Penyerapan Pembiayaan UMKM Hadapi Kesulitan
Upaya peningkatan penyerapan pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah menghadapi kesulitan. Tidak sekadar membutuhkan bantuan pembiayaan, UMKM juga membutuhkan kepastian pasar. Digitalisasi menjadi solusinya.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya peningkatan penyerapan pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM menghadapi kesulitan. Selain insentif pembiayaan cukup rendah, bantuan pembiayaan sangat berkorelasi terhadap gangguan permintaan pasar yang kini sedang dialami pelaku UMKM.
Jika UMKM mendapatkan bantuan pembiayaan tanpa dibantu kepastian pasar, hal itu akan merepotkan UMKM dalam mengembalikan pembiayaan sekalipun sudah ditopang bunga rendah. Selain pembiayaan, berbagai permasalahan masih menghadang pelaku UMKM di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam diskusi terkait peluncuran ”KONTAG: Komunitas UMKM Berbagi Industri untuk Bangkit Bersama” di Jakarta, Rabu (25/8/2021), mengatakan, kehadiran Gojek sebagai penggagas solusi digital perlu memberikan ruang bagi pelaku bisnis ritel, terutama UMKM. Solusi digital diharapkan menjadi sistem yang mengintegrasikan berbagai solusi yang dapat dimanfaatkan UMKM.
Oke menjelaskan, dari data Kementerian Koperasi dan UKM, sedikitnya ada lima permasalahan yang dihadapi UMKM di Indonesia pada masa pandemi. Pertama, penurunan daya beli masyarakat yang berdampak pada turunnya permintaan atau penjualan sebesar 23 persen. Banyak pelaku UMKM merasakan penurunan permintaan akibat tidak adanya pelanggan yang membeli, apalagi sejak pembatasan mobilitas masyarakat yang diberlakukan pemerintah.
Kedua, hambatan distribusi mencapai 19,5 persen. Pembatasan mobilitas di sejumlah wilayah membuat distribusi perdagangan agak terganggu sehingga barang menjadi lebih lama tiba ke tangan konsumen.
Banyak pelaku UMKM merasakan penurunan permintaan akibat tidak adanya pelanggan yang membeli, apalagi sejak pembatasan mobilitas masyarakat yang diberlakukan pemerintah.
Baca juga : Masuk ke Ekosistem Digital, UMKM Butuh Mitra
Ketiga, akses permodalan dan pembiayaan. Sekitar 20 persen pelaku UMKM tidak memiliki akses permodalan dari perbankan sehingga mengambil pinjaman modal dari sumber alternatif lain. Biasanya mereka mendapatkan pendanaan dari rentenir. ”Segmen ini perlu dibantu untuk masuk dan memperoleh pinjaman atau pembiayaan dari lembaga jasa keuangan formal,” kata Oke.
Keempat, kesulitan bahan baku. Selain penjualan menurun, UMKM juga sulit untuk mendapat bahan baku yang dipicu pembatasan mobilitas masyarakat dan pembatasan impor. Banyak negara juga membatasi arus logistik selama masa pandemi. Padahal, saat ini kegiatan logistik sebetulnya meningkat di tengah pembatasan pergerakan perdagangan internasional, mulai dari kenaikan pengiriman kontainer hingga frekuensi bongkar muat barang.
Masalah kelima adalah hambatan produksi, termasuk pembatasan pergerakan tenaga kerja. Mesin produksi ini berimbas terhadap pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. ”Berbagai kebijakan pemerintah sekarang ini warnanya sudah menunjukkan keberpihakan kepada UMKM,” ujar Oke.
Ia menambahkan, mendorong UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia ke arah digital menjadi keharusan. Inklusi UMKM ke arah digital merupakan solusi untuk membantu dan mendorong UMKM. Tidak hanya beradaptasi, melainkan juga mengembangkan usahanya, khususnya di tengah tantangan ekonomi yang terdampak pandemi.
Head of Merchant Platform Business GoTo Financial Novi Tandjung mengatakan, selama ini Gojek lebih banyak mengungkapkan data dan solusi industri kuliner. Sementara tantangan industri nonkuliner juga banyak dan beragam.
Inklusi UMKM ke arah digital merupakan solusi untuk membantu dan mendorong UMKM. Tidak hanya beradaptasi, melainkan juga mengembangkan usahanya, khususnya di tengah tantangan ekonomi yang terdampak pandemi.
Baca juga : Digitalisasi UMKM dan Wajah Baru QRIS
Berdasarkan data Bank Indonesia, dari hampir 65 juta UMKM, penyebarannya dapat dikategorikan menjadi pedagangan besar, eceran, reparasi, jasa, usaha lain, termasuk kuliner. Dari total UMKM tersebut, 87 persen sangat terdampak pandemi Covid-19.
”Tantangan yang dihadapi UMKM bisa dijawab dengan digitalisasi dan teknologi. Pekerjaan kita sangat besar. Karena itu, kami dari GoTo Financial juga ingin ikut serta mengerjakan pekerjaan rumah besar itu. Kami menjadikan misi utama dalam membantu menyelesaikan masalah UMKM,” ujar Novi.
