Informasi kecil dan sederhana pada prospektus bisa jadi indikator penting bagi publik. Kejanggalan di dalam perusahaan juga bakal diketahui dari prospektus.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Sebuah buku berjudul The Cult of We, WeWork and The Great Startup Delusion membuat kita terkejut. Sebuah usaha rintisan mampu membuai investor hingga mereka mengucurkan dana miliaran dollar AS, tetapi semua sirna dalam sekejap. Bertahun-tahun publik tidak mengetahui jeroan WeWork, tetapi belakangan borok perusahaan itu terungkap.
Peristiwanya terjadi pada 2019. Namun, baru belakangan kisah WeWork dan CEO-nya Adam Neumann terungkap detail. Kisah-kisah betapa etika dilanggar dan sikap tak lazim dari Adam ada di buku itu. Satu hal yang akhirnya membuat investor curiga adalah terdapat 169 kali nama Adam disebut dalam prospektus menjelang penawaran saham perdana. Informasi kecil menggambarkan betapa perusahaan ini bermasalah.
Tentu ada banyak masalah lain, sehingga valuasi perusahaan ini terus merosot dari yang diharapkan sekitar 96 miliar dollar AS. Bahkan, valuasinya merosot dari nilai yang sempat disebut investor besar yaitu sekitar 47 miliar dollar AS. Ribut-ribut di media juga menyebabkan valuasi ini terus turun hingga di bawah 30 miliar dollar AS. Belakangan diketahui WeWork batal melakukan penawaran saham perdana. Valuasinya makin rendah lagi.
Kembali soal nama Adam Neumann yang disebut 169 kali di dalam prospektus. Sebelum dokumen itu keluar sebenarnya sudah ada penasihat yang memberi tahu bahwa hal itu tidak baik. Perusahaan ini bukan lagi bercitra sebagai “we” atau “kami” yang merupakan kumpulan orang atau komunitas tetapi cenderung menjadi “him” atau “dia” yang merujuk pada pribadi Adam. Pribadi Adam lebih menonjol sebagai identitas perusahaan dibandingkan keinginan semula yaitu menonjolkan nilai-nilai kebersamaan seperti nama WeWork.
Citra “him” makin kuat dengan berbagai langkah yang dilakukan dengan kecenderungan arogan, tidak mendengarkan orang lain, membuat langkah yang menguntungkan diri sendiri, dan keterlibatan anggota keluarga di dalam urusan bisnis.
Gaya hidup Adam juga mencerminkan kepribadiannya yang sangat boros, ingin dianggap berdiri lebih tinggi dibandingkan yang lain. Adam hidup bermewah-mewah. Ia membeli pesawat jet privat dibandingkan menyewa. Langkah sangat langka di kalangan pendiri usaha rintisan yang tengah merugi.
Sikap Adam Neumann menjadi bahan perbincangan banyak kalangan. Di samping berbagai masalah yang melingkupi, kepribadian dia sepertinya menjadi penyebab utama masalah WeWork sejak awal.
Cerita awal tentang bagaimana dia semula membangun bisnis pakaian anak-anak, kemudian berbisnis properti dan teknologi sangat menarik. Akan tetapi, kesombongan dan manipulasi juga sudah muncul di awal. Saat ada kunjungan ke propertinya, ia akan membuat drama dimana karyawan diajak makan bersama di area kunjungan sehingga terkesan propertinya laris.
Di dalam berbagai artikel sikap sombong dengan berbagai variasi penyebutan seperti terlalu optimis atau megalomania kerap muncul di kalangan pendiri usaha rintisan. Jelas tertulis, sikap inilah yang menjadikan perusahaan-perusahaan rintisan hancur di kemudian hari. Meski demikian, sikap ini selalu saja terulang dan mereka hanya bisa menyesal belakangan ketika bisnisnya roboh. Sebelum WeWork telah ada kasus sebelumnya yaitu Theranos yang juga runtuh karena sikap pendirinya yang congkak.
Theranos didirikan oleh Elizabeth Holmes yang putus kuliah dari University of Stanford untuk mengkomersialkan perangkat diagnostik kesehatan berbasis darah dengan ukuran mini. Antusiasme dan pesonanya meyakinkan perusahaan Safeway dan Wallgreens untuk mencoba teknologinya. Ia juga berhasil membujuk mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger dan Menteri Pertahanan Jenderal James Mattis untuk bergabung dalam dewan direksinya. Elizabeth diakui sebagai seorang visioner, bahkan dianggap sebagai Bill Gates berikutnya.
Akan tetapi, buku Bad Blood : Secrets and Lies In a Silicon Valley Startup memperlihatkan kepada kita kultur yang tidak baik terbangun dan terlindungi di Theranos. Publik baru belakangan mengetahui usaha rintisan ini dipenuhi dengan penipuan, intimidasi, dan kecenderungan megalomania. Keruntuhan bisnis karena kesombongan.
Bagaimana masalah seperti ini muncul? Seorang penulis bernama Matthew Partridge dalam artikel berjudul "A Gripping Tale of Deceit, Delusion and Megalomania" mengatakan, dulu para pengusaha bermimpi membawa perusahaan mereka ke bursa saham untuk mendapatkan dana publik. Kini pasar sedang mengalami ledakan ketika sebuah perusahaan dapat menjadi unicorn dengan valuasi miliaran dolar AS tanpa menjadi perusahaan publik, karena mendapat investor langsung melalui penukaran ekuitas dengan dana tunai.
Cara itu baik karena mengurangi birokrasi, tetapi bisa bermasalah sebab pengawasan menjadi berkurang. Pengawasan yang kurang inilah yang membuat seseorang pendiri usaha rintisan menjadi aji mumpung. Penggunaan dana tidak terkontrol dan tidak sedikit yang menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Pada saat yang sama, perilaku pendiri dan para eksekutifnya yang menyimpang juga tidak bisa dimonitor.
Kesombongan dan perilaku tidak baik lainnya baru terungkap ketika mereka mulai masuk ke pasar modal, karena publik akan membaca prospektus yang dibikin. Informasi kecil dan sederhana di dalam dokumen itu pasti akan dibahas publik. Kejanggalan di dalam perusahaan juga diketahui dari prospektus itu.
Terlalu banyak nama kita di dalam prospektus sudah cukup menjadi informasi awal bahwa perusahaan memiliki masalah.