Aturan Teknis Belum Ada, Penerapan Cukai Plastik Belum Pasti
Bila implementasi cukai plastik tidak jadi terlaksana tahun 2022, hal ini berisiko menggerus penerimaan negara dari sektor cukai pada tahun depan yang ditetapkan Rp 203,9 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum ada kepastian terkait rencana pemerintah memberlakukan pungutan cukai produk plastik tahun 2022. Pembahasan terkait penerapan, mulai dari penyusunan regulasi teknis hingga skema pemungutan cukai produk plastik belum tuntas hingga saat ini.
Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2022 tertulis bahwa pemerintah akan memperluas obyek cukai pada 2022, termasuk cukai atas produk plastik. Perluasan basis cukai merupakan bagian dari upaya pemerintah mengejar target penerimaan cukai tahun depan yang ditetapkan Rp 203,9 triliun.
Kendati dalam dokumen itu juga tertulis bahwa potensi penerimaan cukai cukup besar dari cukai atas produk plasti, pembahasan peraturan pelaksanaan belumlah final. Hal ini berimbas pada masih terdapat ketidakpastian pelaksanaannya tahun 2022.
Jika ditilik lebih lanjut, hingga saat ini memang belum terdapat peraturan pemerintah terkait yang mengatur petunjuk teknis yang memuat skema serta model pungutan cukai produk plastik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Saat dikonfirmasi pada Senin (23/8/2021), Direktur Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga pada Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Syarif Hidayat mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) akan mengatur satu pasal tentang penambahan barang kena cukai.
Hingga saat ini memang belum terdapat peraturan pemerintah terkait yang mengatur petunjuk teknis yang memuat skema serta model pungutan cukai produk plastik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
”Pasal tersebut akan mengandung substansi mengenai pungutan cukai plastik. Pengenaan plastik sebagai obyek cukai ini merupakan salah satu bentuk ekstensifikasi atau perluasan yang dilakukan oleh otoritas fiskal,” ujar Syarif.
Meski sudah diakomodasi di dalam RUU KUP, lanjut Syarif, pembahasan peraturan pemerintah mengenai hal ini tetap dilanjutkan karena nantinya peraturan pemerintah akan mengatur hal teknis yang belum diatur dalam RUU KUP.
Syarif belum dapat berkomentar lebih jauh terkait perkembangan penyusunan peraturan pemerintah dan belum dapat memberikan proyeksi kapan petunjuk teknis yang memuat skema serta model pungutan cukai produk plastik akan rampung.
Hal yang pasti adalah dalam dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2022 pemerintah menulis, jika pungutan terkendala, hal itu akan menjadi sumber risiko terhadap penerimaan cukai pada tahun depan. Padahal, di sisi lain, pemerintah berharap melalui kebijakan ini fungsi pengendalian konsumsi terhadap obyek tersebut dapat dilaksanakan lebih baik.
Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menilai, pengenaan cukai terhadap seluruh produk plastik sudah tepat. Dari sisi tarif, penerapan besaran cukai plastik tidak akan seragam, bergantung dari jenis plastik serta dampaknya terhadap lingkungan.
Hal tersebut tentunya akan membuat proses negosiasi semakin panjang karena, di samping harus mendapat persetujuan DPR, koordinasi juga diperlukan dengan kementerian dan lembaga terkait. ”Dampaknya, benefit dari cukai akan semakin lama didapat. Kegaduhan juga mungkin ada, tapi memang ini proses yang mesti dialui,” katanya.
Dari sisi tarif, penerapan besaran cukai plastik tidak akan seragam, bergantung dari jenis plastik serta dampaknya terhadap lingkungan.
Mengingat pembahasan peraturan pelaksanaan yang belum final, Riefky menilai, masih terdapat ketidakpastian penerapan cukai plastik pada tahun depan. Di samping itu, pembahasan RUU KUP, yang didalamnya juga memuat soal cukai produk plastik, diprediksi juga akan sangat sangat alot sehingga membutuhkan waktu untuk tercapai kesepakatan.
Sebelumnya, dalam konferensi pers RAPBN 2022 awal pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk mencapai target penerimaan pajak serta penerimaan kepabeanan dan cukai, pemerintah akan fokus pada kebijakan perluasan basis pajak dan penguatan administrasi.
Pada RAPBN 2022, target penerimaan perpajakan di 2022 terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp 1,262,9 triliun atau tumbuh 10,5 persen dari peroyeksi target 2021, serta penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 244 triliun yang tumbuh 4,6 persen dibandingkan dengan proyeksi target tahun ini.
”Kebijakan perpajakan difokuskan pada perluasan basis pajak, terutama perluasan obyek dan ekstensifikasi yang berbasis kewilayahan. Penguatan sistem perpajakan juga akan kita lakukan, baik dalam investasi di core tax maupun dalam bisnis proses,” ucap Sri Mulyani.