Dampak kebijakan bank sentral AS, The Fed, dinilai lunak atau tidak akan terlalu besar pengaruhnya bagi pasar keuangan negara berkembang. Manajer investasi optimistis pasar saham dan obligasi akan membaik tahun ini.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak kebijakan bank sentral Amerika Serikat mengurangi pembelian aset terhadap pasar finansial di negara berkembang, termasuk Indonesia, dinilai lunak atau tidak akan terlalu besar. Investor umumnya telah memahami langkah tersebut meski waktunya belum jelas.
Gubernur The Fed (bank sentral AS) Jerome Powell tidak menyatakan secara lugas kapan akan mengurangi pembelian aset oleh bank sentral dalam simposium Jackson Hole, akhir pekan lalu. Namun, Powell mengindikasikan Fed akan berhati-hati terhadap setiap keputusan terkait dengan kenaikan suku bunga karena bank sentral akan tetap menjaga perekonomian tetap membaik hingga tingkat pengangguran benar-benar terkendali.
Dia ingin menghindar dari laju inflasi yang hanya sementara dan berpotensi mengganggu pertumbuhan pembukaan lapangan kerja. Powell juga menyebutkan, penyebaran varian Delta meningkatkan risiko. Pembahasan tentang kapan pengurangan pembelian surat berharga akan dibahas pada pertemuan Fed pada 21-22 September 2021.
Pasar finansial AS memaknai pidato itu sebagai hal yang positif dan indeks saham menguat setelah pidato itu. Guna mendukung perekonomian dari pandemi, Fed membeli aset senilai 120 miliar dollar AS per bulan. Ketika perekonomian pulih, Fed akan menguranginya, berarti mengurangi kucuran likuditas ke pasar.
Langkah Fed akan berdampak pada pasar finansial di negara lain, termasuk Indonesia. ”Pengurangan pembelian surat utang ini sebenarnya merupakan pertanda yang baik. Artinya, perekonomian AS sudah membaik,” kata Eriko Se, Head of Distribution Partnership Mandiri Manajemen Investasi, pada Festifund 2021 yang diselenggarakan Indo Premier Sekuritas secara daring, Minggu (29/8/2021).
Eriko memperkirakan, dampak yang akan dirasakan pasar finansial di negara berkembang seperti Indonesia tidak akan terlalu besar. Investor sudah paham Fed akan melakukan pengurangan pembelian aset, hanya saja waktunya belum jelas benar.
Senada dengan Eriko, Mochamad Aldies Sageri, Head of Investment Specialist Syailendra Capital, mengatakan, langkah Fed tersebut akan sedikit berdampak terhadap kurs rupiah, tidak seperti yang pernah terjadi pada 2013. Ketika itu, parameter ekonomi makro di negara berkembang juga tidak sekuat saat ini, seperti defisit neraca berjalan yang lebih baik.
Menurut Herdianto Budiarto, Direktur Ciptadana Asset Management, bisa jadi, pasar finansial sejenak akan demam, tetapi tidak berlanjut.
Ketiga manajer investasi itu optimistis dalam tahun ini pasar saham dan obligasi akan membaik.
Optimistis
Ketiga manajer investasi itu optimistis dalam tahun ini pasar saham dan obligasi akan membaik. Kuncinya antara lain adalah perkembangan vaksinasi. Semakin cepat dan semakin banyak warga yang mendapatkan vaksin, juga tidak ada lagi ledakan warga yang terpapar Covid-19, perekonomian akan pulih lebih cepat.
”Optimistis, tetapi tetap waspada,” kata Herdianto. Mereka memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan akan berada pada rentang 6.300-6.800 pada akhir tahun nanti.
Hingga akhir tahun 2021, prospek beberapa sektor menjadi pilihan para pengelola dana ini. Eriko memilih saham-saham ekonomi lama, seperti perbankan, yang dalam tahun ini tidak begitu berkembang, karena valuasinya masih murah. Sementara Aldies menjagokan saham-saham yang termasuk dalam sektor new economy yang menurut dia masih akan terus berkembang.