Relaksasi di Kota Bogor Diharapkan Ungkit PAD dan Ekonomi Warga
Realisasi pendapatan asli daerah Kota Bogor melalui penerimaan pajak baru 30 persen dari target. Relaksasi pada PPKM level 3 diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Relaksasi pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3 di Kota Bogor diharapkan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Relaksasi itu diharapkan juga memberikan angin segar kepada warga yang terdampak ekonomi.
Sekretaris Badan Pendapatan Daerah Kota Bogor Lia Kania Dewi menjelaskan, PPKM darurat yang berlangsung sejak 3 Juli 2021, melalui berbagai kebijakan pembatasan tingkat nasional dan lokal, mulai dari pembatasan mobilitas warga hingga pembatasan sektor usaha, berdampak pada target pendapatan asli daerah (PAD). Selama kebijakan PPKM darurat hingga PPKM level 4, pendapatan asli daerah Kota Bogor melalui penerimaan pajak baru terealisasi 30 persen.
”Dari target Rp 966,9 miliar, hingga Agustus baru terealisasi Rp 338 miliar. Kebijakan pengetatan memberikan dampak pada PAD Kota Bogor. Seharusnya, penerimaan pajak mencapai 50 persen dari target Rp 966,9 miliar pada Juli lalu. Hingga Agustus, kita baru menerima Rp 338 miliar atau 30 persen,” kata Lia, Rabu (25/8/2021).
Dari sembilan sektor pajak, terdapat enam sektor pajak yang pendapatannya menurun. Sementara tiga sektor pajaknya tercatat mengalami kenaikan pendapatan, meski tidak signifikan, yaitu reklame, penerangan jalan, dan PBB.
Lia menuturkan, pajak sektor hiburan yang paling tersendat, bahkan kehilangan pendapatan sebanyak 50 persen. Hal itu karena saat kebijakaan PPKM, tempat usaha yang bergerak di sektor hiburan tidak diizinkan beroperasi. ”Pajak hiburan penerimaannya hanya Rp 4 miliar atau 34,34 persen, padahal di bulan yang sama tahun lalu penerimaannya mencapai Rp 8,9 miliar,” lanjutnya.
Penurunan juga terjadi dari penerimaan pajak parkir, yaitu Rp 4,2 miliar. Jika dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama, penerimaan pajak parkir sebesar Rp 5,3 miliar. Penurunan itu juga karena pusat perbelanjaan, pasar, dan sentra parkir di lokasinya banyak yang sepi dan tidak beroperasi.
Begitu pula dari penerimaan pajak restoran. Hingga Agustus, penerimaan pajak hanya Rp 61,8 miliar, sedangkan pada tahun lalu mencapai Rp 65,051 miliar. Meski mengalami penurunan, sektor pajak restoran masih ada pemasukan karena tidak ditutup total. Pelaku usaha itu masih bisa menerima layanan take away (pesan bawa) dan delivery service (pesan antar).
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, dengan status PPKM level 3, Kota Bogor bisa melakukan relaksasi, seperti pembukaan pusat perbelanjaan dengan pembatasan 50 persen. Relaksasi ini diharapkan memberikan napas panjang bagi pelaku usaha, terutama warga pekerja harian, untuk perlahan meningkatkan perekonomian dan secara luas geliat ekonomi juga tumbuh di Kota Bogor.
Namun, Bima mengingatkan, relaksasi tetap perlu dibarengi dengan kepatuhan protokol kesehatan ketat. Relaksasi jangan sampai membuat kasus di Kota Bogor kembali meningkat dan harus kembali pada level penanganan pembatasan ketat.
”Relaksasi ini memberikan napas kepada yang terdampak secara ekonomi. Kota Bogor PAD-nya bertumpu pada beberapa sektor pariwisata dan pajak. Pandemi Covid-19 dan kebijakan pengetatan berdampak pada sektor ekonomi warga dan PAD. Jadi, semoga relaksasi dengan memberikan dampak bagus dengan tetap ketat prokes (protokol kesehatan),” kata Bima.
Selain itu, Pemerintah Kota Bogor bersama DPRD Kota Bogor menyepakati Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.
Dari arahan pemerintah pusat, kata Bima, APBD 2022 diprediksi masih terdampak dan fokus pada penanganan Covid-19, baik dari sisi pendapatan maupun belanja.
”APBD Kota Bogor fokus pada adaptif dan tanggap Covid-19. Adaptif dalam menyesuaikan pendapatan yang terdampak pandemi dan tanggap dalam belanja penanganan Covid-19,” kata Bima.
Pada tahun 2022, Kota Bogor menargetkan pendapatan daerah sebesar Rp 2,3 triliun, terdiri dari Rp 1,09 triliun bersumber dari PAD dan Rp 1,25 triliun bersumber dari pendapatan transfer pusat dan daerah (PTPD). Terkait PTPD, masih dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat, Pemprov Jawa Barat, dan Pemprov DKI Jakarta.
Sementara target belanja daerah sebesar Rp 2,5 triliun, terdiri dari belanja sektor kesehatan sebesar Rp 433 miliar serta belanja sektor pendidikan sebesar Rp 483 miliar, termasuk dana BOS dan bantuan siswa miskin.
Selanjutnya, belanja untuk mendorong pemulihan ekonomi sebesar Rp 18 miliar dan belanja bantuan intervensi jaring pengaman sosial sebesar Rp 32 miliar.
Adapun belanja program prioritas lain, di antaranya pembangunan GOR kecamatan yang terintegrasi dengan pusat kuliner, sebesar Rp 15 miliar. Pembangunan itu untuk mendorong aktivitas olahraga serta mendorong perekonomian warga.
Kemudian, penataan kawasan Batutulis melalui pembebasan lahan sebesar Rp 4,9 miliar. Ini bertujuan mendorong pariwisata dan dapat berkontribusi terhadap perekonomian warga.
”Ini bagian dari usaha mendorong pariwisata untuk identitas Kota Bogor sejak lama dan ditargetkan berkontribusi bagi perekonomian warga,” kata Bima.
Selain itu, melanjutkan pembangunan Masjid Agung sebesar Rp 26 miliar, pembebasan lahan dan pembangunan jalan R3 sebesar Rp 13 miliar, serta pengembangan pembangunan gedung perpustakaan sebesar Rp 11 miliar.
Dari sisi pembiayaan, Pemkot Bogor akan melakukan penyertaan modal berupa saham kepada PT Bank BJB untuk pengembangan kapasitas usaha dan struktur permodalan. Dengan demikian, ke depan PT Bank BJB dapat mendukung implementasi transaksi digital perekonomian di Kota Bogor.
Bima juga menjelaskan, target pendapatan daerah pada rancangan perubahan KUA/PPAS 2021 bertambah Rp 210 miliar menjadi Rp 2,4 triliun, yang bersumber dari penambahan pendapatan transfer pusat dan daerah. Sementara target belanja daerah bertambah Rp 480 miliar menjadi Rp 3 triliun. Adapun pembiayaan bertambah Rp 66 miliar sehingga diperoleh defisit sebesar Rp 276 miliar.
Bima melanjutkan, perubahan KUA/PPAS merupakan dasar pencatatan pendapatan transfer pusat dan daerah. Dengan demikian, pada tahun 2021 tercatat Kota Bogor mendapatkan DAK dari pemerintah pusat sebesar Rp 189,6 miliar untuk membiayai pembangunan di berbagai sektor.
Pemkot Bogor juga menerima bantuan keuangan dan hibah dari Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 204,8 miliar, di antaranya untuk pembangunan Alun-alun Kota Bogor dan pengembangan kawasan Situ Gede.