Sistem Baru Upah Minimum Mulai Berlaku Tahun Depan
Sistem baru penentuan upah minimum sesuai Undang-Undang Cipta Kerja akan resmi berlaku tahun depan. Penguatan pengawasan ketenagakerjaan menjadi penentu agar penerapan upah minimum 2022 berlaku adil bagi pekerja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah dan Dewan Pengupahan Nasional bersiap menetapkan upah minimum 2022 sesuai ketentuan pengupahan terbaru di Undang-Undang Cipta Kerja. Pengawasan ketenagakerjaan perlu diperkuat untuk memastikan pengupahan yang berlaku di tiap perusahaan mengikuti ketentuan struktur dan skala upah yang layak.
Regulasi yang akan menjadi acuan dalam penyusunan upah minimum 2022 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sistem baru penentuan upah minimum ini sempat dikritik keras oleh kalangan pekerja karena berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan menahan kenaikan upah minimum tahunan pekerja (Kompas, 3/3/2021).
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz Wuhadji, Rabu (22/9/2021) mengatakan, karena UU Cipta Kerja dan regulasi turunannya telah ditetapkan, penetapan upah minimum tahun 2022 pun akan resmi mengikuti formula pengupahan yang baru.
Saat ini, Dewan Pengupahan di daerah-daerah mulai membuat simulasi besaran upah minimum 2022 berdasarkan PP 36/2021, sembari menunggu rilis indikator ekonomi makro terbaru dari Badan Pusat Statistik sebagai variabel penentu besaran upah minimum.
Beberapa data terbaru yang diperlukan adalah angka inflasi September 2021 dan tingkat pertumbuhan ekonomi triwulan III-2021. Variabel lain, seperti rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART), dan rata-rata jumlah ART yang bekerja di setiap rumah tangga, akan diambil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021.
Usulan dari Depenas rencananya akan diserahkan ke Kementerian Ketenagakerjaan pada 15 Oktober 2021. “Kita sama-sama tahu sekarang (formula) penghitungan upah minimum sudah sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Beberapa wilayah mulai membuat ancang-ancang, bisa ada yang naik, bisa juga ada yang turun,” kata Adi, perwakilan unsur pengusaha di Depenas.
Sebagai gambaran, jika sebelumnya besaran upah minimum didapat dari angka pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, ke depan penentuan upah minimum hanya mengacu ke salah satu indikator yang nilainya paling tinggi.
Nilai upah minimum sendiri didapat dengan membandingkan salah satu angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi dengan rentang nilai antara batas atas (tertinggi) upah minimum dan batas bawah (terendah) upah minimum.
Batas atas upah minimum dihitung dengan mengacu pada nilai rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata jumlah ART, dan rata-rata jumlah ART yang bekerja di setiap rumah tangga. Sementara, batas bawah upah minimum adalah 50 persen dari batas atas. Sebelumnya, variabel batas atas dan batas bawah ini tidak berlaku dalam penghitungan upah minimum pekerja.
UU Cipta Kerja juga sudah tidak lagi mempertimbangkan analisa kebutuhan riil buruh lewat komponen kebutuhan hidup layak (KHL), melainkan indikator ekonomi makro seperti paritas daya beli (purchasing power parity), tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah.
“Depenas sama sekali tidak punya kapasitas untuk mengubah formulasi (penetapan upah minimum) lagi. Tinggal jiplak saja dari PP Nomor 36 Tahun 2021,” kata Adi.
Perkuat pengawasan
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar meminta pemerintah bersikap adil. Penerapan upah minimum ke depan harus dikawal dengan sistem pengawasan ketenagakerjaan yang kuat. Saat ini, menurutnya, masih banyak pekerja yang bekerja di atas satu tahun, tetapi dibayar dengan standar upah minimum.
Padahal, Pasal 24 PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan menyebut, upah minimum berlaku hanya untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Untuk pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun, besaran upahnya harus berpedoman pada struktur dan skala upah.
Struktur dan skala upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai tertinggi yang disesuaikan dengan masa kerja dan golongan jabatan seseorang di perusahaan.
“Pemerintah harus adil. Kalau pekerja harus menerima ketentuan pengupahan baru di UU Cipta Kerja, pengusaha juga harus diawasi dan diwajibkan mengikuti struktur dan skala upah agar fair, supaya orang-orang yang bekerja di atas satu tahun jangan lagi mendapat upah minimum yang pas-pasan,” kata Timboel.
Menurutnya, sumber konflik dalam hubungan industrial selama ini adalah lemahnya sistem pengawasan ketenagakerjaan dari segi kuantitas maupun kualitas. “Mengingat ke depan Depenas tidak bisa lagi banyak bernegosiasi (dalam penetapan upah minimum), yang bisa dilakukan adalah memastikan penerapan upah minimum berlangsung adil,” katanya.
Dampak Covid-19
Rabu siang, Kemenaker dan Depenas mengadakan sidang pleno sosialisasi persiapan penetapan upah minimum 2022. Sidang itu dilakukan untuk menyosialisasikan ketentuan penetapan upah minimum baru kepada Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) yang terdiri dari unsur pengusaha dan serikat pekerja.
Saat membuka sidang pleno itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberi sinyal bahwa penentuan upah minimum 2022 akan tetap disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19. Sebelumnya, dalam penentuan upah minimum 2021, pemerintah memutuskan tidak ada kenaikan upah karena mempertimbangkan kondisi dunia usaha yang terdampak pandemi.
“Ada tiga sisi yang harus terjawab dalam sistem pengupahan nasional, bukan hanya berpikir kesejahteraan pekerja atau buruh, tetapi juga memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi perekonomian nasional,” kata Ida.