Pelaku usaha menyoroti kendala ketimpangan vaksinasi antardaerah. Pelonggaran di masa PPKM sulit dilakukan jika pekerja industri dan masyarakat umum belum mendapat vaksin.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas ekonomi mulai didorong, tetapi pelaksanaan vaksinasi belum merata di berbagai daerah. Padahal, vaksinasi adalah salah satu prasyarat untuk membuka kembali kegiatan ekonomi secara aman di tengah pandemi Covid-19.
Kendala vaksinasi ini menjadi salah satu isu yang paling banyak disoroti kalangan pelaku usaha dalam acara dialog pembukaan Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Ke-31 Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Selasa (24/8/2021). Pengusaha, khususnya di daerah, mengkhawatirkan ketimpangan vaksinasi yang masih terjadi di lapangan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, seiring dengan tren penurunan kasus harian Covid-19, terjadi peningkatan aktivitas ekonomi di semua provinsi di Indonesia. Kenaikannya kini sudah hampir mencapai kondisi normal.
Menurut dia, pelonggaran aktivitas ekonomi itu dapat memunculkan ledakan kasus Covid-19 yang baru di kemudian hari. Untuk mencegah hal itu terjadi, vaksinasi, penerapan protokol kesehatan, serta pengetesan dan pelacakan harus lebih gencar dilakukan.
”Kalau itu dilakukan, kita bisa menghindari outbreak gelombang kedua atau ketiga seperti yang terjadi di negara-negara lain,” kata Luhut saat membuka acara Rakerkonas Apindo secara virtual.
Menurut dia, peran pelaku usaha menjadi penting untuk menghindari hal itu terjadi. ”Pengusaha berkepentingan agar tidak terjadi outbreak. Ini bukan hanya urusan pemerintah, melainkan urusan kita bersama. Tidak bisa kita jemawa mengatakan kita sudah selesai dengan Covid-19,” katanya.
Salah satu prasyarat untuk membuka kembali aktivitas ekonomi secara aman adalah vaksinasi. Namun, laju vaksinasi masih menjadi persoalan. Distribusinya belum merata antardaerah. Data Kementerian Kesehatan, per 18 Agustus 2021, hanya ada tujuh provinsi, yang mayoritas di Jawa-Bali, yang laju vaksinasi dosis pertamanya sudah di atas rata-rata nasional sebesar 26,43 persen. Sementara perkembangan vaksinasi di 27 provinsi lainnya masih di bawah rata-rata vaksinasi nasional.
Mempertanyakan
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan, pengusaha berkepentingan mendorong percepatan vaksinasi. Sebab, pelonggaran ekonomi sulit dilakukan jika pekerja industri dan masyarakat umum belum mendapat vaksin. ”Kami ingin memastikan industri dan usaha bisa segera kembali beraktivitas,” katanya.
Shinta mengatakan, pengusaha di daerah ingin membantu pemerintah mempercepat distribusi vaksinasi bagi masyarakat, tetapi tidak tahu harus mengakses di mana. Beberapa pengusaha, seperti Theo Widodo dari Apindo Nusa Tenggara Timur, misalnya, mempertanyakan alur mekanisme yang tidak jelas untuk mendapatkan vaksinasi di NTT.
Sementara Johnny Sitanggang dari Apindo Sumatera Utara mengeluhkan vaksinasi yang belum merata di daerahnya sehingga menghalangi pelaksanaan pelonggaran aktivitas ekonomi di masa PPKM. ”Kita mau melakukan vaksinasi sebagai prasyarat pembukaan aktivitas ekonomi, tetapi itu jadi sulit karena daerah-daerah belum merata vaksinnya. Bukan karena masyarakat tidak mau divaksin, tetapi belum dapat akses,” ujarnya.
Ada pula pelaku usaha yang mempertanyakan ketidaksesuaian antara data stok vaksin yang diklaim aman oleh pemerintah, sementara kenyataannya banyak orang tidak bisa mengakses vaksin karena pemerintah daerah mengklaim stok vaksin sudah habis.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa mengatakan, perkembangan vaksinasi oleh pemerintah sebenarnya sudah sangat signifikan. Suplai dosis vaksin yang diamankan pemerintah sudah mencapai 261 juta dosis dan diharapkan bisa mencapai 327 juta pada Desember 2021 nanti.
”Sebenarnya persoalan vaksin sekarang sudah tidak ada lagi. Dari sisi stok, akan mulai masuk banyak per Agustus ini dan langsung kita sebar ke provinsi, yang langsung disebar ke kabupaten/kota,” katanya.
Dari hasil monitoring pemerintah, sebenarnya stok vaksin di pemerintah daerah masih banyak. ”Banyak daerah yang masih banyak vaksinnya, tetapi sudah teriak. Kita punya datanya. Sebenarnya tidak ada daerah yang kurang, rata-rata masih punya stok ribuan dosis, tinggal dikeluarkan saja,” katanya.
Harga diturunkan
Selain program vaksinasi oleh pemerintah yang belum merata, penyerapan program Vaksinasi Gotong Royong (VGR) oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga masih rendah. Salah satu problemnya adalah harga vaksin yang dianggap terlalu mahal oleh beberapa perusahaan kecil-menengah serta padat karya.
Terkait ini, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, untuk mempermudah akses vaksinasi, harga vaksin Sinopharm untuk VGR dievaluasi. Harganya turun dari Rp 321.660 per dosis menjadi Rp 188.000 per dosis. ”Harga tersebut di luar harga pelayanan kesehatan dan tenaga vaksinator karena ini harus diupayakan sendiri,” kata Hariyadi.
Selain menyoroti problem vaksinasi, kalangan pengusaha juga meminta agar pemerintah dapat memperpanjang pemberlakuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal relaksasi restrukturisasi kredit. Peraturan itu memungkinkan pengusaha mendapat keringanan restrukturisasi kredit perbankan sampai 2022.
Hariyadi berharap masa berlaku peraturan itu direvisi agar kebijakan restrukturisasi kredit diperpanjang sampai tahun 2025. ”Dampak pandemi ini akan panjang. Kalau aturan relaksasi restrukturisasi hanya diperpanjang setahun setahun, itu akan sulit. Kami meminta dukungan pemerintah agar bisa diperpanjang langsung menjadi tiga tahun sampai 2025,” kata Hariyadi.