Di Balik Kebijakan Hidup Berdamai dengan Covid-19
Pemerintah telah memilih untuk hidup berdampingan dengan pandemi Covid-19. Beragam kisah mulai dari ”hilangnya” data kematian, ”tabungan” data, pertimbangan data ekonomi dan epidemologi, hingga masukan WHO mewarnainya.

Para pengendara melintasi kawasan perbelanjaan di Jalan Raden Patah, Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Jumat (20/8/2021). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti keputusan Pemerintah Indonesia yang mulai memberikan pelonggaran atas beberapa kegiatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. WHO menyebutkan, tren mobilitas warga di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten, meningkat signifikan, bahkan hampir sama seperti sebelum pandemi muncul.
Tiba-tiba sudah normal baru saja…. Belum genap dua bulan seusai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat hingga level 4 yang dimulai sejak 3 Juli 2021, pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 per 24 Agustus 2021. Beragam kisah mulai dari ”hilangnya” data kematian, ”tabungan” data, pertimbangan data ekonomi dan epidemologi, hingga masukan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mewarnainya.
Dalam telekonferensi pers, Senin (23/8/2021) malam, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, arah Indonesia sekarang akan mulai berubah dari melawan pandemi Covid-19 menjadi hidup berdamai dengan Covid-19. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemangku kepentingan terkait akan menyiapkan dan menyusun strateginya agar bisa berjalan dengan baik.
Pertama dan yang paling penting adalah penerapan disiplin protokol kesehatan agar bisa menyeimbangkan antara hidup yang sehat dan hidup yang bermanfaat secara ekonomi. Salah satu upayanya adalah menyusun penerapan protokol kesehatan berbasis teknologi informasi melalui aplikasi Peduli Lindungi.
”Protokol kesehatan tersebut bakal mencakup pasar modern dan tradisional; transportasi; tempat kerja, baik di perkantoran maupun industri; pariwisata dengan sektor pendukungnya, seperti restoran dan hotel; olahraga, pendidikan, dan tempat-tempat ibadah,” ujarnya.
Kedua, lanjut Budi, penguatan tes Covid-19 dan penelusuran kasus. Kedua hal itu tidak sekadar dilakukan secara massal dan lantaran ingin melakukan aktivitas tertentu, tetapi juga diarahkan untuk menelusuri kontak erat yang bergejala.
Ketiga, penguatan strategi perawatan bagi pasien Covid-19 untuk menekan angka kematian dan mempercepat penyembuhan. Konkretnya adalah mewujudkan fasilitas perawatan primer dan isolasi-isolasi dengan pengobatan atau terapi Covid-19 dasar. Rumah sakit hanya diisi kasus-kasus kritis dan berat, sedangkan yang bergejala ringan akan ditangani puskesmas atau klinik perawatan primer.

Pengunjung mencoba mendaftar di aplikasi Peduli Lindungi sebagai syarat untuk dapat memasuki pusat perbelanjaan di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Sabtu (14/8/2021).
Proses melahirkan kebijakan menuju normal baru atau hidup berdamai dengan Covid-19 di era vaksinasi ini boleh dikata berlangsung cepat. Indikasinya terlihat sejak pemerintah mulai melonggarkan PPKM level 4 dengan menggelar uji coba pembukaan mal per 10 Agustus 2021 dan pembukaan secara penuh (100 persen) industri berorientiasi ekspor dan domestik. Dengan pilihan frasa ”uji coba”, masyarakat pelan-pelan digiring menuju normal baru di tengah masih garangnya virus korana baru varian Delta.
Salah satu syarat pembukaan pusat perbelanjaan dan toko serba ada adalah pekerja dan pengunjung mal harus sudah divaksin dan menunjukkan sertifikat vaksinasi digital dalam aplikasi Peduli Lindungi. Jika belum divaksin, mereka harus menunjukkan hasil tes antigen 1 x 24 jam dan tes reaksi berantai polimerase (PCR) 2 x 24 jam.
Berbeda dengan uji coba pembukaan industri. Syarat utamanya adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan. Hal ini untuk mengantisipasi masih banyaknya pekerja yang masih belum divaksin. Dari 458.505 total pekerja yang mengikuti uji coba pada 17-23 Agustus 2021, misalnya, baru 66.342 pekerja (14,79 persen) yang sudah divaksin dosis pertama dan kedua. Adapun yang sudah divaksin dosis pertama dan tengah menunggu dosis kedua sebanyak 310.760 orang (69,28 persen).
Untuk mengantisipasi terjadinya kluster baru, selain protokol kesehatan, pemerintah juga mewajibkan pengelola pusat perbelanjaan dan industri membentuk satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19. Pemerintah juga menyiapkan sanksi. Jika muncul kluster baru, pusat perbelanjaan akan ditutup selama tiga hari dan industri lima hari.
Baca juga: Digiring Menuju Normal Baru
”Tabungan” data
Sepanjang periode penerapan PPKM darurat hingga level 4, 3, dan 2 ini, muncul sejumlah ”kisah” menarik. Hal itu mulai dari ”kisah” data kematian, tabungan data, pertimbangan data ekonomi dan epidemologi, hingga masukan dari WHO terhadap Indonesia.

