Agar Mereka Mengenal Kata Pulang
Hunian bagi rakyat, terutama masyarakat miskin, selalu jadi perhatian dari presiden ke presiden. Tak terkecuali Presiden Jokowi. Pada Senin (20/9/2021), satu lagi rumah susun diresmikan Presiden Jokowi.
Seorang reporter radio pernah menanyakan motivasi YB Mangunwijaya (alm) dalam memperjuangkan tempat berteduh terutama bagi mereka yang terpinggirkan. Romo Mangun menjawab, ”Agar mereka bisa mengenal satu kata: pulang.” (Kompas, 5/5/2004).
Sekian tahun berselang, nilai dan semangat Romo Mangun yang merupakan rohaniwan, budayawan, dan juga arsitek itu tetap relevan dan patut diperjuangkan bersama. Tak terbantahkan, rumah memang memiliki nilai tinggi dalam kehidupan manusia. Nilai itu pula yang tetap diusung di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kepedulian untuk menghadirkan hunian murah bagi rakyat, antara lain, tampak ketika Presiden Jokowi meresmikan Rumah Susun (Rusun) Pasar Rumput di Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Senin (20/9/2021). Rusun Pasar Rumput yang merupakan bagian dari Program Sejuta Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Ibu Kota ini menyediakan 1.984 unit tipe 36.
Dengan luasan 36 meter persegi, setiap unit terasa nyaman dengan fasilitas dua kamar tidur, ruang tamu/keluarga, ruang makan, toilet, kamar mandi, dan ruang servis. Hunian yang terbagi dalam tiga menara (tower) tersebut juga terintegrasi dengan kios pasar, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan area parkir agar penghuni semakin merasa nyaman dan betah.
Baca juga : Jalan Panjang Mewujudkan Perumahan Rakyat
”Saya juga senang mendengar bahwa rusun ini juga nantinya bisa menampung masyarakat dari sisi Sungai Ciliwung yang terdampak program normalisasi sungai bagi penanganan banjir,” kata Presiden Jokowi yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Keberadaan Rusun Pasar Rumput diharapkan dapat meringankan beban masyararakat khususnya yang berkaitan dengan penyediaan hunian yang nyaman dan terjangkau serta membantu memfasilitasi kegiatan produktif masyarakat. Ketika meresmikan rusun itu, Presiden Jokowi menyebut bangunan tiga menara ini dibangun sejak tahun 2016.
Hunian berupa 1.984 unit tipe 36 terletak di lantai 4 hingga lantai 25. ”Hari ini sudah selesai dan siap untuk difungsikan. Rusun Pasar Rumput ini dibangun dengan biaya Rp 970 miliar. Menjadi istimewa karena dibangun konsep mixed use development, yaitu tidak hanya rusun yang berfungsi sebagai hunian,” ujar Presiden Jokowi.
Rusun tersebut dibangun di atas pasar dengan 318 kios pasar dan 350 los di lantai 1. Pada lantai 2 terdapat 649 kios, sementara di lantai 3 terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosial. Beberapa pedagang pasar yang diajak berbincang bersama Presiden Jokowi berharap dagangan mereka bisa kembali ramai seperti sebelum pandemi Covid-19.
”Keberadaan pasar dengan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang lengkap ini memberikan kemudahan bagi para penghuni untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti pedagang dan menjalankan kegiatan ekonomi lainnya,” tambahnya.
Program Sejuta Rumah
Sebelumnya, tiga menara Rusun Pasar Rumput dengan jumlah total 5.952 tempat tidur difungsikan sebagai tempat isolasi pasien Covid-19. Pemanfaatan sebagai ruang isolasi mandiri tersebut dihentikan sejak awal September lalu seiring dengan penurunan kasus baru Covid-19.
