Menimbang “Right Issue” BRI, Investor Ritel Dapat Apa?
Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia mencari pendanaan segar melalui hak memesan efek terlebih dahulu atau ”right issue” pada semester II-2021. Apa yang didapatkan oleh investor ritel dari aksi korporasi tersebut?
Oleh
Joice Tauris Santi
·6 menit baca
Pada September ini, ada beberapa bank yang melakukan penawaran saham terbatas dengan mekanisme penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau PMHMETD/right issue. Right issue memberikan kesempatan kepada para pemegang saham saat ini menambah kepemilikannya dengan membeli saham baru. Ini merupakan penawaran, bukan kewajiban investor untuk membeli. Bank-bank memerlukan tambahan modal untuk memperluas bisnis.
Right issue terbesar bulan ini akan dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, merupakan right issue terbesar sepanjang sejarah bursa saham kita. ”Jumlah saham baru yang akan diterbitkan sebanyak-banyaknya 28,2 miliar saham. Dana yang diperoleh perseroan dari hasil PMHMETD I ini setelah dikurangi semua biaya emisi akan digunakan untuk pembentukan holding BUMN ultra mikro,” kata Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan BRI, dalam keterbukaan informasi yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) akhir pekan lalu.
Harga pelaksanaan rights issue ditetapkan Rp 3.400 per saham. Harga ini lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar saham Bank BRI akhir pekan lalu, yakni Rp 3.930. Batas akhir perdagangan pasar reguler dan negosiasi saham rights issue (cum rights) jatuh pada 7 September 2021 atau hari ini. Artinya, investor yang sudah memiliki saham BRI hingga tanggal tersebut berhak membeli saham dalam rights issue ini. Setiap pemegang 100 lembar saham perusahaan berhak membeli sekitar 23 lembar saham baru.
”Para investor, apalagi yang pemula, sebaiknya memahami bahwa right issue ini merupakan penawaran, bisa diambil bisa tidak. Jika ada yang belum jelas dengan proses dan teknis right issue ini dapat menanyakan kepada sekuritas masing-masing,” kata Luqman El Hakiem, pendiri komunitas investor ritel Sahamologi, Minggu (5/9/2021), dalam bincang-bicang mengenai right issue saham BRI dengan anggota komunitas.
Para analis dan pengamat pasar modal mengemukakan berbagai tanggapan atas aksi korporasi besar ini. Valuasi Penanaman Modal Madani (PNM) dan Pegadaian pun dianggap wajar.
”Saya positif dengan pengambilalihan ini karena akan terbentuk sinergi yang positif di antara mereka. Inbreng juga dilakukan pada valuasi yang cukup wajar di 1,75 kali. Hanya saja, karena nilai rights issue ini besar, selain inbreng Rp 54,8 triliun juga disertai dengan tambahan Rp 41 triliun dari porsi masyarakat, maka dalam jangka waktu pendek terjadi tekanan pada saham BRI,” kata Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma.
Namun, setelah rights issue ini selesai, kata Suria Dharma, seharusnya potensi kenaikan harga saham cukup tinggi karena struktur modal lebih kuat sehingga diperkirakan meningkatkan pula potensi pertumbuhan kredit.
Jika seluruh saham baru itu terserap, BRI akan mendapatkan dana segar senilai Rp 41 triliun, ditambah dua perusahaan setoran inbreng dari pemerintah yang dinilai Rp 54,8 triliun.
Jika seluruh saham baru itu terserap, BRI akan mendapatkan dana segar senilai Rp 41 triliun, ditambah dua perusahaan, yaitu PNM dan Pegadaian yang merupakan setoran inbreng dari pemerintah yang dinilai Rp 54,8 triliun. Dana itu dimanfaatkan untuk membentuk Holding BUMN Ultra mikro dengan Pegadaian dan PNM.
Pemerintah akan melaksanakan seluruh haknya dengan porsi kepemilikan pemerintah di BRI sebesar 56,75 persen, tetapi tidak menyetorkan uang tunai. Caranya dengan menyetorkan modal dalam bentuk nontunai atau inbreng, yaitu menyerahkan aset berupa PNM dan Pegadaian.
