Paket Kecil Geliatkan Ekonomi ASEAN dan RI
Tak peduli dengan harga barang dalam paket yang lebih murah ketimbang ongkos kirim, paket kecil menggeliatkan ekonomi ASEAN dan RI. Pada 2019, pendapatan pasar paket kecil ini di ASEAN senilai 7,92 miliar dollar AS.
Pakeeet…, begitu suara kurir jasa pengiriman barang makin akrab terdengar di tengah pandemi Covid-19 ini. Tak peduli dengan harga barang dalam paket yang terkadang lebih murah ketimbang ongkos kirim, paket kecil telah menggerakkan ekonomi global, kawasan, dan sebuah negara.
Jasa pengiriman paket kecil (small-package delivery services/SPDS) menjadi salah satu materi hangat dalam Pertemuan Para Menteri Bidang Ekonomi ASEAN dan Pertemuan Lain yang Terkait di Brunei Darussalam yang digelar secara hibrida pada 8-15 September 2021. Pertumbuhan SPDS tersebut menjadi salah satu indikator pertumbuhan sekaligus pijakan pengembangan regulasi e-dagang di kawasan Asia Tenggara.
Dalam laporan bertajuk ”OECD Competitive Neutrality Reviews: Small-Package Delivery Services in ASEAN”, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mendefinisikan paket ini berdasarkan beratnya dan kemudahannya ditangani oleh satu orang tanpa menggunakan peralatan khusus. OECD juga menyebutkan, para pelaku logistik menggunakan batas maksimal berat paket kecil mulai dari maksimal 31,5 kilogram (kg) per paket dan 20 kg per paket (standar Universal Postal Union).
Adapun di kawasan ASEAN, belum ada definisi paket kecil yang seragam. Layanan pos nasional setiap negara anggota membedakan paket kecil dengan berat hingga 2 kg dan parsel dengan berat hingga 20 kg.
Merujuk pada kategori ini, total pendapatan pasar ASEAN untuk pengiriman kurir, ekspres, dan parsel (CEP) pada 2019 sebesar 7,92 miliar dollar AS. Dengan rata-rata pertumbuhan tahunan 13,49 persen, pada 2025 nilainya bisa mencapai 16,91 miliar dollar AS. Perdagangan grosir dan eceran, serta industri manufaktur berkontribusi berhadap pertumbuhan pasar SPDS ini, masing-masing sebesar 25 persen dan 26 persen.
Pada 2019, pasar SPDS Indonesia menyumbang 2,37 miliar dollar AS atau sekitar 30 persen dari total pendapatan sektor SPDS ASEAN, diikuti Malaysia (18 persen) dan Thailand (17 persen). Pada 2025, pendapatan pasar SPDS Indonesia diperkirakan akan mencapai 5 miliar dollar AS pada 2025 dengan rata-rata pertumbuhan tahunan 16 persen.
”Segmen pasar ini merupakan bagian penting dari industri logistik karena perannya dalam ekspansi e-dagang yang pesat karena pertumbuhannya dipercepat oleh pandemi Covid-19. Kami juga melihat peran penting badan usaha milik negara dalam pengembangan segmen pasar ini,” kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann melalui siaran pers.
Total pendapatan pasar ASEAN untuk pengiriman kurir, ekspres, dan parsel (CEP) pada 2019 sebesar 7,92 miliar dollar AS. Pasar SPDS Indonesia menyumbang 2,37 miliar dollar AS atau sekitar 30 persen dari total pendapatan itu.
Pos dan UKM ASEAN
Untuk itu, OECD merekomendasikan agar ASEAN terus meningkatkan integrasi antara logistik dengan e-dagang. Termasuk di dalamnya juga melibatkan pelaku usaha kecil menengah (UKM) dan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di sektor logistik untuk menggarap pasar SPDS tersebut di tengah persaingan dengan perusahaan-perusahaan logistik lain.
Sejumlah perusahaan logistik swasta, baik lokal, regional, maupun internasional, telah berperan aktif aktif di pasar SPDS ASEAN. Hal ini termasuk DHL, JNE Express, Kerry Express, FedEx, UPS, dan Citra Van Titipan Kilat (TIKI) yang melekat dengan perusahaan-perusahaan e-dagang besar. Di sisi lain, persaingan di sektor logitistik e-dagang itu juga semakin ketat seiring dengan bertumbuhanya jasa layanan logistik yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan e-dagang tersebut.
OECD juga menyebutkan, pada 2019, beberapa BUMN sejumlah negara di ASEAN juga masuk dalam 10 besar pemain di sektor SPDS ASEAN, yaitu Singapore Post, Thailand Post, Vietnam Post, dan Pos Malaysia. Adapun PT Pos Indonesia (Persero) dinilai perlu lebih mengoptimalkan asetnya yang tersebar hingga pelosok daerah untuk menumbuhkan e-dagang, khususnya pasar SPDS Indonesia.