Rusun Pasar Rumput semakin istimewa karena didukung oleh jalur transportasi yang baik serta terintegrasi dengan bus Transjakarta dan interkoneksi timur selatan menuju Halte Dukuh Atas. ”Memudahkan penghuninya untuk melakukan mobilitas. Saya berharap, dengan beroperasinya Rusun Pasar Rumput ini bisa membantu saudara-saudara kita untuk memiliki hunian yang layak dan nyaman dengan lokasi strategis untuk melakukan kegiatan ekonomi,” ucap Presiden.
Frasa tiga kebutuhan primer manusia, yakni sandang, pangan, dan papan, turut mengabadikan posisi penting rumah. Terpenuhinya ketiga hal tersebut menentukan kesejahteraan warga. Pulang ke rumah adalah idaman yang membahagiakan dan menenteramkan. Namun, faktanya, hingga saat ini belum semua orang dapat memenuhi kebutuhan hunian tersebut.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional pada 2018, misalnya, ada sekitar 14 juta dari total 70 juta rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki rumah. Sebanyak 5,52 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah tersebut ada di kelompok berpendapatan menengah-atas. Sebanyak 6,51 juta rumah tangga ada di kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 1,96 juta rumah tangga di kelompok miskin.
Kelompok MBR dan miskin mesti mendapatkan perhatian yang lebih untuk mendapatkan tempat bernaung berupa rumah. Mereka yang tidak memiliki kecukupan daya beli mesti dibantu agar dapat mempunyai hunian. Apalagi, pada cekaman keterbatasan kemampuan, mereka selama ini bukannya tidak mau, tapi tidak mampu memiliki rumah.
Merujuk pada data Kementerian PUPR, pemerintah sesuai rencana strategis 2020-2024 menargetkan penyediaan 5 juta rumah. Perinciannya, 900.000 unit merupakan perumahan bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga, ataupun subsidi bantuan uang muka (SBUM).
Sebanyak 100.000 rumah disediakan dengan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), 500.000 rumah dengan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan 50.000 rumah melalui pembiayaan Sarana Multigriya Finansial. Di samping itu juga 3,45 juta rumah dengan kolaborasi pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
Melalui Program Sejuta Rumah yang merupakan salah satu program strategis nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015, Kementerian PUPR berupaya mengatasi kekurangan perumahan, khususnya bagi MBR. Meskipun terdampak pandemi Covid-19, pada tahun 2020 program ini membangun 965.217 rumah dengan 772.324 unit di antaranya untuk MBR. Sisanya, sebanyak 192.893 rumah, untuk warga selain MBR.
Namun, ada aspek penting lain yang mesti diingat. Di tengah upaya penyediaan rumah dari sisi kuantitas, aspek kualitas bangunan juga mutlak mendapat perhatian karena menyangkut keselamatan dan keamanan penghuni rumah. Kuantitas mesti dibarengi kualitas.
Seperti diilustrasikan Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Arief Sabaruddin pada sebuah diskusi daring pertengahan Maret 2021, lantai yang indah tidak akan menyelamatkan penghuni. Rangka tulangan baja yang terangkai dengan baik dan tersembunyilah yang akan menyelamatkan penghuni.
Demikian pula campuran cat yang mahal dan indah tidak akan menyelamatkan penghuni, tetapi campuran beton yang baik dan tersembunyi oleh catlah yang akan menyelamatkan penghuni. Ringkasnya, struktur tulangan baja dan campuran beton yang tepat bernilai penting dalam menjamin kekuatan bangunan. Unsur-unsur yang substantif dinilai lebih utama dibandingkan pernik aksesori.
Aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi penghuni mesti dipenuhi oleh pengembang. Tak urung, semua pihak mesti bergandeng tangan mewujudkan hunian yang memenuhi persyaratan teknis kelayakan hunian bagi semua warga, tak terkecuali MBR.
Sejarah rusun
Soal upaya memenuhi kebutuhan rumah tinggal bagi masyarakat selalu menjadi perhatian dari presiden ke presiden di negeri ini. Presiden Soeharto, misalnya, menyinggung khusus soal itu dalam satu bab khusus, berjudul ”Memecahkan Persoalan Papan”, di buku otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989).
