Hasil evaluasi Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus pada Mei 2021, dari total 15 kawasan ekonomi khusus yang dinilai, tiga berjalan baik dengan realisasi investasi sesuai dengan target.
Oleh
Agnes Theodora/Kristian Oka Prasetyadi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat mengevaluasi kemajuan kawasan ekonomi khusus. Pelaksanaan yang optimal dan studi secara cermat di awal perencanaan sebelum penetapan lokasi memegang peranan penting kemajuan kawasan.
Hasil evaluasi Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada Mei 2021, dari total 15 KEK yang dinilai, tiga berjalan baik dengan realisasi investasi sesuai dengan target. Untuk kategori yang telah beroperasi, ada KEK Galang Batang di Kepulauan Riau (pengolahan bauksit dan logistik) serta KEK Mandalika di Nusa Tenggara Barat (pariwisata). Untuk KEK dalam pembangunan, ada KEK Kendal di Jawa Tengah (tekstil, furnitur, makanan-minuman, otomotif, dan elektronik).
”Sudah kami petakan, mana KEK maju, mana berkembang, tetapi lambat, dan mana tak berkembang. Kalau kendalanya faktor eksternal, bisa dimaklumi, tetapi kalau faktor internal akibat ketidakmampuan manajemen disikapi berbeda,” ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Dewan Nasional KEK Elen Setiadi, Senin (6/9/2021).
Menurut hasil evaluasi, pembebasan lahan di KEK Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) belum selesai sesuai jadwal. Rekomendasi pencabutan status KEK di lokasi itu sudah diserahkan Dewan Nasional KEK kepada Presiden Joko Widodo.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, jumlah KEK tak perlu terlalu banyak seperti saat ini jika pelaksanaannya tak optimal. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kinerja KEK lambat. Selain dampak pandemi Covid-19, ada persoalan mendasar, seperti studi kurang cermat di awal perencanaan sebelum penetapan suatu lokasi sebagai KEK.
Mematangkan rencana
Diresmikan pada 2019, KEK Likupang di Sulawesi Utara belum mulai dibangun dan masih mematangkan rencana induk. ”Kami dalam penyusunan masterplan,” kata Paquita Wijaya, Direktur PT Minahasa Permai Resort Development (MPRD), pengembang kawasan, saat dihubungi dari Manado.
PT MPRD merencanakan investasi Rp 11 triliun hingga 2024, tetapi sejauh ini baru satu konsorsium berencana masuk. Padahal, dari sisi sarana pendukung, Balai Pengelola Jalan Nasional XV Manado telah merampungkan jalan 45,47 kilometer. Tiang-tiang lampu jalan juga sudah didirikan.
Pemerintah pusat juga telah membangun 205 penginapan (homestay) di tiga desa yang masuk dalam KEK. Rumah itu diberikan cuma-cuma kepada warga.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, KEK Likupang diharapkan menyerap 65.300 tenaga kerja hingga tahun 2040. Kawasan tersebut diharapkan menarik 162.000 wisatawan mancanegara pada 2025.
Di Aceh, setelah diresmikan empat tahun silam, KEK Arun masih menghadapi kendala status lahan dan minimnya penyertaan modal awal dari konsorsium. Badan Usaha Pembangunan dan Pengelola (BUPP) KEK Arun, PT Patriot Nusantara Aceh (Patna), pun tak bisa bekerja maksimal.
Direktur PT Patna Marzuki Daham mengatakan, besaran modal awal yang disetor Rp 12,5 miliar. Uang telah habis untuk sewa kantor, gaji staf, dan biaya operasional. ”Gaji staf PT Patna tertunggak, tetapi kami tetap bekerja. Ada harapan KEK Arun akan berkembang,” ujarnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh Marthunis mengatakan, realisasi investasi KEK Arun Rp 3,1 triliun, sementara target Rp 15 triliun.
Sampai 16 Juli 2021, terdapat 19 KEK, 11 di antaranya berbasis industri, sisanya jasa atau pariwisata. Yang paling baru ditetapkan ialah KEK Gresik
(JIIPE), 28 Juni lalu. JIIPE telah memiliki 15 tenant, di antaranya PT Freeport Indonesia.