi darat lainnya. Tentunya, alih teknologi perlu didorong dengan peran industri dalam pengembangan kereta api dalam negeri.
Danto mencontohkan, kereta api batubara di Sumatera Selatan laris karena adanya kebijakan bahwa truk tidak boleh masuk wilayah Sumatera Selatan. Akibatnya, semua angkutan batubara menggunakan angkutan kereta api sehingga kereta api menjadi primadona. Namun, kereta api akan menguntungkan secara ekonomi jika jarak tempuhnya mencapai 200 kilometer.
Danto menegaskan, ”Terkait investasi, pemerintah saat ini tidak cukup uang untuk pembangunan kereta api.”
Oleh karena itu, pembangunan kereta api harus dibantu swasta dalam bentuk kerja badan usaha atau kerja sama pemerintah dan swasta. Contohnya, di Makassar-Parepare, Sulawesi Selatan, ada dua pendanaan pembangunan kereta api, yakni dari APBN dan swasta.
Angkutan kereta api memang memiliki keunggulan. Di Sumatera Selatan, satu rangkaian mencapai 60 gerbong. Jika panjang satu gerbong rata-rata 20 meter, berarti jaraknya 1,2 kilometer. Bisa mengangkut jauh lebih besar dan waktu tempuhnya pasti tepat. Keamanannya pun jauh lebih baik, terutama sewaktu mengangkut bahan bakar minyak. Efisiensi bahan bakar pun pasti lebih murah dengan kereta api dan gas buangnya tentu sangat minim.
Namun, kelemahannya, kereta api hanya menempuh jalur dari satu titik ke titik tertentu. Tidak fleksibel, handling pun hanya terjadi di Pelabuhan Cilacap yang bisa masuk kereta api di Indonesia. Total waktu angkut jauh lebih besar.