Pemerintah sempat tidak memasukkan data kematian sebagai salah satu dasar evaluasi PPKM. Alasannya adalah ada tumpang tindih data kematian di sejumlah daerah sehingga perlu dibereskan terlebih dahulu. Setelah beres, data tersebut akan dimasukkan kembali sebagai indikator kematian sebagai penilaian asesmen level sesuai acuan yang ditetapkan oleh WHO. Pemerintah akan mengumumkan data itu secara bertahap.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, pemerintah pusat mengambil data itu dari sejumlah daerah untuk memberesinya. Data itu akan dikeluarkan secara bertahap sehingga ada potensi lonjakan kasus Covid-19 lagi dalam 10 hari ke depan karena ada ”tabungan” data konfirmasi kasus harian dan kematian yang belum dilaporkan.
”Saya sekadar mengingatkan, dalam beberapa hari ke depan akan kembali terjadi kenaikan tren kasus konfirmasi dan kematian akibat tabungan kasus yang akan dikeluarkan beberapa kabupaten dan kota. Ada beberapa ratus dan ribu data yang akan dikeluarkan secara bertahap dalam satu minggu ke depan,” ujarnya.
Data itu akan dikeluarkan secara bertahap sehingga ada potensi lonjakan kasus Covid-19 lagi dalam 10 hari ke depan karena ada ”tabungan” data konfirmasi kasus harian dan kematian yang belum dilaporkan.
Persoalan ini muncul berbarengan dengan pertimbangan pemerintah melonggarkan aktivitas ekonomi melalui uji coba pembukaan mal dan industri. Pelonggaran itu berdasarkan penurunan kasus dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah bawah.
Pada 23 Agustus 2021, Presiden menyatakan, sejak titik puncak kasus pada 15 Juli 2021, kasus konfirmasi positif terus turun sebesar 78 persen. Angka kesembuhan secara konsisten juga lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan kasus konfirmasi positif selama beberapa minggu terakhir. Hal ini berkontribusi secara signifikan terhadap penurunan keterisian tempat tidur (BOR) nasional yang saat ini berada pada angka 33 persen (Kompas, 23 Agustus 2021).
Baca juga: Level PPKM Sejumlah Daerah Diturunkan, Presiden: Tetap Jaga Kewaspadaan

Presiden Jokowi saat memberikan pernyataan terkait perkembangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Senin (23/8/2021).
Namun, sejumlah ekonom dan epidemiolog menyatakan, penurunan kasus tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan melonggarkan PPKM. Data epidemiologi lain, seperti tingkat kematian kasus (case fatality rate) dan positivity rate (perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dan jumlah tes yang dilakukan), juga perlu dijadikan dasar pelonggaran.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman menyatakan, angka kematian tidak bisa dihilangkan sebagai indikator penting dalam pandemi. “Kalau datanya tidak akurat atau terlambat inputnya, seharusnya diperbaiki, bukan justru dihilangkan sehingga keputusan yang diambil dengan mengabaikan data itu justru bisa keliru,” kata dia (Kompas, 10/8/2021).
Baca juga: Menyikapi Lebih dari 1.000 Kematian Covid-19 Sehari
Selain itu, lanjut Dicky, dilihat dari positivity rate, angkanya masih jauh dari standar WHO yang menetapkan ambang batas minimal angka positivity rate kurang dari 5 persen untuk melonggarkan pembatasan. Apabila positivity rate suatu daerah semakin tinggi, kondisi pandemi di daerah tersebut masih buruk. Risiko orang terpapar dan laju penyebaran juga masih tinggi.
Sementara itu, Kepala Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan, pelonggaran PPKM ini masih berpotensi menyebabkan kasus kembali meningkat karena masih tingginya tingkat kematian kasus, positivity rate, dan kesenjangan vaksinasi antardaerah.
”Kasus memang turun, tetapi tingkat kematian masih tinggi di atas 1.000 orang per hari dengan tingkat kematian kasus di kisaran 2,5-3,5 persen. Adapun positivity rate masih di atas 10 persen,” kata Yose ketika dihubungi di Jakarta, Senin (23/8/2021).
Per 23 Agustus 2021, positivity rate harian sebesar 12,92 persen dan positivity rate mingguan (15-21 Agustus 2021) 19,25 persen.
Baca juga:
- Terus Dilonggarkan, PPKM Dinilai Sudah Tidak Efektif Lagi
- Jangan Buru-buru Terapkan Normal Baru Era Vaksinasi

