Terus Dilonggarkan, PPKM Dinilai Sudah Tidak Efektif Lagi
Pemerintah perlu membuat rencana konkret dan tindakan darurat guna mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat ke sektor kesehatan di tingkat nasional dan daerah. Tingkat kematian akibat Covid-19 juga perlu ditekan.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM dinilai sudah tidak efektif karena aktivitas sudah semakin longgar. Selain percepatan vaksinasi, pemerintah diminta membuat rencana konkret dan tindakan darurat guna mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat ke sektor kesehatan di tingkat nasional dan daerah.
Kepala Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan, walaupun ada PPKM, pergerakan atau mobilitas masyarakat terus meningkat lantaran pemerintah terus melonggarkan aktivitas. Pergerakan ini bagus dari sisi ekonomi mengingat mobilitas itu mulai terlihat di tempat-tempat perbelanjaan dan sejumlah kawasan industri.
Di sisi lain, PPKM sudah tidak efektif lagi karena mobilitas sudah mendekati situasi seperti sebelum PPKM kendati ada masyarakat yang masih berhati-hati dan cenderung menahan diri keluar rumah. Pelonggaran PPKM ini masih berpotensi menyebabkan kasus kembali meningkat karena masih tingginya tingkat kematian kasus (case fatality rate), positivity rate (perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dan jumlah tes yang dilakukan), dan kesenjangan vaksinasi antardaerah.
”Kasus memang turun, tetapi tingkat kematian masih tinggi di atas 1.000 orang per hari dengan tingkat kematian kasus di kisaran 2,5-3,5 persen. Adapun positivity rate masih di atas 10 persen,” kata Yose ketika dihubungi di Jakarta, Senin (23/8/2021).
PPKM sudah tidak efektif lagi karena mobilitas sudah mendekati hampir seperti sebelum PPKM. Pelonggaran PPKM ini masih berpotensi menyebabkan kasus kembali meningkat.
Berdasarkan Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan CSIS Indonesia, per 19 Agustus 2021, sebagian besar daerah di Indonesia masih berada di kuadran II (economy improve-health declines). Keadaan ekonomi digambarkan oleh indeks pergerakan dan keadaan kesehatan oleh indeks intensitas Covid-19.
Sejak PPKM darurat diterapkan pada 3 Juli hingga 19 Agustus 2021, indeks pergerakan (didapat dari data pergerakan orang di sejumlah tempat yang bersumber dari data Google Mobility Index dan Facebook Range Map) nasional terendah terjadi pada 20 Juli 2021, yaitu minus 0,196. Kemudian pada 19 Agustus 2021, indeks tersebut mulai bergerak naik menjadi minus 0,089.
Adapun indeks intensitas Covid-19 (dihitung dari tingkat kematian, pertumbuhan penyebaran, dan kasus aktif) nasional pada 3 Juli 2021 sebesar 2,95 dan pada 19 Agustus 2021 sebesar 3,18. Indeks intensitas Covid-19 nasional tertinggi terjadi pada 1 Agustus 2021, yakni sebesar 3,39.
Semakin tinggi mobilitas orang, semakin tinggi pula aktivitas ekonomi. Semakin tinggi nilai indeks intensitas Covid-19 mengindikasikan masih buruknya penanganan kasus Covid-19. ”Hal ini mencerminkan pergerakan aktivitas ekonomi harian meningkat, sementara situasi kesehatan cenderung belum membaik secara signifikan,” ujar Yose.
Menurut Yose, pemerintah memang tengah mengendurkan ”rem” pengetatan untuk menggerakkan ekonomi kendati masih ada risiko pandemi. Jika hal ini menjadi pilihan pemerintah, risiko dan tingkat kematian harus ditekan.
Tidak bisa jika yang menjadi pertimbangan hanya penurunan kasus positif Covid-19. Angka dan tingkat kematian yang menggambarkan risiko besar orang yang terpapar Covid-19 juga harus turut diturunkan.
”Harus ada perubahan paradigma pikir pemerintah dari tidak sekadar menurunkan kasus, tetapi lebih ke harm reduction (pengurangan risiko bahaya), yaitu angka dan tingkat kematian. Caranya dengan mempercepat vaksinasi dan mengurangi kesenjangan vaksinasi antardaerah, serta pembenahan fasilitas dan kelengkapan perawatan pasien Covid-19 di sejumlah daerah,” katanya.
Harus ada perubahan paradigma pikir pemerintah dari tidak sekadar menurunkan kasus, tetapi lebih ke harm reduction (pengurangan bahaya), yaitu angka dan tingkat kematian.
Selama periode 16 Juli-22 Agustus 2021 atau dalam 38 hari terakhir, angka kematian harian akibat Covid-19 di Indonesia tak pernah di bawah 1.000 kasus dalam 38 hari terakhir. Jumlah kasus kematian terendah mencapai 1.030 orang pada 22 Agustus 2021 dan tertinggi sebanyak 2.069 orang pada 27 Juli 2021.
Jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dalam periode tersebut sebanyak 56.180 jiwa. Per 23 Agustus 2021, ada penambahan 842 kasus kematian akibat Covid-19 sehingga total pasien Covid-19 yang meninggal sejak kasus pertama sebanyak 127.214 orang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya tentang penanganan kasus Covid-19 di Indonesia pada 18 Agustus 2021 menyatakan, meskipun PPKM tetap dilaksanakan, Pemerintah Indonesia telah mencabut beberapa pembatasan pergerakan sejak 26 Juli 2021. Hal ini menyebabkan mobilitas masyarakat meningkat, terutama di stasiun transit, kawasan ritel dan rekreasi di Jawa dan Bali.
Peningkatan pergerakan masyarakat paling signifikan terjadi di kawasan ritel dan rekreasi, terutama di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. ”Pemerintah Indonesia perlu membuat rencana konkret dan tindakan darurat untuk mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat yang bisa tertransmisi ke sektor kesehatan, baik di tingkat nasional maupun daerah,” sebut laporan itu.
Pemerintah Indonesia perlu membuat rencana konkret dan tindakan darurat untuk mengantisipasi dampak mobilitas masyarakat yang bisa tertransmisi ke sektor kesehatan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Sementara itu, pemerintah terus melanjutkan dan memperluas uji coba pembukaan pusat perbelanjaan atau mal serta industri berorientasi ekspor dan domestik. Terkait dengan uji coba pembukaan pusat perbelanjaan tahap pertama (10-16 Agustus 2021) dan kedua (17-23 Agustus 2021), pemerintah mengklaim uji coba tersebut berhasil.
Dalam uji coba tersebut, sertifikat vaksinasi digital menjadi salah satu syarat masuk mal dan department store (toko serba ada). Syarat ini berlaku bagi pengunjung dan pekerja mal.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, angka kunjungan mal dan toko serba ada pada pekan kedua uji coba di atas 5 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10.000 orang terdeteksi berkategori merah sehingga dilarang masuk ke mal dan toko serba ada tersebut.
”Pemerintah akan memperluas pembukaan itu tidak hanya untuk kategori mal dan toko serba ada. Pengelola tetap harus bertanggung jawab terhadap kedisiplinan penerapan syarat pembukaan. Kalau ditemukan kasus positif Covid-19, kami akan menutupnya selama tiga hari,” katanya.