Antusiasme berbelanja barang di platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang terus meningkat. Ini berpotensi mendorong penambahan pembangunan gudang baru beserta pengelolaannya yang menjurus ke otomasi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Antusiasme berbelanja barang di platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang terus meningkat. Ini berpotensi mendorong penambahan pembangunan gudang baru beserta pengelolaannya yang menjurus ke otomasi.
Dari pengalaman Jd.id, misalnya. Saat ini, Jd.id memiliki delapan gudang (warehouse), lebih dari 250 kantor drop point barang, dan lebih dari 3.000 kurir. Jumlah kode barang yang disimpan di gudang mencapai 100.000 dan terus bertambah. Total keseluruhan barang tercapat 10 juta unit barang.
Kapasitas produksi gudang per hari saat ini rata-rata 100.000 pesanan. Satu pesanan umumnya terdiri dari lima sampai enam barang. Situasi ini bisa meningkat signifikan jika ada festival belanja yang digelar Jd.id ataupun bersama sesama perusahaan platform e-dagang. Misalnya, festival belanja Hari Lajang Internasional. Dua bulan sebelum festival belanja berlangsung, bahkan saat pandemi, gudang harus menambah sumber daya manusia dan sarana pengangkutan.
”Pasca-pengumuman Covid-19 sebagai pandemi, pemesanan barang melalui platform Jd.id langsung melonjak 500 persen,” ujar Head of Warehouse Jd.id Sendy Sopacua, Kamis (19/8/2021), di sela-sela kunjungan virtual gudang JD.com berlokasi di Beijing (China).
Menurut rencana, penambahan gudang baru ataupun drop points (penyimpanan ataupun penyortiran akhir sebelum diantar ke konsumen) akan menyasar ke beberapa kabupaten/kota di Indonesia bagian tengah dan timur. Sebagai contoh, Banjarmasin, Manado, Sorong, dan Jayapura. Dia mengatakan, rencana ini memperhitungkan minimum volume transaksi, proyeksi kebutuhan kapasitas tiga sampai lima tahun mendatang, dan potensi lonjakan pesanan jika ada festival belanja.
Dua gudang JD.com, yakni di Beijing dan Shanghai, telah menerapkan secara penuh otomasi, seperti adanya robot pembawa rak barang dan penyortiran. Ini dilakukan karena volume pemesanan barang sudah tinggi.
”Di Indonesia, cara kerja gudang-gudang Jd.id sudah semiotomasi. Secara sistem pergudangan juga sudah mengandalkan digital. Tujuannya agar pemrosesan barang sampai tiba di tangan konsumen tepat waktu dan hasilnya sudah terlihat ketepatan pengiriman konsisten di atas 98 persen,” katanya.
Di negara asalnya, China, JD.com telah bermitra dengan Walmart, retailer asal Amerika Serikat. Kerja sama keduanya meningkatkan rantai pasok dan ragam pilihan produk bagi pelanggan di seluruh China, termasuk memperluas jangkauan produk impor. Toko Walmart di China terdaftar sebagai pengecer pilihan di JD.com.
Cara yang sama dilakukan oleh Jd.id di Indonesia. Untuk urusan logistik, Jd.id telah menjadi mitra bagi Ikea. Jd.id juga menjalankan open platform dengan sesama pemilik platform e-dagang yang bergerak di ritel daring. Artinya, pemesanan barang lintas platform e-dagang sudah memungkinkan.
Karena gudang masih semiotomasi, perusahaan memperkuat penerapan protokol kesehatan para pekerja di gudang dan kurir. Jika sebelum pandemi kurir diharuskan memotret konsumen dan barang saat mengantar, kini hal itu ditiadakan. Tes usap ataupun sterilisasi ruangan dengan disinfektan rutin dilakukan.
Country Manager The Trade Desk Indonesia—perusahaan teknologi di bidang layanan pembelian inventori iklan—Florencia Eka, secara terpisah, mengatakan, berdasarkan riset yang perusahaan lakukan bersama YouGov Singapore Pte Ltd kepada 2.181 warga Indonesia berusia 18 tahun ke atas, satu dari empat responden berbelanja daring beberapa kali dalam seminggu. Sebanyak 64 persen dari total responden mengklaim diri mereka sebagai pembelanja terencana. Artinya, mereka merencanakan dan mempelajari barang yang akan dibelanjakan terlebih dulu. Sisanya merupakan responden yang mengakui dirinya sebagai pembelanja yang impulsif.
Festival belanja yang digelar oleh penyedia platform e-dagang selalu dinanti oleh konsumen. Festival belanja yang dimaksud meliputi promo diskon tanggal cantik, Hari Lajang Internasional, dan Hari Belanja Online Nasional.
”Selama festival belanja yang tetap digelar pemilik platform e-dagang saat pandemi Covid-19, diketahui responden yang masuk sebagai pembelanja terencana bisa menjadi impulsif. Hal ini tecermin dari peningkatan proporsi pembelanja impulsif hampir dua kali lipat selama musim festival belanja,” ujarnya.
Sebanyak 42 persen dari pembelanja terencana mengaku berbelanja lebih banyak selama festival belanja yang digelar oleh penyedia platform e-dagang.
Sebanyak 42 persen dari pembelanja terencana mengaku berbelanja lebih banyak selama festival belanja yang digelar oleh penyedia platform e-dagang. Dari riset yang dilakukan The Trade Desk dan YouGov International Pte Ltd juga ditemukan bahwa responden Indonesia cenderung mudah beralih ke jenama lain. Sebanyak 44 persen dari total responden yang disurvei mengatakan netral terhadap merek barang yang mereka gunakan. Saat festival belanja berlangsung, 52 persen responden mengaku tertarik mempelajari jenama baru.
Menurut Florencia, jika situasi itu benar terjadi, pemilik jenama tidak perlu khawatir. Mereka tetap memiliki kesempatan untuk berinvestasi lebih di pemasaran atau periklanan agar mendorong kesadaran merek lebih tinggi di kalangan konsumen.
”Adanya pembelanja yang memiliki karakter impulsif sebenarnya memberikan peluang bagi jenama memikirkan strategi inovatif agar bisa memengaruhi mereka berbelanja. Misalnya, pemilik merek melakukan brand recall atau pengukuran kualitatif tentang seberapa baik nama merek dikaitkan dengan jenis produk oleh konsumen,” katanya.
Head of Public Relations Blibli.com Yolanda Nainggolan, secara terpisah, membenarkan, dari sisi pemilik platform e-dagang, festival belanja masih mampu mendongkrak transaksi saat pandemi Covid-19. Dia menggambarkan, pada festival Hari Belanja Online Nasional tahun 2020, Blibli.com membukukan kenaikan pesanan tiga-empat kali dibanding hari biasa. Kategori terlaris yaitu barang kebutuhan sehari-hari (BlibliMart), produk ekonomi kreatif (Galeri Indonesia), gawai, serta kesehatan dan kecantikan.
”Kategori produk tersebut menurut kami mencerminkan kebutuhan masyarakat selama dominan beraktivitas di rumah saja. Adanya festival belanja kami rasa dimanfaatkan konsumen untuk mengejar harga menarik atas barang-barang yang dibutuhkan,” kata Yolanda.