Diskon PPnBM Diperpanjang, Industri Diminta Tingkatkan Produksi
Meski mendapat insentif PPnBM DTP sejak Maret 2021, produksi mobil dalam negeri mengalami naik-turun. Transaksi pembelian mobil banyak dilakukan secara inden karena lonjakan permintaan tidak seimbang dengan produksi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perpanjangan diskon Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau PPnBM DTP 100 persen untuk kendaraan bermotor diharapkan menstimulasi konsumsi kelas menengah. Untuk mengimbangi ekspektasi konsumen, industri otomotif diminta menjaga peningkatan produksi mobil hingga akhir tahun.
Data Kementerian Perindustrian, sejak kebijakan diskon Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen diberlakukan untuk kendaraan bermotor, produksi mobil mengalami naik-turun. Pada Februari 2021, sebelum diskon berlaku, produksi mobil tercatat 77.700 unit.
Pada Maret 2021, saat diskon PPnBM DTP diterapkan perdana, produksi melonjak hingga 102.900 unit. Namun, pada April 2021, produksi menurun menjadi 94.200 unit dan menjadi 64.100 unit pada Mei 2021.
Begitu diskon PPnBM DTP diperpanjang untuk kali pertama pada Juli-Agustus 2021, produksi mobil kembali naik meski tidak sesignifikan saat bulan pertama berlakunya diskon. Pada Juni 2021, produksi tercatat 99.300 unit dan pada Juli 2021 sebanyak 74.400 unit.
Kini, pemerintah kembali memperpanjang diskon PPnBM DTP 100 persen kendaraan bermotor untuk kedua kalinya dari September-Desember 2021.
Analis Kebijakan Ahli Madya Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suska, Kamis (23/9/2021), mengatakan, Kementerian Keuangan memutuskan memperpanjang pemberlakuan diskon PPnBM DTP karena menilai kebijakan itu mampu menstimulasi aktivitas konsumsi masyarakat kelas menengah.
Kendati demikian, ia menyoroti tren menurunnya produksi kendaraan bermotor di tengah penerapan diskon tersebut. Transaksi pembelian mobil pun dilakukan secara inden karena ketika permintaan muncul, mobil belum tersedia lantaran masih menunggu stok baru diproduksi.
”Kami berharap, dengan insentif ini, sisi produksi juga bisa mengejar demand yang sudah ada di masyarakat. Jangan sampai ada yang sudah minat membeli, tetapi karena masih diproduksi, harus inden. (Produksi) harus dioptimalkan lagi,” kata Suska dalam acara Diseminasi Analisis Dampak Insentif PPnBM DTP secara daring yang diadakan Kementerian Perindustrian.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto membenarkan, produksi mobil memang sempat berjalan lamban karena pengaruh sejumlah faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah keputusan pemerintah memperpanjang diskon PPnBM DTP yang selalu diumumkan di detik-detik akhir, bahkan sesudah insentif berakhir.
Hal itulah yang membuat mengapa jumlah produksi mobil cenderung menurun di pengujung berakhirnya periode diskon PPnBM DTP, seperti pada Mei 2021 atau Juli 2021. Industri otomotif telanjur mengurangi suplai komponen pada bulan-bulan tersebut karena berasumsi diskon PPnBM DTP berakhir, harga mobil kembali naik, dan permintaan masyarakat menurun.
”Kami ini bingung. Industri, kan, hidupnya bergantung pada suplai komponen. Makanya, harapan kami sebenarnya perpanjangan itu jangan terlalu lama (diumumkan). Kalau mau diperpenjang, sebelum periodenya habis, sudah diberitahukan agar kami bisa planning order (komponen) jauh-jauh hari sebelumnya,” kata Jongkie.
Keberlangsungan industri
Faktor lainnya adalah industri komponen otomotif yang sempat tidak bisa beroperasi selama pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Juli-Agustus 2021 lalu karena tidak termasuk industri kritikal. Akibat kapasitas yang dibatasi, produksi suplai komponen untuk pabrik mobil di hilir pun terkendala.
”Selain itu, juga ada kendala global berupa kekurangan mikrocip, meski untuk kita di Indonesia, kelangkaan itu sebenarnya tidak terlalu berdampak,” ujarnya.
Jongkie mengatakan, kebijakan memperpanjang diskon PPnBM DTP sudah tepat karena dapat menggerakkan volume produksi dan penjualan industri otomotif. Kinerja volume penjualan yang baik itu akan memengaruhi sentimen dari investor atau prinsipal pemegang merek otomotif sehingga mereka mau lebih banyak berinvestasi di Indonesia.
Jika prinsipal puas dengan capaian industri dalam negeri, keberlangsungan industri otomotif dan sektor pendukungnya juga lebih terjamin. ”Kalau mereka lihat volume kita bagus, mereka mau investasi lebih banyak. Dengan tambahan investasi, industri berjalan, lapangan kerja tercipta. Inilah mengapa penurunan volume bagi industri itu dampaknya besar sekali,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan memperpanjang diskon PPnBM DTP 100 persen untuk kendaraan bermotor sampai akhir 2021. Sebelumnya, insentif yang berlaku sejak Maret 2021 itu berakhir pada Agustus 2021.
Keputusan perpanjangan itu disepakati oleh Kementerian Keuangan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.010/2021 yang ditetapkan pada 13 September 2021.
Perpanjangan PPnBM DTP diberikan 100 persen untuk mobil dengan mesin silinder di bawah 1.500 cc, sebesar 50 persen untuk mobil dengan silinder 1.500-2.500 cc berpenggerak 4x2, serta diskon 25 persen untuk mobil berkapasitas 1.500-2.500 cc berpenggerak 4x4.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo mengatakan, simulasi dampak ekonomi dari kebijakan PPnBM DTP mampu menciptakan tambahan output produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 39 triliun, penciptaan kerja sebanyak 183.000 kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar Rp 6,6 triliun.
”Dengan multiplier effect yang tinggi, kebijakan ini menjadi game changer di tengah kondisi pandemi. Kami berharap utilisasi industri otomotif dalam negeri bisa lebih terdongkrak sehingga dapat memacu pemulihan ekonomi nasional,” kata Dody.