Ada berbagai macam produk investasi dengan beragam karakter risiko yang berbeda. Pahami kemampuan diri untuk menghadapi risiko investasi yang mungkin terjadi.
Oleh
Lydia Nurjanah dari Otoritas Jasa Keuangan
·4 menit baca
Perkembangan digital saat ini, baik dari sisi kemudahan akses memperoleh informasi maupun layanan keuangan, semakin memudahkan masyarakat, khususnya generasi milenial untuk memiliki produk investasi. Kondisi pandemi yang sedang kita hadapi tidak menyurutkan minat masyarakat untuk berinvestasi, bahkan meningkat pesat.
Tercatat hingga 9 Agustus 2021, mengutip data Otoritas Jasa Keuangan, jumlah investor ritel di pasar modal Indonesia sudah menembus angka 5,88 juta atau naik 93 persen dibandingkan tahun lalu. Sekitar 58 persen dari total investor ini adalah kaum milenial dan generasi Z yang berumur di bawah 30 tahun. Jumlah yang fenomenal.
Semakin banyaknya anak muda yang melek investasi tentu merupakan hal menggembirakan. Namun, di sisi lain, kita juga harus semakin memahami dan berhati-hati dalam mengambil keputusan dan memilih produk investasi.
Kian banyak penawaran investasi lalu lalang di media sosial maupun aplikasi pesan instan yang mengajak dan membujuk masyarakat untuk berinvestasi di produk tertentu dengan iming-iming keuntungan fantastis. Bahkan, tidak sedikit pula penawaran investasi bodong yang mengaku telah berizin dari otoritas yang berwenang seperti OJK untuk mengelabui masyarakat.
Satgas Waspada Investasi, forum koordinasi yang terdiri atas 12 kementerian dan lembaga untuk memberantas investasi ilegal, mencatat bahwa kerugian akibat investasi bodong atau investasi ilegal telah mencapai Rp 117,4 triliun dalam 10 tahun terakhir. Total kerugian selama tahun 2020 saja mencapai Rp 5,9 triliun. Pada 2021 ini, hingga Juli, jumlah kerugian telah mencapai Rp 2,5 triliun.
Tentu kita tidak ingin hasil jerih payah yang telah kita kumpulkan bertahun-tahun hilang ditelan investasi bodong. Lalu, apa saja yang harus kita pahami sebagai calon investor agar tidak terkecoh?
1. Pelajari dan pahami dulu sebelum berinvestasi
Ibarat kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Banyak-banyaklah mencari informasi dan bertanya kepada pihak yang tepat dan lebih memahami. Pastikan perusahaan dan produk investasi tersebut telah memiliki izin dari otoritas yang berwenang, seperti OJK.
Di masa pandemi ini banyak sekali webinar belajar investasi yang diadakan oleh otoritas berwenang secara gratis, cobalah ikuti untuk menggali pengetahuan dari sumber tepercaya.
Ada berbagai macam produk investasi dengan beragam karakter risiko yang berbeda. Pahami kemampuan diri untuk menghadapi risiko investasi yang mungkin terjadi. Misalnya, keuntungan bisa lebih kecil dari yang diharapkan atau bahkan rugi, atau investasi sulit atau tidak bisa dicairkan.
Kenali berbagai macam produk investasi, lakukan diversifikasi atau berinvestasi di berbagai jenis investasi yang berbeda agar jika terjadi kerugian di satu jenis investasi bisa tertutup dari investasi yang lain. Kiat ini digambarkan dengan saran, ”don’t put all your eggs in one basket”.
2. Jangan mudah terbujuk rayuan atau janji-janji mendapatkan untung yang tidak masuk akal
Dijamin untung besar, pasti untung berlipat, adalah jargon yang kerap digunakan pada investasi bodong untuk menggaet masyarakat. Iming-iming mendapatkan untung hingga 20 persen per bulan atau 240 persen per tahun sangat tidak masuk akal jika dibandingkan suku bunga deposito perbankan yang berkisar 5 persen per tahun.
Jika Anda mendapatkan penawaran investasi dengan janji untung bombastis, meskipun memakai tokoh ternama atau ditawarkan oleh kenalan Anda sekalipun, patutlah curiga dan berpikir ulang untuk berinvestasi di situ. Tanyakan kembali legalitas, termasuk kejelasan identitas perusahaan itu.
3. Hukum investasi risiko tinggi-imbal hasil tinggi
Setiap investasi memiliki risiko. Pada prinsipnya, investasi yang memiliki risiko tinggi biasanya juga memberi imbal hasil lebih tinggi. Demikian juga sebaliknya, investasi yang memiliki risiko lebih rendah biasanya memiliki imbal hasil lebih rendah.
Contoh instrumen investasi dengan risiko tinggi yang dapat menghasilkan keuntungan besar adalah saham. Dibanding investasi lain, seperti obligasi, deposito, atau emas, risiko berinvestasi di saham lebih besar. Sebelum memulai berinvestasi di saham, tanyakan diri terlebih dahulu apakah sudah siap dengan risikonya.
Calon investor pemula dapat meminimalkan risiko kerugian dengan memilih saham dari perusahaan yang fundamental keuangannya baik, seperti perusahaan-perusahaan besar yang tergabung dalam indeks LQ45 atau IDX30. Namun ingat, potensi risiko kerugian tetap ada.
4. Gunakan dana lebih untuk berinvestasi, di luar kebutuhan pokok maupun dana cadangan
Berinvestasilah dengan dana lebih. Jangan gunakan dana untuk kebutuhan sehari-hari atau dana cadangan, sehingga jika investasi Anda mengalami kerugian tidak akan terlalu berdampak ke kehidupan Anda.
Anda bisa mulai mencicil mengalokasikan dana untuk investasi, misalnya 10 persen dari pendapatan, bergantung pada gaya hidup, pemasukan, dan pengeluaran rutin. Kini juga telah tersedia beragam pilihan produk investasi yang terjangkau, seperti reksa dana yang bisa dibeli mulai dari Rp 10.000.
5. Jangan meminjam atau berutang, apalagi meminjam dari pinjaman online ilegal, untuk berinvestasi
Investasi, sekali lagi, memiliki risiko, terlebih investasi saham. Sementara uang pinjaman atau utang wajib dilunasi dengan bunga, biaya, dan waktu yang pasti. Apalagi jika terjebak pinjaman online ilegal yang memiliki bunga tinggi. Alih-alih mendapat keuntungan, risiko kerugian yang dihadapi bertambah karena terjebak utang yang sulit dilunasi.
Oleh karena itu, berinvestasilah dengan menggunakan uang lebih atau uang yang memang disiapkan khusus untuk investasi, bukan utang, dana kebutuhan sehari-hari, dana darurat, apalagi dana pinjaman online ilegal.
Selamat belajar menjadi investor yang pintar dan sukses!