Sistem Pembayaran Digital Makin Terintegrasi ke Jaringan Global
Integrasi penyedia gerbang pembayaran atau dompet elektronik ke sistem gerbang pembayaran internasional mempermudah konsumen bertransaksi belanja barang/jasa di platform e-dagang dari mana pun.
Oleh
Caecilia Mediana
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pedagang daging menerima pembayaran dengan menggunakan uang elektronik di Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan, Senin (26/10/2020). Sistem pembayaran berbasis server atau dompet digital ini memudahkan transaksi bagi pedagang dan pembeli.
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran platform e-dagang yang memudahkan pembelanjaan barang dan jasa lintas negara merupakan keniscayaan di tengah pesatnya perkembangan ekonomi digital. Metode pembayaran digital memegang peran krusial dalam pengambilan keputusan bertransaksi. Oleh karena itu, integrasi sistem menjadi kebutuhan guna memudahkan konsumen.
Penyedia infrastruktur gerbang pembayaran berkantor pusat di London, PPRO, pada Selasa (7/9/2021), misalnya, mengumumkan JeniusPay dan LinkAja telah terintegrasi di sistemnya, menyusul dompet elektronik Doku dan Ovo yang sudah lebih dulu terintegrasi. Dengan demikian, lebih dari 100 perusahaan penyedia layanan pembayaran digital di dunia, termasuk GrabPay, AliPay, WeChat Pay, dan BLIK, tergabung di sistem PPRO.
Global Head of Payment Networks PPRO Kelvin Phua mengatakan, PPRO baru aktif di Indonesia sejak tahun 2020. Sejak itu, PPRO berusaha mengajak pemain metode pembayaran digital terintegrasi ke sistem PPRO.
Chief International Partnership PT Nusa Satu Inti Artha (Doku) Alison Jap melalui sambungan video, Rabu (8/9/2021), di Jakarta, menyampaikan, keunikan masyarakat Indonesia terletak pada preferensi metode pembayaran digital yang terfragmentasi. Sebagai ilustrasi, satu lokapasar (marketplace) menawarkan pembayaran transaksi belanja mulai dari transfer bank, kartu debit/kredit, hingga aneka dompet elektronik. Perbedaan kelompok usia, kelas ekonomi, dan lokasi geografis memengaruhi keberagaman preferensi metode pembayaran digital.
”Di tingkat internasional, umumnya layanan belanja barang atau konten secara daring hanya menawarkan metode pembayaran digital melalui kartu kredit. Di Indonesia, hanya 17 juta orang mempunyai kartu kredit. Sementara potensi konsumen layanan digital di Indonesia lebih besar dari sebatas itu (pengguna kartu kredit)," ujarnya.
Integrasi tersebut, kata Alison, akan semakin memudahkan perusahaan penyedia layanan pembayaran atau jenama internasional untuk masuk dan meningkatkan penjualan di pasar lokal mana pun, termasuk Indonesia.
Kompas/Priyombodo
Suasana di kantor perusahaan pembayaran elektronik Doku di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Ekosistem ekonomi digital Indonesia semakin matang seiring pesatnya pertumbuhan industri digital Tanah Air.
Berdasarkan survei yang dilakukan agensi multinasional riset pasar Kadence International bertajuk ”Penggunaan dan Perilaku Pengguna Pembayaran Digital dan Layanan Keuangan di Indonesia”(30/8/2021), 44 persen dari 1.000 responden yang disurvei bulan Juli 2020 menggunakan layanan pembayaran digital setidaknya empat kali dalam seminggu untuk membayar lima jenis transaksi daring. Kelima jenis transaksi yang dimaksud adalah pembelian pulsa layanan seluler, transportasi, pemesanan makanan, belanja barang, dan bayar tagihan.
Sebanyak 1.000 responden itu berasal dari kelompok usia 18- 24 tahun (25 persen), 25-19 persen (18 persen), 30-34 tahun (18 persen), 35-39 tahun (18 persen), dan 40-45 tahun (20 persen). Mereka berdomisili di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, dan Palembang. Sebanyak 58 persen responden berlatar belakang kelas menengah.
Rata-rata satu responden mengetahui lima sampai enam merek dompet elektronik. Rata-rata responden pernah menggunakan tiga sampai empat kali aplikasi dompet elektronik. Dalam satu bulan terakhir, rata-rata responden memakai dua-tiga kali aplikasi dompet elektronik. Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi pembayaran digital meningkat dari Rp 145 triliun di 2019 menjadi Rp 205 triliun di 2020.
