Penyediaan ”Teman Bus” Ditargetkan Jangkau Lima Kota Baru
Tahun 2021, program penyediaan ”Teman Bus” ditargetkan kembali menjangkau lima kota di Indonesia. Makassar menjadi salah satu kota yang ditargetkan segera didukung oleh pemerintah pusat.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembenahan lalu lintas angkutan jalan terus dilakukan dengan menggandeng pemerintah daerah melalui berbagai pendekatan kendati pandemi Covid-19 belum berakhir. Tahun 2021, program ”Teman Bus” ditargetkan dapat menjangkau lima kota di Indonesia.
Setelah Palembang, Surakarta, Medan, Yogyakarta, dan Denpasar, angkutan bus umum berbasis digital selanjutnya akan dioperasikan di Makassar, Surabaya, Bandung, Banyumas, dan Banjarmasin. Program Teman Bus diinisiasi oleh pemerintah pusat mengingat selama ini beberapa provinsi yang telah memperoleh bantuan bus rapid transit (BRT), termasuk Sulawesi Selatan, belum membuahkan hasil memuaskan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam webinar ”Program Teman Bus untuk Konektivitas Kawasan Perkotaan di Makassar”, Jumat (20/8/2021), mengatakan, ”Bus bantuan dari (pemerintah) pusat sebetulnya sudah diberikan ke beberapa kota. Namun, operasionalnya belum seperti yang kita harapkan. Karena itu, tahun 2019 kami bersama beberapa pakar transportasi mendorong program bus perkotaan berkonsep buy the service atau BTS.”
Aplikasi dari konsep BTS inilah yang disebut Teman Bus. Kehadiran Teman Bus merupakan realisasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pasal 158 UU tersebut menyebutkan, pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan.
Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan.
Becermin dari studi angkutan perkotaan di Bogota, Kolombia, Budi menyebutkan, kota yang maju bukanlah berisi orang miskin menggunakan mobil, melainkan kota yang membuat orang kaya menggunakan transportasi umum. Sampai tahun 2021, transportasi umum yang sedang dibangun di beberapa kota besar di Indonesia diharapkan menjadi tulang punggung transportasi perkotaan.
”Berdasar undang-undang, seharusnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan angkutan massal yang sesuai kondisi kekinian. Ini diimplementasikan dengan armada bus yang melayani masyarakat harus yang nyaman, bersih, aman, dan murah. Dan, kalau istilah sekarang, angkutan massal ini oleh netizen disebut instagramable,” ujar Budi.
Menurut Budi, kecenderungan kota-kota di Indonesia sejalan dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya, kepemilikan mobil pribadi dan sepeda motor sangat tinggi. Sekarang ini, mobil baru saja sudah ada yang berada di level Rp 100 juta-an, begitu pula harga sepeda motor yang makin terjangkau. Apalagi, kini dimanjakan dengan insentif pajak kendaraan.
Kecenderungan ini membuat kendaraan pribadi jauh lebih populer dibandingkan angkutan umum. Dampaknya, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas makin tinggi dan polusi dari gas buang kendaraan tak terhindarkan. Perkotaan menjadi begitu banyak moda transportasi, bahkan termasuk bentor (becak motor) yang sesungguhnya secara regulasi belum diatur.
Kota yang maju bukanlah berisi orang miskin menggunakan mobil, melainkan kota yang membuat orang kaya menggunakan transportasi umum.
Direktur Angkutan Jalan, Ahmad Yani, menyebutkan, dari lima kota percontohan yang sudah menggunakan Teman Bus, jumlah total penumpang per 17 Agustus 2021 mencapai 6,23 juta orang. Secara rinci, jumlah penumpang di Palembang (4 koridor) sekitar 2.500 orang per hari, Surakarta (4 koridor) sebanyak 8.500 orang, Medan (5 koridor) sebanyak 8.000 orang, Yogyakarta (3 koridor) sebanyak 2.000 orang, dan Denpasar (4 koridor) sebanyak 8.500 orang.
Untuk pembangunan Teman Bus di Makassar, proyek BTS ini akan dibangun dengan empat koridor yang menjangkau 261 titik. Area yang dijangkau meliputi Kota Makassar, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Gowa. Indikator keberhasilan BTS ini antara lain headway atau waktu perjalanan awal per armada maksimal 15 menit tetapi saat jam sibuk tidak boleh kurang dari 10 menit, tingkat okupansi pengguna perlu dipantau secara detail, kecepatan angkutan umum lebih baik dibandingkan kendaraan pribadi, dan tingkat kecelakaan terpantau ketat demi pelayanan publik.
Pakar transportasi Djoko Setijowarno dari Universitas Katolik Soegijapranata mengatakan, pemerintah daerah perlu mencermati permasalahan utama transportasi publik di Kota Makassar. Dari pengamatan di lapangan, permasalahan utama antara lain tidak ada halte khusus untuk pemberhentian angkutan umum, titik awal dan akhir pemberhentian untuk satu rute tidak tetap, dan terkadang rute tidak selesai dari titik utama hingga tujuan akhir yang seharusnya.
Selain itu, sopir hanya akan menyelesaikan suatu rute atas permintaan penumpang. Apabila tidak ada penumpang yang ingin lanjut ke arah akhir rute, sopir akan putar balik ke titik awal. Masalah lainnya adalah jalur yang dilalui biasanya menyimpang dari rute yang seharusnya untuk menghindari kemacetan atau atas permintaan penumpang.
Masalah lainnya adalah jalur yang dilalui biasanya menyimpang dari rute yang seharusnya untuk menghindari kemacetan atau atas permintaan penumpang.
Bahkan, terkadang angkutan umum atau disebut pete-pete menghentikan perjalanan di lokasi yang bukan tujuan dari penumpang sehingga penumpang harus mengambil angkutan lain di lokasi tersebut dengan tetap meminta tarif perjalanan yang baru.
Kondisi fisik interior pete-pete pun kurang baik dan aman, khususnya untuk penumpang yang duduk di sebelah dan depan pintu yang terbuka. Ditambah lagi, mesin mobil angkutan pete-pete kurang terawat sehingga terkadang mogok di jalan. Jam operasi pete-pete pun hanya berpusat pada jam sibuk dan pengemudi terkadang mengendarai kendaraannya secara ugal-ugalan.
”Begitu rumitnya permasalahan angkutan umum yang hampir dijumpai di berbagai kota sehingga tidak banyak kepala daerah yang mau peduli. Makassar sebetulnya bisa menjadi salah satu kriteria yang bisa diajak peduli sehingga perlu didukung oleh pemerintah pusat, seperti halnya Kota Surakarta,” ujar Djoko.