Emiten Menara Beraksi Perkuat Bisnis di Era Digitalisasi
Sejumlah emiten pengelola menara telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia menggelar aksi korporasi untuk memperkokoh bisnisnya. Telekomunikasi jadi sektor yang tumbuh di tengah lonjakan digitalisasi yang dibawa pandemi.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis emiten pengelola menara telekomunikasi semakin marak seiring peningkatan digitalisasi. Sektor menara merupakan salah satu sektor yang ikut menikmati perkembangan teknologi digital selain perbankan digital dan pengembang yang menyediakan data center.
Saat ini ada beberapa kelompok usaha yang menguasai pangsa pasar menara telekomunikasi. Grup Djarum, misalnya, memiliki emiten PT Sarana Menara Nusantara Tbk, sementara Grup Saratoga memiliki PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Sebentar lagi, Grup Telkom memiliki anak usaha yang akan dilepas ke bursa, yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).
Berbagai aksi korporasi dilakukan emiten pengelola menara telekomunikasi untuk meningkatkan bisnisnya. Salah satunya dilakukan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Sebelum melepaskan anak usahanya ke bursa, PT Telkom Tbk mengalihkan 4.000 menara telekomunikasi dari PT Telkomsel kepada PT Mitratel. Dalam penjelasan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (22/9/2021), Telkom mengatakan, pengalihan itu bertujuan untuk memperkuat bisnis sekaligus menciptakan nilai tambah bagi Mitratel.
”Sementara bagi Telkomsel, akan menjadikan Telkomsel lebih fokus pada bisnis utamanya sebagai perusahaan telekomunikasi digital terdepan di Indonesia dengan membangun ekosistem digital dan memberikan pengalaman digital terbaik bagi pelanggan Telkomsel,” demikian penjelasan AVP Reporting & Complience Telkom Dewi Simatupang kepada BEI.
Nilai transaksi pengalihan menara tersebut mencapai Rp 6,18 triliun, termasuk biaya penjualan dan penyewaan balik. Pengalihan 4.000 menara itu merupakan transaksi kedua. Sebelumnya, pada akhir 2020, Telkomsel sudah mengalihkan 6.050 menara ke Mitratel.
Kucuran kredit
Sementara itu, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk, emiten menara lainnya, yaitu PT Profesional Telekomunikasi Indonesa (Protelindo) dan PT Iforte Solusi Infotek, mendapatkan kucuran kredit dari tujuh bank sebesar Rp 14 triliun.
”Perolehan pinjaman-pinjaman tersebut sesuai dengan peruntukannya akan digunakan oleh Protelindo untuk membiayai kebutuhan umum perusahaan, termasuk untuk membiayai akuisisi oleh Protelindo,” tulis Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Nusantara Irfan Ghazali dalam keterbukaan informasi kepada BEI.
Saat ini, Protelindo sedang dalam proses mengakuisisi 90 persen saham PT Solusi Tunas Pratama Tbk. Sarana Menara memiliki 99,9 persen saham Protelindo. Sementara Protelindo memiliki 99,9 persen saham Iforte. Dalam transaksi pinjaman tersebut, Protelindo bertindak sebagai peminjam, sedangkan Iforte bertindak sebagai pemberi jaminan.
Selain mendapatkan pinjaman baru, Sarana Menara melalui Protelindo juga mendapatkan tambahan pinjaman dari dua bank. Dari Bank Maybank Indonesia Tbk ada tambahan Rp 500 miliar sehingga total pinjaman Protelindo ke Maybank mencapai Rp 1 triliun. Protelindo juga mendapatkan tambahan pinjaman dari Bank Danamon Tbk sebesar Rp 1 trilun hingga total pinjaman menjadi maksimal Rp 2 triliun. Irfan menambahkan, utang-utang tersebut masih dalam batas kewajaran.
Menurut data dari masing-masing emiten, jumlah menara telekomunikasi yang terbanyak saat ini dioperasikan Grup Telkom. Grup Telkom total memiliki 35.822 menara yang dioperasikan oleh Mitratel, Telkomsel, dan Telkom.
Sementara itu, Grup Djarum melalui Sarana Menara, per triwulan II-2021, mengelola 21.575 menara. Jika akuisisi Solusi Tunas selesai, jumlah menara yang dikelola Djarum akan bertambah. Solusi Tunas mengoperasikan 6.422 menara. Total menara yang akan dikelola Djarum menjadi 27.997 menara. Adapun Grup Saratoga per akhir tahun 2020 mengelola 16.265 menara.
”Dengan tambahan menara dari hasil akuisisi Solusi Tunas, jumlah menara Sarana Menara akan bersaing ketat dengan Mitratel. Valuasi akuisisi tersebut diproyeksikan mencapai 10-15 kali enterprise value/earning before interest, tax, depreciation and amortization (EV/EBITDA). Artinya, total biaya untuk akuisisi 90 persen saham Solusi Tunas sebesar Rp 16,5 triliun sampai Rp 24,7 triliun,” kata analis Yosua Zisokhi.
Menurut dia, EBITDA Sarana Menara pada 2021 setelah akuisisi berpeluang mencapai Rp 8,54 triliun, naik 26,1 persen dibandingkan proyeksi sebelumnya, dengan rasio EV/EBITDA sebesar 12,7-13,6 kali. ”Jika diasumsikan bahwa seluruh biaya akuisisi Solusi Tunas berasal dari utang, rasio net debt/EBITDA Sarana Menara akan naik dari 2,4 kali menjadi 4,6-5,5 kali, yang mengindikasikan kondisi keuangan masih terkontrol dengan baik,” kata Yosua.