Pelaku UMKM Harus Segera Masuk ke Ekosistem Digital
Ekosistem ekonomi digital harus segera dimasuki oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Tidak hanya cara-cara berjualan daring, tetapi juga menciptakan konten kreatif yang dibutuhkan pasar agar bisa bertahan.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM harus segera masuk ke ekosistem digital sembari tetap fokus pada pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Untuk bertransformasi ke ekosistem digital, mereka membutuhkan bantuan dan dukungan dari pemerintah, dunia usaha, dan institusi pendidikan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno dari Lembah Harau, Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat, Sabtu (28/8/2021), mengatakan pentingnya ekosistem ekonomi digital bagi pelaku UMKM dalam webinar bertema ”UMKM Go Online dan Go Digital: UMKM Kuat, Bangsa Berdaulat” yang diselenggarakan PT Pertamina (Persero) dan Radio Sonora.
Sandiaga mengatakan, ”Bantuan bukan hanya (cara) bagaimana berjualan daring, tetapi juga menciptakan konten-konten kreatif sehingga usaha kita bukan hanya bertahan, melainkan bangkit dengan platform digital.”
Menurut Sandiaga, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif mengalami tekanan luar biasa selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pelaku UMKM harus bisa bangkit. Pasalnya, sektor ini adalah ekosistem yang membuka lapangan kerja bagi 34 juta orang. Digitalisasi adalah formula untuk bisa bertahan dan menang dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini.
Survei Bank Indonesia menyatakan, 87,5 persen UMKM di Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Sementara itu, 12,5 persen UMKM tidak terdampak karena mereka sudah masuk ke ekosistem digital dan beradaptasi dengan menerapkan UMKM go digital.
Pelaku UMKM harus bisa bangkit, pasalnya sektor ini adalah ekosistem yang membuka lapangan kerja bagi 34 juta orang.
Mengutip survei lain, Sandiaga melihat adanya peluang pemanfaatan digital sebagai cara UMKM untuk bisa bangkit. Selama ini, ada 202,6 juta orang di Indonesia adalah pengguna aktif internet. Dari jumlah itu, sekitar 170 juta aktif di media sosial.
Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Wientor Rahmada mengatakan, UMKM saat ini menjadi lokomotif utama dalam ekonomi digital. Dalam penyelamatan UMKM, salah satu jalan keluar adalah digitalisasi agar UMKM bisa bertahan. Dari berbagai macam fakta, UMKM dengan produk tertentu yang masuk ke ekosistem digital sejak awal omzetnya naik sebesar 200-300 persen.
”Kita harus akui bahwa cara bertahan seperti ini tidak diajarkan di sekolah bisnis mana pun. Yang diajarkan di sekolah bisnis terbaik pun kerap lebih mengajarkan (cara-cara) ekspansi. Bukan bertahan, seperti learning by doing yang dilakukan UMKM saat ini. Istilah sederhananya adalah buka jalan, sambil jalan,” ujar Wientor.
Pembiayaan
Pemerintah telah menyalurkan berbagai pembiayaan dan hibah dalam bagian program pemulihan ekonomi nasional. Tahun 2020, Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan dana hibah bantuan presiden untuk usaha mikro (BPUM) sebesar Rp 28,8 triliun terhadap 2,4 juta usaha mikro. Untuk tahun ini hingga Juni, dana BPUM yang sudah tersalurkan sebesar Rp 11,7 triliun untuk 9,8 juta pelaku usaha mikro.
Sementara itu, kredit usaha rakyat (KUR) pada Juli-Desember 2021 direstrukturisasi. ”Jika dilihat dari struktur kredit perbankan yang dipakai UMKM selama ini, hanya sebesar 18,8 persen. Tahun 2024, kita akan naikkan menjadi 30 persen, salah satu caranya dengan mengubah skema KUR tanpa jaminan, dari maksimum Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta,” ucap Wientor.
Dari berbagai macam fakta, UMKM dengan produk tertentu yang masuk ke ekosistem digital sejak awal omzetnya naik sebesar 200-300 persen.
Vice President CSR and SMEPP Management Pertamina Arya Paramita menambahkan, untuk membawa pelaku usaha mikro ke fase lebih tinggi menuju kemandirian atau naik kelas, faktor utama biasanya adalah permodalan. Di era pandemi, ada pelaku UMKM yang sebenarnya bisa bertahan. Hanya saja, menurut dia, pendanaannya masih perlu dukungan.
”Pertamina hadir melalui program pendanaan usaha mikro kecil yang merupakan amanah Kementerian BUMN. Adaptasi di masa pandemi telah membuat penjualan UMKM binaan Pertamina mencapai sebesar Rp 17 miliar. Sebagian dari mereka melalui peralihan usaha dan menghasilkan produk-produk yang dicari pasar saat itu. Banyak yang mencapai omzet sekitar Rp 100 juta,” kata Arya.
Nurhasim Hamada, CEO Kekean Wastra Galery, salah satu binaan Pertamina yang menggeluti dunia mode batik, mengatakan, sejak era pandemi Covid-19, ia melakukan diversifikasi strategi bisnis, terutama di sektor hilir atau pemasaran. Strategi yang semula bisnis ke bisnis (b-to-b) sekitar 30 persen dan ritel 70 persen diubah menjadi sebaliknya.
”Hal terpentingnya adalah mengubah dari produk ritel. Sebesar 30 persen, khusus produk ready to wear yang segmen dan targetnya menengah ke bawah, dilakukan serba digital. Hanya, untuk target kelas menengah ke atas, kami tetap mempertahankan cita rasa sesuai kelasnya. Sebab, kelas ini tergolong kolektor,” tutur Nurhasim.