GoTo Group meyakini sudah memiliki banyak solusi sejak lama. Solusi bagi usaha nonkuliner misalnya jasa Gosend untuk logistik atau GoStore untuk pengusaha yang ingin menyambungkan bisnis daring dan luring. Ada pula Moka, Selly, Midtrans, GoBiz, dan GoBizPlus.
Novi mencermati, selama pandemi ada 1.300 toko luring tutup berdasarkan laporan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Ini terjadi karena daya beli turun, pergerakan masyarakat dan suplai barang terbatas, dan tantangan lain. Mereka sangat bergantung pada kedatangan konsumen secara langsung. Dari data Smesco Kemenkop dan UKM, sektor kuliner terdampak sebesar 43,09 persen, kemudian berturut-turut sektor jasa 26,02 persen dan mode 13,01 persen.
”Digitalisasi harus didorong sekencang-kencangnya. Sejak 2020, pemerintah mengadopsi digitalisasi itu. Ternyata baru 21 persen yang berhasil secara kolektif kita jaring ke platform digital. Sekali lagi, tantangannya banyak dan dampaknya besar, serta pekerjaan rumah kita masih banyak,” ucap Novi.
Dilihat dari mata pengusaha, lanjutnya, pembatasan mobilitas sangat berdampak bagi pengusaha yang bergantung pada perdagangan secara luring. Pedagang daring pun merasakan dampaknya, seperti mengatur pola pembayaran, mengatasi pesanan yang datang mendadak dalam jumlah besar, dan mengatur pengiriman tepat waktu dengan barang yang sesuai.
Pembatasan mobilitas sangat berdampak bagi pengusaha yang bergantung pada perdagangan secara luring.
Baca juga : Pemasaran secara Daring Perlu Literasi Digital Memadai
Untuk mengatasi pemesanan produk kuliner, memang variasinya tidak terlalu detail. Sementara produk nonkuliner memiliki variasi yang sangat banyak. Untuk produk jasa kecantikan saja, misalnya, variasi permintaannya sangat banyak, mulai dari warna, bentuk, ukuran, hingga penyesuaian kebutuhan dengan jenis kulit konsumen. Bahkan, konsultasi komunikasinya berbeda dengan usaha kuliner. Waktu pengiriman pun harus diatur lebih ketat dan akurat serta tepat waktu.
CEO BLP Beauty Monica Christa mengatakan, pengalaman memasarkan produk kosmetik lokal sejak 2016 mengalami jatuh bangun yang dimulai dengan platform digital. Tidak memiliki modal yang cukup membuat penjualan hanya mengandalkan situs tanpa menggunakan payment gateway atau sistem transaksi yang disediakan aplikasi e-dagang.
Ternyata, lanjut Monica, antusiasme pembeli besar sekali. Ribuan transaksi yang masuk tak dapat diatasi oleh kemampuan situs web. Melihat potensinya begitu besar, pembenahan dilakukan dengan menggunakan Midtrans pada tahun 2016. Tak perlu lagi memantau satu per satu transaksi pembayarannya karena sistem bekerja otomatis.
”Dengan solusi digital semacam ini, kita bisa konsentrasi pada pengembangan bisnis,” kata Monica.
Terkait pandemi, Monica juga memanfaatkan fitur teknologi GoTo Financial berupa GoStore. Sebab, salah satu dampak yang paling besar dirasakan adalah semua toko luring sebanyak tujuh gerai di sejumlah kota besar harus tutup akibat pembatasan kegiatan masyarakat. Uniknya, konsumen dapat membeli secara daring dengan menyesuaikan lokasi pembelian yang terdekat.
Apresiasi
Oke mengatakan, pemerintah mengapresiasi upaya Gojek membantu program pemerintah mengatasi masalah UMKM. Yang terpikir pada saat awal pandemi adalah bagaimana membatasi pergerakan di pasar tradisional. Pemerintah melakukan nota kesepahaman kolaborasi dengan Gojek untuk bisa berpartisipasi mengatasi masalah ini.
Keberhasilan Gojek mengembangkan platform yang menghubungkan jutaan rakyat Indonesia telah memberikan kontribusi positif sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Seperti diketahui, kata Oke, pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II-2021 mencapai 7,07 persen secara tahunan. Namun, triwulan III-2021 perlu dilihat kembali karena mulai Juli lalu pemerintah menerapkan PPKM darurat menjadi PPKM level 1-4. Tentunya, hal ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 57-60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari konsumsi rumah tangga ini, e-dagang berkontribusi sedikitnya 4 persen dan diharapkan kontribusinya meningkat menjadi 18 persen pada tahun 2030.
Dalam era digital, pemerintah dituntut mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan cepat dan efektif menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Aspek kolaborasi, sinergi, kreativitas, inovasi, dan kecepatan sangat penting sehingga adaptasi dengan era baru menjadi kunci mutlak di era digital, termasuk penanganan Covid-19, dalam pemulihan ekonomi Indonesia.
”Di tengah keseimbangan prioritas kesehatan dan ekonomi, kita juga perlu menjaga roda perdagangan tetap berjalan dengan baik melalui transaksi luring maupun daring. Pandemi Covid-19 memukul hampir seluruh sektor. Pelaku UMKM menjadi pihak yang terpukul paling telak, menurunnya daya beli masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan UMKM,” tutur Oke.
Baca juga : UMKM Butuh Dukungan Peningkatan Kapasitas dan Akses Pasar