Realisasi Belanja Pemda Seret, Transfer Pusat ke Daerah Ikut Macet
Serapan anggaran belanja mayoritas pemerintah daerah saat ini lebih rendah ketimbang pendapatannya. Situasi ini akhirnya menahan laju penyaluran transfer ke daerah dan dana desa.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran transfer ke daerah dan dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN anjlok signifikan. Ini terjadi seiring rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah selama masa pandemi Covid-19.
Penyaluran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) pada Agustus 2021 mencapai Rp 472,9 triliun atau turun 15,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Realisasi tersebut terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 429,2 triliun dan dana desa sebesar Rp 34,7 triliun.
Dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (23/9/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, realisasi TKDD tersebut sebesar 59,44 persen dari pagu TKDD 2021 senilai Rp 795,5 triliun.
”Salah satu penyebab TKDD terkontraksi adalah realisasi belanja daerah yang masih rendah, mengingat sebagian pendapatan daerah bersumber dari TKDD,” kata Sri Mulyani.
Ia menyayangkan kinerja belanja mayoritas pemda saat ini yang nilainya lebih rendah daripada pendapatannya. Menurut dia, idealnya dalam kondisi pandemi, realisasi belanja daerah harus lebih tinggi sehingga bermanfaat lebih besar bagi masyarakat.
Ia mengatakan, dari semua provinsi di Indonesia, Banten merupakan wilayah dengan selisih antara realisasi pendapatan dan belanja paling tinggi, yakni mencapai 19,7 persen.
Adapun Jawa Tengah menjadi provinsi dengan selisih realisasi pendapatan paling rendah, yakni minus 0,63 persen. Ini artinya, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatannya.
”Realisasi belanja yang relatif rendah mengindikasikan belanja yang belum optimal. Hal ini juga turut berdampak pada tingginya nilai simpanan pemerintah daerah di perbankan,” ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana mengendap pemerintah daerah di perbankan sampai dengan 31 Agustus 2021 sebesar Rp 178,95 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi dana menganggur pada akhir Juli 2021 sebesar Rp 173,73 triliun.
”Pada saat melakukan transfer daerah, kami meminta tata kelola dengan persyaratan penyaluran. Namun, yang terjadi adalah dana transfer ke daerah tidak langsung dibelanjakan sehingga jumlah simpanan pemerintah daerah membengkak,” katanya.
Belanja perlindungan sosial (perlinsos) pemerintah daerah pada Agustus 2021 turut anjlok 27,4 persen dari Rp 8,07 triliun pada Agustus 2020 menjadi Rp 5,86 triliun pada Agustus 2021. Serapan belanja perlindungan sosial tersebut setara dengan 1,08 persen dari keseluruhan belanja APBD sebesar Rp 537,93 triliun.
”Perlinsos di daerah juga mengalami penurunan dan ini tentu disayangkan karena sebetulnya daerah memiliki peranan penting. Padahal, belanja pusat naik untuk bansos (bantuan sosial), terutama pada saat penyebaran (Covid-19) varian Delta,” ujarnya.
Untuk tahun depan, Badan Anggaran DPR telah menyetujui postur sementara anggaran TKDD pada RAPBN 2022 sebesar Rp 770,4 triliun, dengan rincian untuk transfer ke daerah sebesar Rp 702,4 triliun serta dana desa sebesar Rp 68 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi belanja negara sampai dengan akhir Agustus 2021 tumbuh 1,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara nominal, realisasi belanja negara sepanjang Januari-Agustus 2021 sebesar Rp 1.560,8 triliun. Nilai tersebut setara dengan 56,8 persen dari total pagu sebesar Rp 2.750 triliun.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai praktik kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengeksekusi percepatan transfer ke daerah dan belanja daerah masih dapat diperkuat.
Untuk pemerintah pusat, perlu dipikirkan bagaimana petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bisa dikeluarkan lebih cepat sehingga beberapa pos pada transfer ke daerah bisa dieksekusi lebih cepat pada awal tahun.
”Di samping itu, pemerintah daerah juga perlu mempercepat proses penyampaian administrasi perkembangan dari APBD untuk bisa mempercepat permohonan penyaluran dari transfer ke daerah,” kata Yusuf.
Secara struktur, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan kapasitas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam membantu realisasi APBD yang lebih cepat. Selain itu, jalinan komunikasi dengan lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di daerah juga penting untuk memastikan APBD tersalurkan lebih cepat.