Kenapa tidak kita berbagi dan saling membantu? Pelaku UMKM yang sempat mencecap rasanya terdampak pandemi pun turut berbagi dan menolong sesamanya agar bisa bertahan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·5 menit baca
Berulang kali Halimah Sadiah mengucapkan ”alhamdulillah” ketika menceritakan perasaannya memperoleh dana dari Bagirata di tengah ketidakpastian pencairan bantuan pemerintah. Dia langsung menggunakannya untuk membeli buku sekaligus mencicil sebagian tunggakan biaya pendidikan anaknya yang totalnya Rp 2 juta.
Saat ini, dia bekerja menjaga warung makan di Gedangan, Jawa Timur. Berbekal motor pinjaman dari pemilik warung, dia bolak-balik ke tempat tinggalnya di Surabaya. ”Sebelum pandemi, saya bekerja sebagai pengemudi ojek online dan kurir katering tetangga dekat rumah. Pandemi membuat pesanan menurun drastis. Lalu, sebelum (bulan) puasa, saya kehilangan motor,” tuturnya saat dihubungi, Senin (9/8/2021).
Pada laman Bagirata, kebutuhan dana Halimah tertulis sebesar Rp 1,5 juta. Dia memerlukannya untuk dana darurat, kebutuhan anak-anaknya, serta makan keluarganya sehari-hari.
Halimah merupakan salah satu dari 3.336 orang, per Senin (9/8/2021), yang menerima dana bantuan melalui pelantar Bagirata dengan tautan bagirata.id sejak Maret 2020. Secara keseluruhan, jumlah dana yang telah tersalur mencapai Rp 1,22 miliar dari 9.646 transaksi subsidi silang.
Pukulan pandemi Covid-19 pada perekonomian, khususnya tenaga kerja informal, mendorong Lody Andrian (29), Ivy Vania (30), Rheza Boge (30), Elham Arrazag (30), dan Andreas Tulus (30) membentuk Bagirata.
”Kami ingin membentuk sistem sederhana yang mengakomodasi subsidi silang untuk tenaga kerja yang penghasilannya terdampak (pandemi), bahkan tak bergaji. Harapannya, gerakan ini dapat menghambat laju gelombang kemiskinan akibat pandemi,” kata Lody saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Semakin hari, UMKM yang berkolaborasi semakin banyak yang di akar rumput, seperti kedai kopi kecil atau pedagang bakso. Ajakan kolaborasi mereka membuat saya terharu. UMKM tergolong kelompok masyarakat yang terdampak pandemi. Berjualan di tengah pandemi tidak gampang, tetapi mereka masih mau membagikan hasilnya. (Lody Andrian)
Makna berbeda
Selama hampir 1,5 tahun berjalan, Lody dan tim melihat dampak Bagirata dari perspektif data dan kuantitas.
”Namun, perspektif itu berubah ketika saya mendapatkan laporan dari penerima dana. Dia seorang laki-laki yang istrinya akan melahirkan pada Agustus ini. Sayangnya, mereka belum pernah USG untuk melihat bayi di kandungan. Dari Bagirata, dia memperoleh Rp 167.000 yang langsung menjadi modal untuk USG pertama kalinya,” tutur Lody. ”Saya merenung, makna nominal uang bisa begitu berbeda. Padahal, bisa saja bagi orang lain uang Rp 167.000 digunakan untuk ngopi seminggu.”
Mayoritas penerima dana Bagirata merupakan pekerja informal. Mulanya, tenaga-tenaga kerja itu berasal dari sektor makanan-minuman, pariwisata, hotel, pengemudi ojek dalam jaringan (daring), dan usaha kreatif lainnya. Semakin ke sini, Bagirata merambah hingga ke sektor penerbangan.
Berdasarkan survei yang dilakukan tim sejak awal 2021, pengirim dana Bagirata cenderung memiliki gaji di atas Rp 13 juta per bulan dan tinggal di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Denpasar. Rata-rata nilainya Rp 100.000-Rp 300.000 per transaksi dengan tingkat pengirim berulang (returning sender) 45 persen. Arus dana paling deras biasanya berlangsung akhir bulan.
Menyeimbangkan antara permintaan dan ketersediaan dana menjadi tantangan bagi Lody dan kawan-kawan dalam menjalankan Bagirata. Tim Bagirata berstrategi, mulai dari mengatur jeda waktu pembukaan pendaftaran calon penerima dana hingga melebarkan sayap untuk merengkuh pengirim dana, mulai dari individu hingga diaspora.
Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM tak ketinggalan bergandengan tangan dengan Bagirata. ”Semakin hari UMKM yang berkolaborasi semakin banyak yang di akar rumput, seperti kedai kopi kecil atau pedagang bakso. Ajakan kolaborasi mereka membuat saya terharu. UMKM tergolong kelompok masyarakat yang terdampak pandemi. Berjualan di tengah pandemi tidak gampang, tetapi mereka masih mau membagikan hasilnya,” katanya.