Head of Corporate Communications Ovo Harumi Supit, secara terpisah, mengatakan, selama pandemi Covid-19, aktivitas berbelanja barang di platform e-dagang meningkat. Hal ini memengaruhi kenaikan transaksi memakai metode pembayaran digital. Di Ovo, misalnya, volume transaksi di Ovo selama paruh pertama 2021 naik 76 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
”Ovo kini telah menjadi pilihan metode pembayaran digital di sejumlah platform e-dagang, yaitu Bhinneka.com, Blibli.com, Lazada Indonesia, Sayurbox, Sociolla, dan Zalora Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, pemberlakuan Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik akan meningkatkan peluang meraup transaksi pembayaran digital lintas batas negara. Bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau perusahaan teknologi finansial bidang pembayaran, situasi itu juga jadi ajang memperluas pangsa pasar.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi berpendapat, integrasi beberapa penyedia layanan gerbang pembayaran atau dompet elektronik Indonesia ke sistem PPRO akan mampu menambah persaingan di lini bisnis layanan jasa pembayaran. Integrasi PPRO juga membuka kemungkinan pengguna gerbang pembayaran bisa bertransaksi secara internasional.
Akan tetapi, integrasi seperti itu dinilai akan lebih menguntungkan konsumen untuk berbelanja di berbagai platform e-dagang luar negeri apabila dibandingkan dengan transaksi dari pengusaha dalam negeri. Sebab, ini berkaitan dengan platform e-dagang Indonesia yang belum cukup mempunyai cakupan dan pasar di luar negeri. Penyedia platform e-dagang lokapasar lintas negara, seperti Lazada dan Shoppee, pun membatasi cakupan barang yang dapat dibeli di laman setiap negara.
Platform e-dagang Indonesia yang belum cukup mempunyai cakupan dan pasar di luar negeri. Penyedia platform e-dagang lokapasar lintas negara, seperti Lazada dan Shoppee, pun membatasi cakupan barang yang dapat dibeli di laman setiap negara.
”Oleh karena itu, selama belum cukup ada pemilik platform e-dagang yang mampu memasarkan barang Indonesia ke luar negeri melalui jaringannya, pembukaan gerbang pembayaran cenderung lebih berdampak pada sisi konsumsi dibandingkan produksi,” ujarnya.
Sementara dalam implementasi QRIS lintas batas negara, Bank Indonesia sudah bekerja sama dengan Bank Sentral Thailand. Konsumen dan pedagang di kedua negara akan dapat melakukan dan menerima pembayaran QR lintas batas instan untuk barang dan jasa. Koneksi ini menghubungkan operator sistem pembayaran ritel di kedua negara. Pengguna dari Indonesia sekarang dapat menggunakan aplikasi pembayaran seluler untuk memindai kode QR Thailand untuk melakukan pembayaran ke merchant di seluruh Thailand.
Kompas/Priyombodo
Tanda penerimaan pembayaran dengan penggunaan kode baca cepat (QR Code) di salah satu gerai kopi di pusat perbelanjaan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (19/8/2019). Bank Indonesia meluncurkan Standar Kode Baca Cepat Indonesia atau QRIS yang berlaku bagi sistem pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, dan perbankan bergerak yang efektif diimplementasikan pada Januari 2020. Pedagang, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, menjadi target awal penerapan QRIS.
Demikian pula, pengguna dari Thailand kini dapat menggunakan aplikasi pembayaran mobile untuk memindai QRIS untuk pembayaran barang dan jasa di Indonesia dan juga menggunakan layanan ini untuk transaksi e-dagang lintas batas. Layanan ini akan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dan Thailand yang melakukan transaksi lintas batas, seperti wisatawan.
Menurut dia, hasil signifikan yang diharapkan dari proyek pembayaran lintas batas pertama itu bukan hanya untuk memfasilitasi transaksi di sektor pariwisata, melainkan juga untuk membantu UMKM di sektor yang sama. Interkoneksi pembayaran QR ini juga akan meningkatkan inklusi keuangan, ekonomi digital inklusif, dan transaksi di platform e-dagang.
”Layanan itu semestinya mampu membantu bisnis jual-beli barang secara daring selama masa pandemi Covid-19. Lebih penting lagi, koneksi pembayaran lintas batas, misalnya dengan negara-negara di ASEAN akan berkontribusi pada transformasi digitalisasi ekonomi regional,” imbuh Josua.