Seperti di sejumlah bursa di kawasan Asia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia ditutup menguat pada perdagangan Senin (30/8/2021). Pidato Gubernur Bank Sentral AS, pekan lalu, ditanggapi positif.
Oleh
Joice Tauris Santi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerak Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup menguat pada akhir perdagangan Senin (30/8/2021). IHSG naik 1,71 persen menjadi 6.144. Seluruh indeks acuan sektoral di bursa menguat. Sementera 316 saham tercatat menguat, 197 saham melemah, dan 132 saham tidak bergerak.
Nilai transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat Rp 11,1 triliun. Investor asing membukukan pembelian bersih Rp 629 miliar.
Penguatan serupa terjadi di bursa-bursa lain di kawasan Asia. Indeks Korea Selatan Kospi naik 0,33 persen, sementara indeks Jepang Nikkei naik 0,54 persen dan indeks Hang Seng naik 0,52 persen. Tidak ketinggalan, indeks Thailand melambung 1,15 persen, indeks Shanghai bertambah 0,17 persen, indeks Singapura naik 0,71 persen, dan indeks Taiwan menguat 1,08 persen.
Kenaikan IHSG dan indeks pada bursa global tidak terlepas dari reaksi positif atas pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) Jerome Powell di simposium Jackson Hole, akhir pekan lalu. Pidato Powell tidak menyebutkan secara pasti kapan pemangkasan belanja surat berharga The Fed akan dikurangi, tetapi jika langkah itu diambil, tidak akan bersamaan dengan kenaikan tingkat suku bunga.
”Kebijakan Fed masih akomodatif, Powell mengatakan akan mengurangi pembelian obligasi dan kecil sekali kemungkinan Fed juga akan menaikkan suku bunga karena inflasi masih tinggi sekali,” kata ekonom Mirae Aset Sekuritas Anthony Kevin dalam Webinar Obligasi Bulanan.
Inflasi 5 persen tersebut dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia dan membuat harga bahan bakar di Amerika Serikat naik 50 persen dari tahun lalu. Hal ini membuat biaya logistik naik signifikan. Menurut Anthony, inflasi ini adalah inflasi yang didorong oleh biaya, bukan didorong oleh permintaan, sehingga belum ada alasan kuat The Fed menaikkan suku bunganya.
Dampak kebijakan pengurangan pembelian obligasi oleh The Fed tidak berdampak banyak terhadap pasar global. Kebijakan yang akan berdampak adalah kenaikan suku bunga dan pengurangan neraca Fed. ”Kalau hanya pengetatan yang soft, seperti pengurangan pembelian aset, dampaknya minim sekali,” kata Anthony.
Belum final
Sementara itu, PT Bank Bumi Arta Tbk memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia tentang negosiasi yang sedang dilakukan. Direktur Utama Bank Bumi Arta Wikan Aryono, dalam keterbukaan informasi di BEI, mengatakan, belum dapat menginformasikan tentang rencana konsolidasi dan akan mengumumkan secara resmi beberapa saat lagi.
Bank Bumi Arta memerlukan tambahan modal agar dapat memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Siapa investor baru yang akan menyuntikkan modal masih belum dapat diungkapkan. Spekulasi beredar bahwa Bank Bumi Arta didekati salah satu perusahaan lokapasar (marketplace).
”Sampai saat ini masih belum dapat diinformasikan karena masih dalam proses dan belum final,” tulis Wikan Aryono. Belakangan, bank-bank yang belum mencukupi modalnya didekati oleh investor yang sebagian besar mengubah bank tersebut menjadi bank digital untuk memperluas ekosistemnya.
Walau demikian, Sahid tetap akan mempertahankan tingkat hunian hotel, juga melakukan berbagai inovasi untuk dapat membukukan pertumbuhan pendapatan. Pada semester II-2021, Sahid Hotel memasuki masa pemulihan.
”Ada empat strategi yang dilakukan, seperti optimalisasi pendapatan melalui penambahan varian produk dan jasa di luar kamar, makanan, dan minuman. Kami juga meningkatkan pemanfaatan ruang di seluruh aset yang ada, juga berkolaborasi dengan pihak lain untuk memformulasi produk dan jasa baru,” kata Ratri Sryantoro Wakeling, Wakil Direktur Utama PT Sahid Jaya International Tbk, dalam paparan publik secara daring, Senin (30/8/2021).
Sahid mencoba menawarkan produk baru berupa tempat kerja untuk para kreator konten, juga hotel baru di daerah Pangandaran, Jawa Barat. Selain itu, manajemen Sahid juga melakukan peningkatan kualitas aset secara berkelanjutan melalui langkah renovasi aset yang ada, implementasi rencana pembaruan dan perbaikan properti, standardisasi desain dan interior, serta digitalisasi proses pemantauan aset.
Pada akhir tahun ini, Sahid menargetkan tingkat okupansi kamar dapat mencapai 41 persen. Sejak pandemi melanda, pada tahun lalu, tingkat okupansi hotel hanya 20 persen saja, turun 41 persen dari masa sebelum terjadi pandemi. Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan sementara perdagangan saham Sahid pada 19 Agustus lalu karena penurunan harga sahamnya.