Infografik: Pencapaian Upaya Menekan Kasus Positif dan ”Positivity Rate” Harian
Selama periode 16 Juli-22 Agustus 2021 atau dalam 38 hari terakhir, angka kematian harian akibat Covid-19 di Indonesia tak pernah di bawah 1.000 kasus. Jumlah kasus kematian terendah mencapai 1.030 orang pada 22 Agustus 2021 dan tertinggi 2.069 orang pada 27 Juli 2021.
Jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dalam periode tersebut 56.180 jiwa. Per 23 Agustus 2021, ada penambahan 842 kasus kematian akibat Covid-19 sehingga total pasien Covid-19 yang meninggal sejak kasus pertama sebanyak 127.214 orang.
Masukan WHO
Dari sisi ekonomi, pemerintah mempertimbangkan penurunan daya beli masyarakat, terutama kelas bawah. Pandemi yang sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun ini semakin menggerus penghasilan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya jumlah penduduk yang bergantung pada penghasilan harian, baik sebagai pekerja formal maupun informal.
Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2020 sebanyak 128,45 juta orang dari 138,22 juta angkatan kerja. Dari jumlah itu, 77,67 juta orang (60,47 persen) adalah pekerja informal berpenghasilan tidak tetap, baik di sektor pertanian maupun nonpertanian. Adapun sebanyak 17,48 juta orang adalah pekerja formal di sektor manufaktur yang sebagian besar bekerja dengan upah harian.
Baca juga:
Sementara itu, WHO, dalam laporannya tentang penanganan kasus Covid-19 di Indonesia pada 18 Agustus 2021, menyatakan, meskipun PPKM tetap dilaksanakan, Pemerintah Indonesia telah mencabut beberapa pembatasan pergerakan sejak 26 Juli 2021. Hal ini menyebabkan mobilitas masyarakat meningkat, terutama di stasiun transit serta kawasan ritel dan rekreasi di Jawa dan Bali.

Matriks keadaan ekonomi dan kesehatan Indonesia per 19 Agustus 2021. Sebagian besar daerah di Indonesia masih berada di kuadran II (economy improves-health declines). Hal ini mencerminkan pergerakan aktivitas ekonomi harian meningkat, sementara situasi kesehatan cenderung belum membaik secara signifikan. (Sumber: CSIS Indonesia)
Peningkatan pergerakan masyarakat paling signifikan terjadi di kawasan ritel dan rekreasi, terutama di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. ”Pemerintah Indonesia perlu membuat rencana konkret dan tindakan darurat untuk mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat yang bisa tertransmisi ke sektor kesehatan, baik di tingkat nasional maupun daerah,” sebut laporan itu.
Pemerintah Indonesia perlu membuat rencana konkret dan tindakan darurat untuk mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat yang bisa tertransmisi ke sektor kesehatan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Selain itu, WHO juga memberikan catatan, pada periode 9-15 Agustus 2021, jumlah pengujian kasus suspek positif Covid-19 turun dari 3,5 hingga 3,3 per 1.000 populasi per minggu. Hal ini merupakan pengujian atau tes terendah yang dilakukan Indonesia dari tingkat pengujian 4,2 per 1.000 populasi per minggu yang tercatat pada pertengahan Juli 2021.
Pemerintah sudah mengambil pilihan untuk hidup berdamai dengan Covid-19 di tengah masih tingginya tingkat kematian, positivity rate, dan ketimpangan vaksinasi antardaerah. Pemerintah juga menjanjikan untuk mengantisipasi lonjakan kasus dan meningkatkan penanganan pandemi Covid-19 di tengah pemulihan ekonomi nasional.
Bersamaan dengan itu, percepatan vaksinasi terus dilakukan untuk mencipta kekebalan kelompok (herd immunity). Kementerian Kesehatan mencatat, per 23 Agustus 2021, penduduk yang sudah divaksinasi Covid-19 dosis kedua 32.046.224 orang (15,39 persen) dari target 208.265.720 orang. Sementara penerima vaksin dosis pertama 57.779.716 orang.
Selamat datang dan menjalani normal baru atau hidup berdamai dengan Covid-19 di era vaksinasi…..
Baca juga: Normal Baru ”Yo Wis Ben”