Pertanian Penyangga Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara di Masa Pandemi Covid-19
Pertanian menjadi penyangga ekonomi di Bali dan Nusra ketika sektor industri dan jasa terdampak pandemi Covid-19. Dalam seminar daring, Selasa (14/9/2021), daerah perlu mengembangkan pertanian berbasis teknologi.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Ketika sektor pariwisata sebagai penggerak utama ekonomi daerah terganggu akibat pandemi Covid-19, sektor pertanian menjadi penyangga dominan bergeraknya ekonomi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pemerintah bersama kalangan perguruan tinggi di Bali dan Nusa Tenggara dengan didukung perbankan berperan membangun pertanian agar menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki kemampuan bertahan dan keberlanjutan.
Adapun pertanian yang dibangun dan dikembangkan di daerah tidak hanya mempertahankan pertanian konvensional, tetapi juga mengembangkan ekosistem pertanian 4.0 atau pertanian modern dengan memanfaatkan dan menerapkan aspek kemajuan teknologi, termasuk internet.
Hal itu dibahas dalam seri seminar tentang transformasi ekonomi Bali dan Nusa Tenggara dengan topik ”Bali Nusra Menuju Pertanian 4.0”, yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali secara dalam jaringan (daring), Selasa (14/9/2021).
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi mengatakan, sektor pertanian menunjukkan kinerja positif di tengah melambatnya sejumlah sektor ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Bank Indonesia bersama pemerintah terus bekerja keras demi mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Rosmaya menambahkan, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan memiliki potensi besar dan masih dapat dioptimalkan, termasuk untuk komoditas ekspor.
”Digitalisasi di sektor pertanian menjadi suatu keniscayaan untuk mendorong pengelolaan pertanian lebih baik, mulai dari sisi hulu maupun di hilir,” kata Rosmaya dalam seminar secara daring itu.
Seri seminar secara daring yang diselenggarakan Kantor Perwakilan BI Bali itu menghadirkan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat, dan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati untuk memaparkan visi daerah, kebijakan, dan strategi di masing-masing provinsi.
Selain dari kepala daerah, seminar itu juga menghadirkan sejumlah pembicara lain, di antaranya Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Arifin Rudiyanto serta Guru Besar Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Firdaus.
Dalam sambutannya, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan, sektor pertanian juga berperan memberikan lapangan kerja di masa pandemi Covid-19. Ketika sektor industri dan jasa terkendala akibat pandemi Covid-19, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang semula bekerja di sektor industri maupun sektor jasa.
Dalam kondisi normal sebelum pandemi Covid-19, menurut Trisno, sektor pertanian menyerap 23 persen penduduk usia kerja di Bali, 35 persen penduduk usia kerja di NTB, dan 54 persen penduduk usia kerja di NTT. Adapun lapangan usaha pertanian berkontribusi 15 persen pada produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Bali, 23 persen terhadap PDRB Provinsi NTB, dan 29 persen terhadap PDRB Provinsi NTT.
Digitalisasi di sektor pertanian menjadi suatu keniscayaan untuk mendorong pengelolaan pertanian lebih baik, mulai dari sisi hulu maupun di hilir. (Rosmaya)
Tantangan dan peluang
Pengembangan sektor pertanian menjadi penyangga kokoh ekonomi daerah, khususnya di Bali dan Nusra, dinilai masih menghadapi kendala, seperti pemanfaatan teknologi pertanian masih rendah sehingga mempengaruhi produksi. Termasuk sumber daya manusia di sektor pertanian yang umumnya berusia di atas 45 tahun dan tingkat pendidikan rendah, dan kelembagaan pun g belum optimal serta pemasaran.
Menurut Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas, secara nasional, sumber daya manusia (SDM) di sektor pertanian membutuhkan regenerasi karena sekitar 64,2 persen petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun dan mayoritas dari mereka adalah lulusan Sekolah Dasar.
Jadi, peningkatan kapasitas SDM sektor pertanian dinilai penting dan strategis dalam upaya membangun dan mengembangkan pertanian modern berbasis teknologi informasi dan teknologi digital.
Arifin menambahkan, pertanian di daerah juga dikembangkan ke dalam rantai pasok sektor industri, termasuk bagi pariwisata yang tetap menjadi penggerak utama ekonomi daerah di Bali dan Nusa Tenggara.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan, sektor pertanian di Bali tetap mendapat perhatian pemerintah. Gubernur Bali sudah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 yang mengatur pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian, perikanan, dan industri lokal Bali.
Tjok Ace menyebutkan, pariwisata dan pertanian di Bali saling tergantung dan saling membutuhkan, ibaratnya dua sisi pada sekeping uang.
Adapun Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan, pembangunan sektor pertanian di provinsi seluas 47.932 kilometer persegi ini juga membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk perguruan tinggi dan lembaga keuangan. Saat ini masih kecil investasi yang ditanamkan di sektor pertanian karena dipandang berisiko tinggi. Senada dengan Tjok Oka, Viktor juga menyatakan pertanian dan pariwisata di NTT juga saling membutuhkan.
Sementara itu, Pemprov NTB juga sedang membangun sektor pertanian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar semakin beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan dunia digital. Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan, daerah dengan luas wilayah 20.153 kilometer persegi ini didukung Kantor BI Provinsi NTB membangun infrastruktur ekonomi digital terintegrasi di Mahadesa. Langkah ini sebagai upaya nyata mendorong UMKM bertumbuh dan naik kelas dengan menghasilkan produk berkualitas.