Tiurma Juniar, pemilik Bakso Pak Danang Bintaro, tertarik berkolaborasi dengan Bagirata karena ada sistem verifikasi penerima dana. Dengan demikian, dia menilai sistem penyaluran dananya akuntabel. Calon pengirim dana juga dapat memverifikasi daftar penerima bantuan melalui akun media sosial yang tertera di laman Bagirata.
Selain itu, lanjutnya, pelantar Bagirata juga membuat pengirim dana langsung mentransfer ke penerima yang dipilih. Artinya, tidak ada penghimpunan dana dalam proses subsidi silang tersebut. Sistem itu menunjukkan kredibilitas Bagirata.
Tak hanya Bakso Pak Danang Bintaro, Kopi Ceret turut berkolaborasi dengan Bagirata. Menurut Bima Azhar Nugroho (27), salah satu pendiri Kopi Ceret, Bagirata berposisi independen dan tidak memiliki kepentingan. Sistem subsidinya juga langsung antarpihak ke penerima dana. Dia juga mencoba langsung menggunakan Bagirata untuk mengirimkan dana.
”Setelah shalat subuh, saya membuka laman Bagirata. Selama 3 jam saya membaca beragam profil penerima dana. Saya ingat, ada yang memiliki tiga anak, tetapi tidak ada uang untuk membeli susu karena PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Bima saat dihubungi.
Tekanan pandemi Covid-19 pada perekonomian yang melilit teman-teman nongkrongnya mendorong Roy Sayoga (26), salah satu pendiri Setelan Kopi, berkolaborasi dengan Bagirata. Dia menemukan dan mempelajari Bagirata lewat media sosial setelah berniat untuk membentuk gerakan berdampak lewat bisnisnya.
Kenapa tidak?
Meski bisnis UMKM terdampak pandemi, semangat gotong royong masih menyala.
”Kenapa tidak kita berbagi dan saling membantu. Saya tahu rasanya terdampak pandemi dan ingin berbagi supaya bisa merasakan susah dan senang bersama pekerja yang terdampak. Saya sedih melihat UMKM yang tutup dan pekerja yang sulit mendapatkan pekerjaan,” kata Tiurma saat dihubungi.
Dia menambahkan, dalam situasi normal tanpa pandemi, pelaku UMKM dan tenaga kerja membantu perputaran perekonomian. Di masa pandemi, melihat rekan-rekan UMKM yang menempati kios dagangan di pasar yang sama kesulitan, bahkan tutup, Tiurma berpendapat, harus ada yang membantu bertahan.
Oleh sebab itu, dia mengatakan, usahanya Bakso Pak Danang Bintaro, akan membagikan hasil penjualan kepada penerima di Bagirata sepanjang Juli-Agustus 2021. Gerakan ini bersifat fleksibel dan bisa dilanjutkan pada bulan berikutnya.
Karena memiliki semangat yang sama, Bima juga membawa jenamanya, Kopi Ceret, ikut berkolaborasi dengan Bagirata. ”Kedai Kopi Ceret didirikan dengan semangat ’kolektif membangun’ pada Desember 2020. Kedai kopi ini lahir dari barista dan waitress yang terdampak selama pandemi. Kami tetap berbagi dan entah kenapa, penghasilan kami selalu cukup untuk menggaji karyawan,” katanya.
Kopi Ceret membentuk gerakan Kopi Susu Buat Kawan. Bima menceritakan, ada 50 botol kopi susu yang ditawarkan kepada konsumen dengan harga sukarela. Dalam waktu tiga hari, kopi susu itu ludes. Kopi Ceret pun dapat mengirimkan Rp 2 juta ke penerima-penerima yang terdaftar di Bagirata.
Meskipun baru memulai bisnis kopi dan menilai usahanya masih tergolong kecil, Roy tetap ingin bersolidaritas, terutama dengan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. ”Selama menjalankan usaha ini, ternyata berbisnis itu juga tentang berbagi rezeki. Berbagi itu bisa saling menguntungkan,” kata pendiri Setelan Kopi ini.
Solidaritas itu terwujud lewat Setelan Berbagi. Melalui gerakan tersebut, Setelan Kopi membagikan 20 persen hasil penjualannya kepada penerima yang ada di pelantar Bagirata.
Harmoni rasa pada seteguk kopi susu yang mengalir di kerongkongan seolah menggambarkan situasi saat ini. Ada pahit dari nasib kawan yang sulit mencari sejumput rezeki. Ada pula manis-gurihnya asa gotong royong demi membantu satu sama lain bertahan di tengah pandemi. Teksturnya ringan, tetapi membangkitkan energi, seperti buah dari asa rakyat untuk saling jaga.