Di periode pemerintahannya, Soeharto menilai, bukan hal mudah menyediakan rumah bagi rakyat Indonesia yang saat itu lebih dari 170 juta orang. Apalagi, mereka tinggal tersebar di kepulauan negeri ini yang sedemikian luas.
Rentetan peristiwa terkait ikhwal perumahan pun dirinci, seperti mulai berkembangnya perusahaan pembangunan rumah pada tahun 1972 yang selanjutnya bergabung dalam Real Estat Indonesia (REI). Demikian pula dibentuknya Perusahaan Umum Perumnas pada tahun 1974 yang bernaung di bawah Departemen Pekerjaan Umum. Pada tahun itu pula, Bank Tabungan Negara diizinkan untuk memberikan kredit pemilikan rumah kepada masyarakat golongan rendah, sedang, dan menengah.
Pemerintah pada Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) III disebutkan berhasil membangun hampir 200.000 rumah atau melebihi target sebanyak 150.000 unit. Target pada Repelita IV yang dipatok 200.000 unit pun terlampaui karena realisasinya di masa tersebut lebih dari 300.000 unit.
”Tetapi, terus terang, dalam hal ini kelompok bawah belum banyak tersentuh. Pendapatan mereka yang rendah menjadi penyebabnya,” kata Soeharto.
Alhasil, pembangunan rumah-rumah tinggal murah tetapi dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan pun dibangun selangkah demi selangkah. Seiring dengan perjalanan, bentuk rumah pun berubah ke arah lebih menyenangkan.
”Dan, dalam kesulitan mendapatkan serta menghemat tanah karena juga memperhitungkan tempat untuk bertani dan untuk pembangunan industri serta pemeliharaan lingkungan, maka kita tetapkan bentuk yang tepat untuk wilayah perkotaan adalah rumah susun,” ujar Soeharto.
Di satu sisi, menurut Soeharto, dengan rumah susun bisa dilakukan penghematan lahan. Di sisi lain, penghuni juga lebih mudah bepergian ke mana-mana dengan tinggal di rumah susun. Presiden kedua Republik Indonesia ini juga menyatakan tekadnya untuk terus membangun rumah-rumah susun guna membantu masyarakat agar dapat hidup tenteram sejahtera dalam lingkungan perumahan yang lebih sehat, tertib, dan teratur.
”Dalam pada itu, saya memberi petunjuk kepada penghuni rumah susun bahwa mereka harus memiliki rasa kebersamaan yang lebih tebal untuk menciptakan suasana tenteram dan rukun,” ujar Soeharto.
Ketika memasuki tahap penyelesaian pembangunan Rusun Pasar Rumput, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga pernah mengatakan, pembangunan rusun untuk MBR, mahasiswa, pelajar, santri, pekerja, termasuk aparatur sipil negara (ASN), dan TNI/Polri. Hal ini merupakan bentuk perhatian dan keseriusan pemerintah dalam penyediaan rumah layak huni bagi MBR.
”Tinggal di rusun akan mengubah cara hidup kita. Harus banyak empati agar tinggal di rusun juga nyaman,” kata Menteri Basuki.
Mengakhiri bab khusus tentang persoalan papan di buku tersebut, Presiden Soeharto pun mengisahkan pemberian petunjuknya kepada Cosmas Batubara, eksponen angkatan ’66, yang diangkatnya sebagai Menteri Perumahan Rakyat.
”Saya selalu menekankan bahwa kita harus mengutamakan pembangunan rumah-rumah itu bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Merekalah yang harus kita dahulukan. Salah satu tujuan utama pembangunan yang kita lakukan memang untuk meningkatkan mutu kehidupan orang-orang kecil,” tutur Soeharto.
Baca juga : Pasar Properti Menghadapi Tantangan Pandemi
Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan rumah masih menjadi masalah hingga saat ini. Apalagi, jumlah permintaan hunian pun ke depan akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi. Kebersamaan dan sinergi dalam menyediakan rumah mesti terus digalang demi menjamin kesejahteraan warga di negeri ini, dari generasi ke generasi.