Pulau Sumatera menjadi masa depan sasaran pembangunan kereta api Indonesia. Jalur yang belum tersambung mencapai 1.120 kilometer. Namun, pengembangannya menghadapi dilema, terutama terkait pilihan teknologi yang tepat.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pulau Sumatera dinilai menjadi masa depan sasaran pembangunan kereta api Indonesia karena potensinya. Namun, hingga kini sejumlah wilayah di Sumatera belum tersambung jaringan kereta. Di sisi lain, ada dilema terkait pilihan teknologi yang tepat.
Menurut Ketua Program Studi Rekayasa Infrastruktur dan Lingkungan Kekhasan Perkeretaapian ITL Trisakti Soemino Eko Saputro, Sumatera merupakan pulau masa depan Indonesia. ”Sebab, potensinya luar biasa,” ujarnya dalam webinar ”Meningkatkan Pemahaman Pengetahuan Teknis Kereta Api” yang diselenggarakan Perkumpulan Pensiunan Kereta Api (Perpenka) di Jakarta, Jumat (24/9/2021).
Saat ini, total panjang jalur kereta api yang terbangun di Sumatera mencapai sekitar 1.309 kilometer dengan total investasi Rp 64 triliun. Padahal, total jarak dari Kota Raja di barat hingga Bakauheuni di timur Pulau Sumatera mencapai 2.429 kilometer.
Dengan demikian, jalur kereta yang belum tersambung mencapai sepanjang 1.120 kilometer. Menurut Soemino, potensinya luar biasa, tetapi secara infrastruktur belum tersambung sehingga pemerintah membuat program Trans-Sumatera.
Di sisi lain, transformasi kereta api di Indonesia menghadapi tantangan untuk menjadikan moda ini lebih besar dan cepat. Artinya, kereta mampu mengangkut kapasitas yang lebih besar sekaligus memiliki kecepatan tinggi dan bisa menurunkan waktu tempuh perjalanan.
Selain itu, kereta juga harus affordable atau tarif terjangkau oleh masyarakat dan bisa menyediakan kereta yang nyaman. Secara filosofis transformasi, kereta masa depan adalah memiliki lebar jalur (track gauge) berstandar internasional.
”Kalau kita ingin menciptakan kecepatan tinggi dan kapasitas besar, tentunya kita harus berbicara trek kereta yang akan digunakan. Tentunya, prasarana yang digunakan harus dijadikan pilihan utama,” ujar Soemino.
Soemino mencermati ketepatan teknologi kereta api yang diperlukan di Sumatera. Pemerintah sudah mengambil keputusan untuk menggunakan narrow gauge atau trek sempit 1067. Jika ingin disandingkan dengan keinginan kereta api masa depan, keseimbangan ini perlu diperhatikan secara tepat.
”Permasalahannya, kita sudah mempunyai gauge 1067 dengan panjang 1.309 kilometer. Artinya, panjang rel ini mencapai 53 persen dari total panjangnya. Sisanya, 47 persen atau 1.120 kilometer. Kalau kita ingin mewujudkan impian kereta api masa depan dengan kecepatan tinggi, tentunya tidak mungkin bisa menggunakan gauge 1067, melainkan menggunakan gauge 1435,” jelas Soemino.
Menurut Soemino, masalah berikutnya yang muncul adalah perbedaan penggunaan gauge. Di satu sisi, trek sudah menggunakan ukuran 1067 sebesar 53 persen, sedangkan di sisi lain, lintasan yang belum terbangun sebesar 47 persen harus dibangun dengan teknologi masa depan.
Solusinya, menurut Soemino, adalah pemindahan penumpang atau pilihan lainnya, penggantian bogie kereta. Tentu, ini akan memakan waktu lama. Solusi lain yang dibutuhkan adalah membenahi pengaturan trek.
Berdasarkan referensi yang berkembang di luar negeri, Jepang sudah membuat percobaan di Railway Technical Research Institute di Koku Guci. Sejak generasi pertama hingga ketiga sudah dilakukan uji coba. Dari setiap generasi, tingkat kecepatan diperoleh secara bervariasi dengan jarak tempuh yang berbeda-beda. ”Artinya, perubahan gauge bukanlah sesuatu yang mustahil. Teknologi saat ini bisa diterapkan,” ujar Soemino.
Masjraul Hidayat, Direktur Personalia dan Umum PT KAI (2002-2005), lebih menyoroti kebutuhan rasa aman di balik pengembangan teknologi perkeretaapian masa depan. Salah satu cermin pengembangan rasa aman itu diperoleh dari pengalaman studi JR East, perusahaan penyedia jasa perkeretaapian penumpang berbasis listrik.
”Untuk mencapai peningkatan level pengamanan, pertama-tama, setiap karyawan harus mengambil semua tindakan keamanan dengan tepat dan terukur,” ujar Masjraul.
Keselamatan adalah misi terpenting dalam transportasi.
Dalam prinsipnya, kata Masjraul, JR East menetapkan bahwa keselamatan adalah misi terpenting dalam transportasi. Untuk itu, mereka memastikan keselamatan didasarkan pada kepatuhan yang tepat terhadap aturan dan prosedur. Itu dicapai melalui latihan terus-menerus.
Kemudian, penegakan konfirmasi dan komunikasi yang lengkap itu paling penting dalam memastikan keselamatan. Untuk memastikan keselamatan, semua karyawan juga harus bekerjasama dan tidak terbatas pada tanggung jawab resmi.
Prinsip lainnya, lanjut Masjraul, ketika harus memilih di antara beberapa pilihan, harus tetap tenang, berpikir jernih, dan mengambil tindakan yang paling aman setelah melakukan pertimbangan yang matang.
Djoko Margono, Managing Director of Human Capital PT Kereta Api Indonesia (2007-2012), mencermati lingkup dan pola kerja di bidang perkeretaapian ke depan. Hal ini tidak lepas dari keterampilan mengolah kemampuan sumber daya manusia dengan hasil yang maksimum. ”Kelihatannya mudah diomongkan, tetapi sangat luar biasa tantangannya. Bahkan, posisi negara kita juga memegang peranan,” ujar Djoko.