Pengamat pasar modal dan pendiri komunitas investor Indonesia Superstock Community, Edhi Pranasidhi, mengatakan, penggabungan PNM dan Pegadaian ke BRI akan meningkatkan jumlah nasabah dari 15 juta orang menjadi 29 juta orang pada tahun 2024. Holding ini diharapkan juga akan memperluas layanan perbankan ke masyarakat yang selama ini belum tersentuh. Biaya kredit untuk sektor ultramikro pun akan dapat diturunkan. Literasi keuangan nasional juga diharapkan meningkat.
Para investor juga perlu memeriksa bagaimana kira-kira kinerja keuangan BRI sebelum dan sesudah diterbitkan saham baru ini. Edhi memaparkan total nilai ekuitas BRI saat ini sekitar Rp 200 triliun. Nilai buku per saham setara dengan Rp 1.690. Price to book value sebesar 2,32 kali dan price to earning ratio (PER) sebesar 18,7 kali. Laba per saham pada 2021 diperkirakan Rp 209.
Karena dana yang dihimpun dari penerbitan saham baru ini akan digunakan untuk ekspansi bisnis, tentu ada perkiraan perubahan fundamendal BRI pasca-right issue. Setelah right issue, ekuitas diperkirakan meningkat jadi Rp 302 triliun. Nilai buku per saham pun naik jadi Rp 2.000 per saham. Price to book value (PBV) meningkat jadi 1,97 kali dengan price to earning ratio (PER) menjadi 21 kali. Price to book value merupakan ukuran yang berfungsi untuk menentukan apakah sebuah saham murah atau mahal.Laba per saham diperkirakan Rp 187 dengan PER sebesar 21 kali. Pada umumnya, nilai PBV yang lebih rendah merupakan indikator bahwa saham masih murah. Sementara price to earning ratio merupakan rasio pendapatan per saham dengan harga pasar terhadap pertumbuhan penghasilan. PER perusahaan dapat dibandingkan dengan PER industrinya.
Untuk prognosa fundamental BRI pada tahun 2022, Edhi memperkirakan aset akan menjadi Rp 1.538 triliun, dengan ekuitas Rp 308 triliun. Nilai buku per saham menjadi Rp 2.010 dengan laba bersih diperkirakan sebesar Rp 35 triliun. Perkiraan price to book value menjadi 1,954 kali dengan PER 16,9 kali.
Bukopin dan MNC
Selain BRI, Bank KB Bukopin Tbk juga merencanakan melakukan rights issue sebanyaknya 35,15 miliar. Dalam keterbukaan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia, disebutkan bahwa penawaran akan diberikan kepada pemegang saham yang tercatat per 27 September 2021.
Setiap pemilik 500 saham lama berhak memperoleh 538 right issue ini. Namun, pemegang saham lama, yaitu PT Bosowa Corporindo, tidak boleh mengambil haknya. Hal tersebut ditetapkan dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK nomor 56/KDK.03/2021 tentang Perubahan Keputusan Dewan Komisioner Nomor 64/KDK.03/2020. Dana yang didapatkan akan dialokasikan untuk menyalurkan kredit pada segmen usaha kecil dan menengah serta kredit konsumen.
Bank MNC akan menambah saham baru melalui rights issue dengan target 14 miliar saham dengan harga Rp 318 per saham.
Bank lain yang akan melakukan aksi korporasi serupa adalah Bank MNC International Tbk. Bank MNC akan menambah saham baru melalui rights issue dengan target 14 miliar saham dengan harga Rp 318 per saham. Jika seluruh penawaran ini diserap, akan terkumpul dana sebesar Rp 4,5 triliun.
Hanya saja, pemilik saham lama, yaitu PT MNC Kapital Indonesia Tbk, hanya akan menyerap saham baru senilai Rp 200 miliar. ”Akan ada investor strategis yang masuk melalui private placement,” ujar Presiden Direktur MNC Capital Indonesia Wito Mailoa dalam keterangan tertulisnya akhir pekan lalu.
Siapa investor strategis itu belum diungkapkan oleh MNC Capital. Saat ini, PBV Bank MNC International sebesar 7,41 kali, diperkirakan setelah ada right issue turun menjadi 2,79 persen sehingga menjadi lebih menarik. Private placement merupakan penambahan modal yang ditempatkan oleh investor baru, bukan investor yang sebelumnya sudah memiliki saham di sebuah perusahaan.
Aksi korporasi berupa right issue ini patut dicermati investor, apalagi investor pemula di bursa. Bagaimana prospek emiten setelah right issue menjadi salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan.