Perpanjangan Diskon PPnBM DTP Dinilai Kurang Efektif
Dampak diskon PPnBM DTP bagi kendaraan bermotor dinilai hanya efektif pada momen perdana berlakunya kebijakan itu. Meski ada peningkatan, kinerja industri otomotif belum mampu pulih seperti kondisi prapandemi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah untuk memperpanjang diskon Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau PPnBM DTP 100 persen untuk kendaraan bermotor dinilai kurang efektif untuk menggerakkan konsumsi. Masyarakat dinilai masih memilih mengerem belanja untuk kebutuhan tersier akibat ketidakpastian pandemi Covid-19.
Pemerintah memutuskan kembali memperpanjang diskon PPnBM DTP 100 persen untuk kendaraan bermotor sampai akhir 2021. Sebelumnya, insentif yang berlaku sejak Maret 2021 itu berakhir pada Agustus 2021.
Sebelumnya, permintaan perpanjangan diskon PPnBM DTP 100 persen disuarakan oleh pelaku industri otomotif dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kemenperin sempat mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk meminta perpanjangan stimulus PPnBM DTP sampai Desember 2021.
Kemenperin mengusulkan, perpanjangan PPnBM DTP sebesar 100 persen untuk mobil dengan isi silinder di bawah 1.500 cc, sebesar 50 persen untuk mobil dengan isi silinder 1.500-2.500 berpenggerak 4x2, dan diskon 25 persen untuk mobil berkapasitas sama dengan penggerak 4x4.
Usulan itu akhirnya disepakati oleh Kementerian Keuangan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.010/2021 yang ditetapkan pada 13 September 2021.
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance Tauhid Ahmad, Sabtu (18/9/2021), mengatakan, diskon PPnBM DTP kendaraan bermotor hanya memberikan dampak signifikan pada bulan-bulan awal berlakunya kebijakan itu. Sesudahnya, peningkatan penjualan kendaraan bermotor tidak terlalu tinggi.
Menurut dia, hal itu karena masyarakat menengah masih berhati-hati membelanjakan uangnya untuk kebutuhan tersier di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, melonjaknya kasus Covid-19 akibat kemunculan varian Delta pada Juli 2021 lalu membawa ketidakpastian terkait situasi ke depan, meski saat ini tren kasus harian mulai turun dan mobilitas kembali naik.
”Masyarakat masih wait and see. Di tengah ketidakpastian yang tinggi, otomatis orang akan memilih menabung uang yang mereka miliki ketimbang membelanjakannya untuk kebutuhan yang tidak terlalu mendesak,” kata Tauhid saat dihubungi.
Oleh karena itu, meski ada peningkatan penjualan kendaraan bermotor, ia menilai, dampaknya tidak akan sesignifikan pada saat awal berlakunya kebijakan diskon PPnBM DTP 100 persen tersebut.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada Maret 2021, saat diskon baru berlaku, realisasi penjualan mobil domestik mencapai 84.900 unit. Namun, jumlah itu mengalami tren menurun pada bulan-bulan berikutnya. Pada April 2021, penjualan mobil domestik mencapai 78.900 unit, dan pada Mei 2021 menurun menjadi hanya 54.800 unit.
Penjualan kembali naik pada Juni 2021 menjadi 72.700 unit, tetapi menurun lagi pada Juli 2021 menjadi sebanyak 66.600 unit. Ini menunjukkan, dampak insentif PPnBM DTP tidak sesignifikan pada Maret 2021 meski tetap mampu menopang penjualan mobil agar tidak menukik terlalu tajam selama pandemi.
Menopang manufaktur
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan sektor manufaktur pada triwulan II-2021 lalu adalah pertumbuhan industri otomotif yang mencapai 45,7 persen lantaran ditopang oleh pemberian diskon PPnBM DTP 100 persen.
Data penjualan kendaraan roda empat di bawah 1.500 cc pada Januari-Agustus 2021 tercatat sebesar 175.000 unit. Jumlah itu meningkat 51 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Adapun untuk mobil di atas 1.500 cc, penjualannya pada Januari-Agustus 2021 mencapai 44.680 unit atau naik 64,4 persen dari tahun lalu.
Agus berharap perpanjangan diskon PPnBM DTP ini bisa mengembalikan indeks Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia ke jalur ekspansi atau berada di atas angka 50. Seperti diketahui, setelah delapan bulan berturut-turut mengalami ekspansi, indeks PMI Manufaktur sempat terkontraksi akibat mewabahnya varian Covid-19 Delta dan PPKM.
”Jika industri ekspansif dan optimistis menjalankan aktivitasnya, kami perkirakan pertumbuhan industri pada triwulan III-2021 akan jauh lebih baik,” katanya, Sabtu.
Ia juga meyakini efek pengganda (multiplier effect) dari kebijakan diskon PPnBM DTP ini cukup besar. Sebab, peningkatan pesanan kendaraan bermotor juga akan berdampak pada industri lain yang menunjang sektor otomotif, seperti sektor industri barang logam, industri logam dasar, industri karet, dan jasa keuangan.
Kemenperin memproyeksikan, perpanjangan stimulus PPnBM DTP akan menambah penjualan kendaraan sebanyak 35.553 unit. Penerimaan pajak juga diproyeksikan akan bertambah Rp 2,22 triliun dari penjualan mobil yang didukung stimulus PPnBM DTP tersebut.
”Ini juga dapat mendukung program peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor karena kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan local purchase komponen minimal 60 persen,” ujar Agus.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu meyakini, perpanjangan kebijakan itu akan menstimulasi pergerakan konsumsi masyarakat kelas menengah. Bagi masyarakat yang telanjur membeli kendaraan bermotor pada bulan September 2021 (sebelum diskon diperpanjang), kelebihan PPnBM dan/atau PPN akan dikembalikan (refund) oleh pengusaha yang melakukan pemungutan.
”Kebijakan ini tidak hanya berdampak signifikan pada sisi permintaan, tetapi juga produksi. Ini sangat krusial mengingat peningkatan sisi produksi juga memiliki dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja,” kata Febrio.