Pangsa pasar SPDS Pos Indonesia diperkirakan bakal tumbuh 15 persen. Hampir 62 persen dari total pendapatan Pos Indonesia berasal dari bisnis surat (42 persen) dan parsel (58 persen). Bisnis pengiriman surat perseroan itu mulai turun 3 persen pada 2018, sedangkan pengiriman paket meningkat 31 persen.
Pada 2019, beberapa BUMN sejumlah negara di ASEAN juga masuk dalam 10 besar pemain di sektor SPDS ASEAN, yaitu Singapore Post, Thailand Post, Vietnam Post, dan Pos Malaysia. Pos Indonesia dinilai perlu lebih mengoptimalkan asetnya yang tersebar hingga pelosok daerah untuk menumbuhkan pasar SPDS.
Dalam kunjugannya di Kantor PT Pos Indonesia (Persero) di Bogor, Jawa Barat, pada 11 September 2021, Menteri BUMN Erick Thohir berharap agar PT Pos Indoensia mengoptimalkan aset-asetnya yang berada di lokasi-lokasi strategis untuk menjadi sentral distribusi e-dagang.
”Titik-titik lokasi aset Pos Indonesia ini luar biasa dan memiliki keunggulan sebagai sentral distribusi dengan titik tercepat dan terdekat,” ujar Erick dalam siaran pers di Jakarta.
Saat ini, PT Pos Indonesia memiliki sekitar 24.000 titik layanan yang menjangkau seluruh kabupaten/kota, hampir seluruh kecamatan dan sekitar 42 persen kelurahan/desa, serta 940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia. PT Pos Indonesia juga telah memiliki 4.800 kantor pos daring di beberapa kota besar.
Lihat juga:
Google, Temasek, dan Bain dalam laporannya ”e-Conomy SEA 2020” menunjukkan, transaksi bruto perdagangan barang melalui e-dagang di Asia Tenggara pada 2020 senilai 62 miliar dollar AS, meningkat 63 persen secara tahunan. Pada 2025, transaksinya diperkirakan naik 23 persen menjadi 172 miliar dollar AS. Lebih dari sepertiga transaksi e-dagang itu berasal dari konsumen baru.
Laporan itu juga menyebutkan, nilai ekonomi digital di Asia Tenggara mencapai 105 miliar dollar AS pada 2020. Sebanyak 44 miliar dollar AS di antaranya disumbang oleh Indonesia. Nilai ekonomi digital Indonesia tersebut tumbuh 11 persen secara tahunan.
Web Retailer menyebutkan, ada 10 e-dagang besar yang digemari kosumen di Asia Tenggara berdasarkan rata-rata jumlah pengunjung per bulan. Mereka adalah Shopee dengan 197,8 juta pengunjung, Lazada 161 juta pengunjung, Tokopedia 72,4 juta pengunjung, Bukalapak 26,8 juta pengunjung, Tiki (Vietnam) 22 juta pengunjung, Blibli 15,8 juta pengunjung, Sendo (Vietnam) 11,4 juta pengunjung, Zalora 7,6 juta pengunjung, Qoo10 (Singapura) 7 juta pengunjung, dan Amazon 3 juta pengunjung.
Untuk meningkatkan perdagangan secara elektronik, ASEAN telah memiliki Perjanjian ASEAN tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE). Perjanjian yang ditandatangani pada 22 Januari 2019 di Vietnam tersebut merupakan bagian dari Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025.
Perjanjian itu memiliki 19 pasal yang mengatur tentang fasilitas e-dagang lintas negara, keamanan siber, pembayaran elektronik, logistik, transparansi, dan penyelesaian sengketa. Parlemen RI telah mengesahkan Undang-Undang tentang Persetujuan Perjanjian ASEAN tentang PMSE itu dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 7 September 2021.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia akan semakin berpeluang besar menggarap pasar ASEAN melalui e-dagang. Apalagi Indonesia merupakan penyumbang perusahaan rintisan (start up) unicorn di kawasan ASEAN. Dari 12 unicorn di ASEAN, lima di antaranya berasal sari Indonesia, yaitu Tokopedia, Gojek, Ovo, Bukalapak, Traveloka.
Implementasi Perjanjian ASEAN tentang PMSE itu juga diharapkan dapat menjadi salah satu cara bagi Indonesia untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca Covid-19. ”Hal itu dapat diwujudkan melalui peningkatan nilai perdagangan barang melalui e-dagang, daya saing pelaku usaha dalam negeri khususnya UKM, dan paritisipasi dalam rantai nilai global,” katanya.
Baca juga :