Tekan Peredaran Rokok Ilegal, Sidoarjo Siapkan Kawasan Industri Hasil Tembakau
Sidoarjo menyiapkan lokasi kawasan industri hasil tembakau di wilayahnya. Selain untuk meningkatkan daya saing usaha, juga dinilai mampu menjadi solusi menekan peredaran rokok ilegal yang merugikan penerimaan negara.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tengah menyiapkan pembangunan kawasan industri hasil tembakau di wilayahnya. Selain untuk meningkatkan daya saing, kawasan industri ini juga dinilai mampu menjadi solusi menekan peredaran rokok ilegal yang merugikan penerimaan negara dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Kepala Subbagian Sumber Daya Alam Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Sidoarjo Sri Warso Yudono mengatakan, proses pembangunan kawasan industri hasil tembakau itu saat ini memasuki tahapan penyiapan lahan. Ada dua lokasi yang diusulkan, yakni Desa Jabon, Kecamatan Jabon dan Desa Candi Pari, Kecamatan Tanggulangin.
”Untuk membangun kawasan industri hasil tembakau ini, luas lahan yang diperlukan minimal 1 hektar. Kawasan ini untuk mewadahi industri rokok skala menengah yang kesulitan memenuhi persyaratan tempat usaha, yakni minimal menyediakan 200 meter persegi,” ujar Sri Warso Yudono, Selasa (31/8/2021).
Selain persoalan tempat usaha, kawasan industri juga mampu menjawab tantangan terkait pengelolaan limbah industri. Pemkab Sidoarjo akan bekerja sama dengan institusi terkait lainnya untuk memberikan pembinaan dan pendampingan agar produk yang dihasilkan sesuai standar, misalnya terkait kadar nikotin.
Pembinaan juga akan diberikan dalam bidang pengemasan produk agar hasilnya lebih menarik dengan biaya produksi lebih efisien. Pemda Sidoarjo ingin membantu industri kecil menengah (IKM) rokok tumbuh dan berkembang lebih baik serta berdaya saing tinggi. Alasannya, industri ini berperan strategis karena bersifat padat karya sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja.
”Industri rokok juga berkontribusi signifikan pada pendapatan negara melalui penerimaan cukai maupun pajak lainnya,” ujar Yudono.
Saat ini terdapat 53 perusahaan rokok di Sidoarjo dengan jumlah tenaga kerja 2.500 orang. Jumlah pekerja tersebut mayoritas berasal dari Sidoarjo, setidaknya 1.930 orang. Adapun Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) yang diterima Sidoarjo tahun ini mencapai Rp 18,9 miliar.
Industri rokok juga berkontribusi signifikan pada pendapatan negara melalui penerimaan cukai maupun pajak lainnya. (Yudono)
Wakil Bupati Sidoarjo Subandi menambahkan, industri rokok yang berada dalam kawasan industri hasil tembakau akan difasilitasi dalam pengurusan izin usahanya sehingga mereka tak lagi dikejar-kejar oleh aparat penegak hukum karena berusaha secara ilegal. Disisi lain, kehadiran industri rokok diharapkan bisa memberikan dampak simultan pada tumbuhnya usaha-usaha pendukung.
”Usaha pendukung itu, misalnya, penyedia atau pemasok bahan campuran, industri pengemasan, dan jasa pengangkutan. Hal itu akan memicu tumbuhnya ekosistem usaha yang mampu berkontribusi positif dalam upaya mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19,” kata Subandi.
Kepala Subbagian Sumber Daya Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kelautan Perikanan Biro Perekonomian Pemprov Jatim Shoviatusholihah mengatakan, kawasan industri hasil tembakau akan dibangun di lima daerah, antara lain, Sidoarjo, Pamekasan, dan Malang.
”Ini bagian dari upaya pemerintah mengurangi peredaran rokok ilegal. Pelaku industri akan mendapat pelatihan produksi, pengemasan produk, hingga cara pemasaran dan bantuan modal kerja. Setiap produk yang akan dipasarkan dijamin legalitasnya,” ucap Shoviatusholihah.
Mengawasi legalitas
Sebelumnya, Kepala Bea Cukai Kanwil Jatim I Padmoyo Tri Wikanto mengatakan, pihaknya akan mengawasi legalitas produk setiap batang rokok. Semua rokok akan dilekati pita cukai sehingga tidak ada lagi peredaran rokok tanpa dilekati pita cukai, berpita cukai palsu, atau berpita cukai yang tidak sesuai peruntukan.
”Setiap kawasan industri hasil tembakau bisa diisi hingga lima pabrik rokok dengan kapasitas produksi masing-masing 300 juta batang per tahun,” ujar Tri Wikanto.
Berdasarkan data BC Kanwil Jatim, peredaran rokok ilegal masih tinggi, yakni 4,2 persen dari total produksi rokok. Kementerian Keuangan menargetkan peredaran rokok ilegal itu bisa diturunkan menjadi 3 persen. Secara nasional, kerugian negara akibat rokok ilegal tercatat mencapai Rp 5 miliar pada 2020.
Upaya membangun kawasan industri hasil terbakau mendapat respons positif dari Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Apersid). Sekretaris Apersid Amin Wahyu Hidayat berharap iklim usaha rokok membaik dan pelaku usaha tidak kesulitan memenuhi beragam persyaratan yang ditetapkan pemerintah.
Selain itu, pelaku usaha rokok ilegal juga menghendaki daya saingnya meningkat dan persaingan usahanya lebih sehat. Menurutnya, masih tingginya peredaran rokok ilegal di pasaran menyebabkan persaingan usaha menjadi tidak sehat. Hal itu dipicu tingginya disparitas harga antara rokok legal dan rokok ilegal.
”Selisih harganya bisa mencapai 50 persen karena rokok ilegal tak membayar cukai, pajak, dan lainnya. Disparitas harga yang tinggi ini menyebabkan persaingan usaha tidak sehat,” ujarnya.