Selain menjangkau pasar yang lebih luas, upaya masuk ke ekosistem digital juga membuka peluang bagi pelaku UMKM mendapatkan akses pembiayaan yang lebih lebar, antara lain, melalui layanan teknologi finansial.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, menengah atau UMKM terus didorong untuk masuk dalam ekosistem digital. Melalui ekosistem digital, UMKM akan lebih mudah memasarkan produk jasanya serta memperoleh pendanaan dari lembaga keuangan. Hal ini bisa jadi solusi bagi pelaku UMKM untuk mempertahankan bisnisnya selama pandemi dan bahkan meningkatkan kapasitas usahanya.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar business matching bertajuk ”Digitalisasi Pembiayaan untuk UMKM”, Sabtu (18/9/2021). Hadir memberikan kata sambutan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Odo RM Manuhutu.
Turut hadiri sebagai pembicara Direktur Bisnis UMKM PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Muhammad Iqbal, Ketua Satuan Tugas Pengembangan Keuangan Syariah dan Ekosistem UMKM OJK Ahmad Buchori, Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, dan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) Bima Laga.
Ikhsan mengatakan, selama pandemi Covid-19, banyak UMKM yang omzetnya tersendat. Mereka bahkan menutup usahanya. Hal ini terjadi karena sebagian besar dari mereka masih mengandalkan penjualan fisik secara langsung atau luar jaringan/luring (offline).
”Di tengah perubahan cara hidup dan cara bekerja di masyarakat yang serba daring, UMKM pun diajak untuk mampu ikut beradaptasi dengan masuk ke dunia digital. Arah keramaian konsumen ke depannya ada di dunia daring (online),” ujar Ikhsan.
Berangkat dari kenyataan itu, Ikshan mengajak agar pelaku UMKM juga melebarkan sayapnya dengan masuk ke dunia digital. Ia menambahkan, dengan berada di dalam ekosistem digital, pelaku UMKM akan memiliki kemudahan dalam hal memasarkan produk dan jasanya. Selain itu, pelaku UMKM juga makin dekat dengan akses pendanaan secara digital dari lembaga keuangan.
Bima Laga menjelaskan, sejak pandemi yang mengharuskan kondisi serba digital, pihaknya bergerak cepat untuk menyiapkan UMKM agar bisa masuk dunia digital. Selama 14 Mei 2020-Agustus 2021 terdapat 7,9 juta UMKM yang sudah masuk dunia digital di dalam lokapasar yang menjadi anggota iDEA.
”Melalui dunia digital, mereka tak lagi hanya bergantung pada penjualan fisik yang menurun karena adanya pandemi. Kini mereka bisa mengakses pasar seluas-luasnya di dunia digital,” ujar Bima.
Wimboh menjelaskan, sektor UMKM merupakan tulang tunggung perekonomian Indonesia, yakni dengan kontribusi mencapai 57,24 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Maka, pendampingan dan perhatian kepada UMKM harus terus ditingkatkan. Salah satu upaya OJK merespons kondisi UMKM yang tertekan karena pandemi, OJK mengeluarkan kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan sampai dengan 31 Maret 2023.
”Kebijakan tersebut telah membantu 5,3 juta debitur UMKM dengan nominal kredit Rp 332 triliun di awal pandemi, yakni pada Juli 2020. saat ini sudah semakin menurun menjadi 3,58 juta debitur dengan nominal Rp 285 triliun,” ujar Wimboh.
Pendanaan digital
Selain memberikan restrukturisasi kredit perbankan bagi UMKM, OJK juga mendorong UMKM memperoleh pendanaan dari ekosistem digital. Berada di ekosistem digital tak hanya memberikan akses pemasaran yang lebih luas dan mudah, tetapi juga memudahkan pelaku UMKM untuk memperoleh akses pendanaan secara digital dari lembaga keuangan.
OJK sudah mengembangkan Bank Wakaf Mikro (BWM) yang berbasis digital untuk mendukung pembiayaan UMKM. Per September 2021 telah berdiri 61 BWM yang telah dirasakan manfaatnya oleh 47.600 nasabah dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 72 miliar.
Selain itu, OJK juga membuka akses pembiayaan UMKM melalui pendekatan peer to peerlending dan security crowdfunding (SCF). ”Hadirnya fintech (teknologi finansial) ini memberikan alternatif sumber pendanaan yang cepat, mudah, dan terjangkau, khususnya bagi kalangan generasi muda dan UMKM yang belum bankable,” ujar Wimboh.
Alternatif pendanaan UMKM dari akses digital juga ditawarkan bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) melalui Digital Kredit UMKM (DigiKU). ”Ini merupakan bentuk kolaborasi antara pemerintah dan bank Himbara memberikan manfaat yang sangat besar bagi pelaku UMKM,” ujar Odo.
Sejak diluncurkan pada Juli 2020, DigiKU telah menyalurkan pembiayaan UMKM sebesar Rp 2,45 triliun. Adapun target penyaluran hingga akhir 2021 sebesar Rp 4,2 triliun. Dengan terus bertumbuhnya pembiayaan DigiKU, pemerintah menargetkan pembiayaan UMKM sebesar Rp 19 triliun pada 2024.
Iqbal mengatakan, selain DigiKU, BNI juga memiliki sejumlah program pembiayaan UMKM melalui akses digital lewat program Expora. Program ini memberikan pembiayaan kepada UMKM yang berorientasi ekspor.