Selain kesiapan lahan yang kurang, ulah spekulan menghambat perkembangan kawasan ekonomi khusus. Pemerintah ”menambal” kelemahan itu dengan menerapkan syarat penguasaan lahan minimal untuk pengusulan KEK baru.
Oleh
AGE/LKT/MKN/OKA/ZAK/AIN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Problem lahan menjadi salah satu kendala yang krusial dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus. Selain kesiapan lahan yang kurang, ulah spekulan turut menghambat perkembangan kawasan.
Laporan Tahunan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tahun 2020 menyebutkan, pengadaan lahan merupakan salah satu kendala yang menghambat investasi di KEK, selain soal penyediaan infrastruktur dan utilitas, tumpang-tindih regulasi, dan profesionalisme Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP).
Problem kesiapan lahan masih terjadi di sejumlah KEK sehingga membuat investor enggan masuk. Oleh karena itu, pemerintah merevisi ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus melalui UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya.
Ketentuan soal lahan diatur lebih ketat dalam Peraturan Pemerintah No 40/2021 tentang Pelaksanaan KEK. Menurut peraturan ini, lokasi yang diusulkan menjadi KEK harus memenuhi kriteria, antara lain, lahan yang telah dikuasai paling sedikit 50 persen dari yang direncanakan. Sebelumnya, ketentuan soal penguasaan lahan minimal ini belum diatur pemerintah.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar saat dihubungi pada pekan lalu berpendapat, pembentukan KEK di masa lalu diwarnai euforia. Kemudahan dan insentif fiskal yang dijanjikan pemerintah disambut dengan euforia oleh daerah dengan mengusulkan KEK. Namun, ketika KEK ditetapkan, muncul banyak masalah, antara lain, masalah lahan dan pendanaan.
Lahan di kawasan yang diusulkan ternyata belum siap. Dampaknya, ketika peraturan pemerintah tentang penetapan KEK terbit, harga lahan langsung melonjak dan memicu spekulan lahan. Akibatnya, pemrakarsa atau pengelola kawasan kesulitan membebaskan lahan.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Imam Soejoedi, ada indikasi spekulan berkedok sebagai pelaku industri. Di KEK Palu, Sulawesi Tengah, misalnya, ada lebih dari 20 perusahaan terdaftar. Namun, baru dua perusahaan berskala kecil yang merealisasikan investasi dan mendirikan pabrik. Kasus serupa ditemukan di KEK Mandalika, Nusa Tenggara Barat.
Ada indikasi spekulan berkedok sebagai pelaku industri.
Persoalan itu berulang kali disoroti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam kunjungannya ke sejumlah KEK. ”Banyak yang booking (lahan), tetapi tidak ada yang berdiri. Jangan-jangan sekadar booking, lalu menunggu 4-5 tahun, kalau (kawasan) sudah ramai, baru dibangun atau malah disewakan, atau dijual lagi,” katanya.
Dengan berlakunya sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS), kata Imam, pemerintah bisa lebih intens mengawasi dan menindaklanjuti para pihak yang diduga spekulan itu. Namun, dengan sistem manual saat ini, ia mengakui masih sulit mendeteksi satu per satu tenant di kawasan.
”Dengan OSS, semua by system. Kalau mereka tidak segera realisasikan, secara sistem akan ketahuan kalau tidak ada progress. Nanti diberikan surat pemberitahuan, dicek masih mau merealisasikan atau tidak. Kalau sampai peringatan ketiga belum ada realisasi juga, bisa kita cabut izin investasinya,” kata Imam.
Problem lahan, antara lain, terjadi di KEK Bitung. Dari 534 hektar (ha) yang telah ditetapkan sebagai kawasan, baru 99,59 ha yang bebas sengketa. Sekretaris Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung Julius Talimbekas mengatakan, terkait lahan yang belum bebas, pengelola akan segera menetapkan nilai jual obyek pajak (NJOP) untuk ditawarkan kepada pemilik lahan.
Sementara Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah saat membuka rapat Koordinasi Investasi Wilayah IV Tahun 2021 meminta semua pihak memastikan NTB ramah investasi. Ia meminta persoalan teknis terkait lahan dan proses perizinan tidak lagi menjadi kendala di lapangan.
Akan tetapi, tak semua KEK menghadapi problem lahan. Di KEK Java Integrated Industrial Port and Estate (JIIPE), misalnya, lahan telah siap meski baru ditetapkan sebagai KEK oleh pemerintah tahun ini. Menurut Business Development Sales and Marketing Domestic International General Manager PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera Iskandar JK Rares, pihaknya telah mengakuisisi 1.300 ha dari total 1.761 ha kawasan.
Menurut Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rachman Arief Dienaputra, penguasaan lahan merupakan salah satu syarat utama KEK mencegah masuknya spekulan tanah. Jika pembebasan lahan masih sulit, KEK sulit mencapai target.
”Apabila kesiapan lahan kalah cepat dengan pembangunan infrastruktur, harga lahan akan semakin tidak terkendali. Ini bakal semakin menyulitkan proses pengadaan lahan karena harga yang semakin mahal,” kata Rachman.