Dalam tiga bulan terakhir, perkembangan inflasi bulanan menunjukkan peningkatan, mulai dari deflasi pada Juni 2021 sebesar negatif 0,16 persen, kemudian inflasi 0,08 persen pada Juli 2021, hingga inflasi 0,03 persen pada Agustus 2021.
Namun, perbaikan pergerakan inflasi dalam tiga bulan terakhir tak bisa buru-buru diartikan bahwa perkembangan daya beli sudah berada di jalur menuju pemulihan.
Tren penurunan harga sejumlah komoditas yang terjadi pasca-Ramadhan dan Idul Fitri pada April-Mei 2021 sebenarnya masih berlanjut hingga Agustus lalu. Deflasi terjadi pada sejumlah kelompok pengeluaran esensial, seperti makanan, minuman, dan tembakau (negatif 0,32 persen).
Inflasi bulanan pada Agustus 2021 terjadi karena sokongan kenaikan harga kelompok pengeluaran pendidikan (1,2 persen) yang memasuki tahun ajaran baru serta kesehatan (0,32 persen). Kondisi pandemi memang mendongkrak permintaan terhadap produk kesehatan.
Di samping itu sebenarnya terdapat kelompok pengeluaran lain yang mulai menunjukkan kenaikan harga pada Agustus lalu, yakni penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,1 persen), serta perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,15 persen). Inflasi pada dua kelompok ini sedikit banyak dipengaruhi adanya pelonggaran aktivitas masyarakat secara bertahap.
Sejalan dengan data tersebut, indeks mobilitas telah meningkat ke posisi tahun lalu setelah sempat mengalami penurunan sementara pada masa PPKM darurat.
Berdasarkan data Google Mobility, penurunan mobilitas masyarakat pada Juli 2021 mencapai negatif 20 persen. Sementara, hingga 26 Agustus 2021, tercatat indeks mobilitas masyarakat membaik dengan persentase negatif 13,2 persen. Perbaikan ini setidaknya ditopang perbaikan mobilitas masyarakat di kawasan perdagangan ritel dan tempat rekreasi.
Bagi dunia usaha, laju inflasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat berbagai keputusan bisnis.
Bagi dunia usaha, laju inflasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat berbagai keputusan bisnis. Adanya inflasi merupakan indikator yang menunjukkan tingkat permintaan terhadap suatu barang tinggi. Artinya, konsumen telah membelanjakan uang mereka.
Namun, untuk menyibak tabir sesungguhnya, indikator inflasi bulanan saja tidak cukup untuk memperlihatkan pemulihan aktivitas perekonomian. Untuk itulah kita perlu beralih melihat data perkembangan inflasi inti tahunan dari bulan ke bulan.
Inflasi inti menunjukkan faktor fundamental ekonomi, seperti aktivitas permintaan dan penawaran, nilai tukar rupiah, sekaligus ekspektasi konsumen terhadap laju inflasi. Jika menilik pergerakan inflasi inti tahunan yang masih terbatas, indikasi pemulihan ekonomi setidaknya hingga Agustus 2021 masih cukup temaram.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi inti pada Agustus 2021 tercatat 1,31 persen, lebih rendah dibandingkan dengan posisi yang sama pada Juli 2021 sebesar 1,4 persen. Sementara pada Juni 2021, posisi inflasi inti mencapai 1,49 persen.
Penurunan inflasi inti secara tahunan sejak Juni 2021 menunjukkan rendahnya ekspektasi perbaikan ekonomi, baik dari produsen maupun konsumen. Berdasarkan fakta tersebut, tidak berlebihan rasanya jika menyebut perkembangan pemulihan ekonomi Tanah Air masih relatif rapuh.
Kemampuan konsumsi
Laju penurunan inflasi inti tahunan juga mengindikasikan belum cukup kuatnya putaran roda ekonomi. Hal ini bisa dimaknai bahwa sebagian masyarakat masih mengalami penurunan daya beli sehingga kemampuan konsumsinya menurun. Kondisi ini berdampak pada sisi permintaan yang melemah.
Di sisi lain, masyarakat pemilik dana yang cukup melimpah masih menunda pembelian barang karena berbagai alasan, antara lain kekhawatiran terhadap ketidakpastian yang masih membayangi. Hal ini terkait pula dengan situasi pandemi yang diikuti kebijakan pembatasan sosial.
Baca juga: Pendidikan Beri Andil Tertinggi pada Inflasi Agustus
Jika kasus harian positif Covid-19 bisa ditekan, pelonggaran kebijakan pembatasan sosial dapat lebih efektif. Dengan begitu, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, baik di sektor esensial, kritikal, maupun non-esensial, dapat dilakukan. Dalam situasi demikian, inflasi tentunya akan meningkat seiring dengan meningkatnya sisi permintaan.
Namun sebaliknya, apabila permasalahan kesehatan belum rampung dan kekebalan komunal belum kunjung tercipta, dapat dipastikan pemulihan perekonomian tidak akan optimal. Hanya jika permasalahan kesehatan sudah terkelola dengan baik, keyakinan masyarakat kelas ekonomi menengah dan atas dapat tumbuh dan kegiatan belanja berjalan.
Untuk masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah, penyaluran program bantuan sosial dari pemerintah harus semakin cepat dan tepat. Pemerintah perlu memperbaiki ketepatan data dalam penyaluran bantuan sosial sekaligus memperbaiki skema subsidi agar lebih tepat sasaran.
Semoga perjalanan pemulihan ekonomi Indonesia saat ini sudah berada di arah yang benar.