Sinergi Pengelolaan Kas Negara Akan Terus Diperkuat
Pemerintah akan konsisten melakukan sinergi dan koordinasi yang intensif, baik antar unit pemerintah maupun dengan BPK, dalam pengelolaan kas negara pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pemanfaatan instrumen fiskal untuk penanganan pandemi Covid-19, laporan keuangan pemerintah pusat di tahun 2020 mendapat predikat wajar tanpa pengecualian. Koordinasi dan sinergi dalam pengelolaan kas negara ke depannya akan terus diperkuat untuk menopang proses pemulihan ekonomi.
DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2APBN) Tahun Anggaran 2020 menjadi Undang-Undang P2APBN pada Selasa (7/9/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengesahan UU P2APBN menjadi wujud dari akuntabilitas pertanggungjawaban pemerintah dalam menggunakan keuangan negara kepada masyarakat. Dalam menjalankan APBN 2020, pemerintah selalu bertindak sesuai dengan dasar hukum dan terus menjaga akuntabilitas APBN.
Pemerintah senantiasa menjaga komitmen tata kelola keuangan negara yang baik dalam rangka perbaikan pengelolaan keuangan negara secara efektif, komprehensif, dan sesuai peraturan perundang-undangan. (Sri Mulyani)
”Di tengah situasi sulit, pemerintah senantiasa menjaga komitmen tata kelola keuangan negara yang baik dalam rangka perbaikan pengelolaan keuangan negara secara efektif, komprehensif, dan sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Sri Mulyani dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (8/9/2021).
Komitmen tersebut, lanjutnya, berbuah perolehan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020.
Pemerintah akan konsisten melakukan sinergi dan koordinasi yang intensif, baik antarunit pemerintah maupun dengan BPK, dalam pengelolaan kas negara pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Kementerian Keuangan juga akan terus melakukan pendampingan dan asistensi kepada seluruh kementerian dan lembaga.
”Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara agar tata kelola keuangan negara semakin baik dan efektif. Pertanggungjawaban APBN diharapkan akan semakin berkualitas, transparan, dan akuntabel,” ujar Sri Mulyani.
Realisasi pendapatan negara 2020 sebesar Rp 1.647,7 triliun atau 96,9 persen dari targetnya, Rp 1.699,9 triliun. Di sisi lain, realisasi belanja negara tercatat senilai Rp 2.595,4 triliun atau 94,7 persen dari target Rp 2.739,1 triliun. Lewat realisasi tersebut, defisit APBN 2020 yang diperkirakan mencapai Rp 1.039,2 triliun, realisasinya sebesar Rp 947,6 triliun.
Sementara itu, realisasi pembiayaan utang Rp 1.193,2 triliun atau 114,8 persen dari proyeksi Rp 1.039,2 triliun. Dengan demikian, sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) pada 2020 tercatat Rp 245,6 triliun.
Kepala Badan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, pemerintah masih akan menghadapi tantangan pengelolaan APBN pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan seiring dengan perkembangan proses pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
”Dalam menghadapi tantangan ke depan pemerintah perlu terus menjalin koordinasi dan sinergi yang baik antara pengelola keuangan, seluruh kementerian dan lembaga, serta antara pusat dan daerah,” kata Hadiyanto dalam acara bertajuk ”Kemenkeu Corpu Talk” secara virtual, Rabu.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga perlu menyiapkan antisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN di tahun 2021 dan di masa yang akan datang.
Dia menjelaskan, opini audit BPK atas LKPP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat.
Opini audit ini menggunakan empat kriteria utama, yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan sesuai dengan pengungkapan yang diatur di dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.
Sementara itu, dalam diskusi ekonomi harian Kompas, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pada 2021, APBN tidak lagi jadi satu-satunya tulang punggung pertumbuhan ekonomi karena konsumsi pemerintah tak lagi jadi penopang utama perekonomian.
”Komponen penopang lain sudah ikut tumbuh hingga semester pertama dan memperkuat perekonomian. Ini yang diharapkan bisa dilanjutkan hingga akhir tahun,” kata Febrio.