Pemerintah perlu mnembendung laju impor yang berpotensi kembali meningkat saat perekonomian negara-negara asal impor mulai pulih. Pemerintah juga diharapkan memantau ketersediaan kontainer dan kapal guna menopang ekspor.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha dan industri nasional masih menghadapi berbagai persoalan dan hambatan untuk meningkatkan daya saing dan pasar produk-produk unggulan Indonesia. Persoalan dan hambatan itu, antara lain, ialah serbuan produk-produk impor sejenis, kesulitan bahan baku, serta kelangkaan kontainer dan tingginya biaya pengapalan.
Ketua Presidum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Selasa (21/9/2021), mengatakan, ekspor mebel dan kerajinan memang tengah menguat di tengah pandemi Covid-19. Namun, impor produk-produk tersebut juga masih tumbuh.
HIMKI mencatat, ekspor mebel dan kerajinan pada Januari-Juni 2021 senilai total 1,69 miliar dollar AS atau tumbuh 36,1 persen dibandingkan dengan periode sama 2020. Sementara total nilai impor mebel dan kerajinan sepanjang semester I-2021 mencapai 572,894 juta dollar AS atau tumbuh 0,6 persen.
Produk-produk impor itu terutama berupa dekorasi rumah, kerajinan, dan furnitur. Produk-produk itu mayoritas berasal dari China dengan kontribusi sebesar 76,9 persen impor mebel dan 55,7 persen untuk impor kerajinan.
”Pemerintah perlu membendung laju impor mebel dan kerajinan yang berpontesi kembali meningkat saat perekonomian negara-negara asal impor mulai pulih,” kata Sobur ketika dihubungi di Jakarta.
Pemerintah perlu membendung laju impor mebel dan kerajinan yang berpontesi kembali meningkat saat perekonomian negara-negara asal impor mulai pulih.
Sembari melakukan upaya itu, lanjut Sobur, pemerintah perlu meningkatkan promosi dan serapan pasar domestik. Hal itu bisa diterapkan dengan mengotimalkan program pameran dari mal ke mal, penggunaan produksi dalam negeri, dan substitusi impor.
Selain itu, guna memenuhi permintaan pasar domestik dan luar negeri, pemerintah perlu menjamin ketersediaan bahan baku. Regulasi pelarangan ekspor kayu dan rotan harus dipertahankan dan penyelundupan rotan perlu dihentikan.
Sobur juga mengatakan, tantangan yang kini tengah dihadapi para eksportir adalah kelangkaan kontainer dan biaya pengapalan yang tinggi. Saat ini, masih banyak pelayaran pengiriman kontainer kosong dari Indonesia ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan kontainer di negara-negara lain.
Saat ini, masih banyak pelayaran pengiriman kontainer kosong dari Indonesia ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan kontainer di negara-negara lain.
Oleh karena itu, HIMKI juga telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan persoalan ocean freight (pengapalan) ini. Misalnya, pemerintah perlu berinisiatif menjaga ketersediaan kontainer di dalam negeri, serta mengawasi dan berkomunikasi dengan pelaku jasa pengapalan agar ekspor bisa berjalan lancar.
Pemerintah juga diharapkan bisa memberi insentif kepada swasta untuk mendirikan Main Line Operator (MLO) di Indonesia. Perusahaan MLO ini dapat menjamin ketersediaan kontainer karena bisa menyewa atau mengambil slot leasing kapasitas kapal dan kontainer untuk kebutuhan eksportir Indonesia.
”Selain itu, harus ada peraturan dari pemerintah untuk menetapkan kurs yang menjadi patokan pembayaran pengapalan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Selama ini, kurs yang ditetapkan setiap perusahaan jasa pelayaran sangat tinggi dan berbeda-beda,” katanya.
Sementra itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah berkomitmen menjaga kinerja positif ekspor dalam rangka menopang pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah akan menyelesaikan persoalan dan hambatan ekspor dan tidak akan membuat kebijakan yang justru menghambat ekspor.
”Untuk mengatasi kelangkaan kontainer, kami juga telah menyediakan 5.000 kontainer per minggu yang bisa dimanfaatkan oleh eksportir-eksportir Indonesia,” katanya.
Untuk meningkatkan serapan produk-produk dalam negeri, terutama buatan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus menggalakkan program Pasar Digital (PaDi) UMKM. Pengadaan barang dan jasa BUMN diarahkan pada program tersebut.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pada Januari-September 2021, belanja BUMN, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui sistem lelang melalui platform PaDi UMKM, senilai total Rp 11,8 triliun. Nilai tersebut dihasilkan dari 155.183 transaksi yang melibatkan 10.412 UMKM.
Adapun dalam ajang PaDi UMKM Virtual Expo 2021 Batch 2 yang digelar pada 6-20 September 2021, terdapat 2.803 transaksi senilai total Rp 11,8 miliar. Capaian tersebut lebih tinggi dari pameran Batch 1 yang membukukan 1.144 transaksi senilai total Rp1,66 miliar.
”Kemitraan BUMN bersama UMKM sangat penting dan strategis untuk terus ditingkatkan dalam satu ekosistem ekonomi yang saling mendukung dan menguntungkan secara berkelanjutan, terutama untuk memulihkan ekonomi nasional yang tengah terimbas pandemi Covid-19,” kata Kartika melalui siaran pers.
Kementerian BUMN, lanjut Kartika, akan terus berupaya menyempurnakan platform PaDi UMKM agar dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi peningkatan bisnis UMKM. Kementerian BUMN juga berharap agar pelaku UMKM terus meningkatkan kualitas dan menjaga standardisasi produk-produknya.