Dengan Digitalkan Pemasaran, UMKM Bisa Tingkatkan Dampak Positif ke Masyarakat Sekitar
Pemasaran digital bagi usaha mikro, kecil, dan menengah mendorong pelaku usaha lebih sukses dan lebih berdampak positif pada masyarakat sekitar. Riset kolaborasi Blibli.com, Kompas, dan Boston Consulting menunjukkannya.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM diyakini mampu memberikan manfaat ganda kepada pelaku usaha dan komunitas di sekitarnya. Selain diperkenalkan soal teknis penggunaan platform digital, pelaku UMKM juga perlu mendapatkan dukungan fasilitasi literasi digital dan kewirausahaan.
Demikian benang merah hasil riset ”Digitalisasi UMKM - Kunci Pertumbuhan Inklusif Perekonomian Indonesia (2021)” yang dikerjakan secara kolaboratif antara Blibli.com, harian Kompas, dan Boston Consulting Group. Sebanyak 77 persen responden UMKM mempekerjakan orang-orang di komunitas mereka. Satu UMKM dapat membuka hingga lima kesempatan kerja.
Presiden Direktur PT Boston Consulting Indonesia Haikal Siregar, Kamis (26/8/2021), di Jakarta, mengatakan, UMKM yang terjun ke pemasaran daring (online) dapat memperoleh pendapatan 1,1 kali lebih tinggi dibandingkan UMKM yang tetap berjualan luring (offline). Perolehan pendapatan lebih tinggi karena perluasan wilayah geografi penjualan. Mereka juga bisa mengurangi ongkos operasional dan bisa mengoptimalkan proses transaksi.
UMKM yang terjun ke pemasaran daring juga berpotensi mendapatkan kesempatan 2,1 kali lipat lebih besar untuk menjual produknya ke pasar di tingkat nasional serta 4,6 kali lipat lebih tinggi peluangnya untuk ekspor.
”Peluang mereka (UMKM yang terjun ke pemasaran daring) melibatkan komunitas lokal 1,1 kali lipat lebih banyak dan 1,4 kali lebih banyak merekrut pekerja baru,” ujarnya.
Selain itu, kata Haikal, UMKM yang terjun ke pemasaran daring akan berkontribusi lebih besar ke produk domestik bruto (PDB), seperti 1,7 kali lebih besar dampaknya ke rantai pasok produksi dan 1,3 kali lebih besar dampaknya ke faktor non-pendapatan. UMKM, misalnya, bisa buka cabang dan menciptakan UMKM baru.
Menurut Haikal, pemerintah telah memiliki sejumlah kebijakan yang mendukung kebutuhan digitalisasi UMKM. Contohnya, pembangunan pemancar berteknologi akses 4G ke desa pelosok oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Temuan riset menunjukkan, 56 persen UMKM puas dengan aneka kebijakan pemerintah, mulai dari pelatihan keterampilan, sertifikasi, hingga dukungan promosi.
”Isu masing-masing—antara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah—hampir mirip, tetapi solusi penanganannya harus berbeda. Kerja sama pemerintah dan swasta untuk membantu mencarikan solusi penting sekali,” kata Haikal.
Literasi
CEO Blibli.com Kusumo Martanto mengatakan, berdasarkan pengalaman Blibli.com memberikan pelatihan pemasaran daring, masih ada UMKM yang berpandangan bahwa digitalisasi itu rumit. Proses memahami masalah teknis platform sampai memahami karakteristik pembeli di ranah perdagangan secara elektronik atau e-dagang membutuhkan kesabaran pelaku UMKM.
Tidak jarang, selama memberikan seminar dan pendampingan, Blibli.com menemukan UMKM yang ragu terhadap manfaat pemasaran daring. Ada pula yang pesimistis terlebih dulu dengan mengatakan bahwa kebanyakan pelanggan UMKM berasal dari generasi tua yang belum terbiasa dengan gawai.
Temuan riset menunjukkan, 74 persen dari UMKM sudah sadar akan kehadiran aneka tipe dan model bisnis platform e-dagang.
”Temuan riset menunjukkan, 74 persen dari UMKM sudah sadar akan kehadiran aneka tipe dan model bisnis platform e-dagang. Namun, hanya 20 persen di antaranya yang sudah terliterasi dengan baik tentang dunia e-dagang dan memanfaatkan secara maksimal platform e-dagang,” ujarnya.
Menurut Kusumo, digitalisasi terhadap UMKM sebenarnya tidak hanya akan berdampak positif terhadap komunitas lokal, tetapi juga citra merek dalam negeri. Sejumlah UMKM telah terbukti berhasil, seperti Sarifood Indonesia, Oyoh Jengkol, dan Uni Tutie.
”Kolaborasi membantu UMKM berhasil meningkatkan skala bisnisnya, bukan hanya lewat perusahaan swasta yang berskala lebih besar. Dunia pendidikan juga perlu dilibatkan, seperti kampus,” imbuhnya.
Peneliti Litbang Harian Kompas, BE Satrio, menyampaikan, peningkatan literasi digital kepada UMKM membutuhkan pendekatan multisektoral. Semakin terliterasi UMKM terhadap e-dagang, semakin besar potensi multiefek yang UMKM hasilkan kepada masyarakat sekitar.
”UMKM yang terjun ke pemasaran daringakan mampu mengoptimalkan kapasitas usaha, seperti mempekerjakan 1,4 kali lebih banyak orang dibandingkan UMKM yang hanya mengandalkan pemasaran luring,” ujarnya.
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Imansyah berpendapat, kecenderungan situasi yang terjadi adalah pembinaan pemasaran digital menyasar UMKM secara agregat/umum. Selain itu, sejumlah riset yang pernah dilakukan lembaga pemerintah atau swasta menyasar UMKM secara umum, tanpa mendetailkan kepada kelompok usaha mikro, kecil, atau menengah.
”Persoalan akses pembiayaan, misalnya. Saya rasa, kelompok usaha menengah tidak kesulitan mengakses pendanaan,” katanya.
Dia menambahkan, kecenderungan lain yang masih terjadi adalah setiap instansi pemerintah dan swasta punya program pembinaan kepada UMKM. Program pembinaannya pun sering kali berbeda. Menurut Imansyah, alangkah baiknya program-program pembinaan diintegrasikan.