Jumlah Penumpang Kereta Turun Drastis, Infrastruktur Tetap Dikembangkan
Pandemi Covid-19 menurunkan jumlah penumpang kereta secara drastis. Hal ini dilatari kebijakan pemerintah untuk menekan penyebaran virus lewat pengurangan mobilitas. Namun, infrastruktur perkeretaapian tetap dikembangkan
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pandemi Covid-19 berkepanjangan menyebabkan jumlah penumpang kereta menurun drastis. Hal ini berkait dengan kebijakan pemerintah untuk menekan penyebaran covid-19 melalui pengurangan mobilitas masyarakat. Jumlah penumpang kereta api yang sebelum pandemi bisa lebih dari satu juta orang per hari turun menjadi hanya puluhan ribu orang per hari.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo dalam Talkshow Virtual “Merdeka Bertransportasi” yang digelar di Solo, Jawa Tengah, Rabu (18/8/2021) malam, mengatakan, pandemi Covid-19 telah memengaruhi mobilitas masyarakat dalam menggunakan jasa kereta.
Berdasarkan data PT KAI, jumlah penumpang kereta pada 10 Februari 2020 tercatat rata-rata 1,27 juta orang per hari. Begitu Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya pasien Covid-19 pertama pada 2 Maret 2020, pemerintah mulai mengeluarkan berbagai kebijakan antisipatif.
Pada masa pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Mei 2020, jumlah penumpang kereta sempat menyentuh rata-rata 72.000 orang per hari. Pada Oktober-Desember 2020, jumlah penumpang harian naik menjadi rata-rata 419.000 orang.
Didiek mengatakan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akhir-akhir ini tetap dijalankan KAI dengan protokol kesehatan ketat, termasuk pemeriksaan dokumen persyaratan perjalanan. Pemberlakuan pembatasan ini pun mengurangi jumlah penumpang menjadi 72.000 orang per hari.
“Sewaktu PPKM, kami juga menurunkan kembali kapasitas angkut penumpang untuk menekan mobilitas masyarakat hingga mencapai rata-rata 52.000 orang per hari,” ujar Didiek.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan, “Seperti pidato Presiden Jokowi beberapa waktu lalu yang memiliki filosofi sangat dalam, mengibaratkan krisis dan pandemi ini adalah api. Di satu sisi, api bisa membuat kita celaka. Tetapi di sisi lain, jika bisa dikendalikan, api bisa bermanfaat untuk kehidupan dan api sebagai penyemangat kita.”
Budi menjelaskan, semua kegiatan pembangunan infrastruktur transportasi yang diprogramkan harus tetap dijalankan di tengah pandemi. Dengan anggaran APBN yang terbatas, Kemenhub melakukan pembangunan dengan memanfaatkan pendanaan kreatif melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Salah satu contohnya, pembangunan infrastruktur transportasi di Solo dan Yogyakarta. Dirjen Perkeretaapian sudah pergi ke Yogyakarta untuk memastikan penyelesaian pengerjaan kereta bandara YIA. Kemudian, pembangunan jembatan kereta api juga tetap dilaksanakan di simpang Joglo untuk menghilangkan perlintasan sebidang yang menyebabkan kemacetan, dan pembangunan terminal Tirtonadi di Solo yang akan dilengkapi hall serbaguna pun tetap dilanjutkan,” jelas Budi.
Pembangunan infrastruktur transportasi diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Sebagai contoh pembangunan Kereta Bandara YIA, tentu akan mempercepat Yogyakarta sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia.
“Kita harus bangga dengan adanya infrastruktur ini dan kita harus menggunakan, menjaga, dan memanfaatkannya dengan baik,” tegas Budi.
Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mencermati, penurunan jumlah penumpang perlu dilihat sebagai langkah antisipasi menekan penyebaran Covid-19. Kalaupun ada persyaratan penumpang berupa surat tanda registrasi pekerja (STRP) dan surat hasil negatif test antigen, semua itu sifatnya hanya sementara waktu.
Masalahnya, kata Djoko, seperti halnya pengguna transportasi udara, sebagian penumpang adalah aparatur sipil negara (ASN) atau orang yang melakukan perjalanan dinas. Inilah yang ikut memberi kontribusi penurunan maupun kenaikan jumlah penumpang.
Djoko juga berpendapat, pengembangan KRL Solo-Yogyakarta patut diapresiasi. Terlebih, adanya aktivasi kembali empat stasiun yang berada di wilayah Klaten. Cukup banyak wisata dan kuliner pedesaan maupun masyarakat setempat yang merindukan adanya kemudahan menggunakan kereta.
“Yang terpenting saat ini, bagaimana selanjutnya konektivitas yang disediakan di dekat stasiun-stasiun? Di Kabupaten Klaten, seharusnya mulai dipikirkan pengembangn konektivitas angkutan pedesaan yang dekat dari keempat stasiun yang baru diaktivasi tersebut. Rute KRL Solo-Yogyakarta ini merupakan percontohan transportasi massal di luar Jakarta,” kata Djoko.
Saat ini, menurut Djoko, penumpang memang diajak untuk menggunakan KRL atau kereta jarak jauh lainnya dengan protokol kesehatan yang ketat. Dalam pengalamannya, seluruh prosesnya cukup memberikan kenyamanan, cepat dan murah. Sebab, saat pandemi ini, angkutan umum dijauhi masyarakat dengan menggunakan moda transportasi lainnya.
Meskipun ada berbagai aturan, Djoko meyakini bahwa pengguna kereta masih cukup banyak. Saat pandemi Covid-19, KRL Solo-Yogyakarta saja diluncurkan. Masyarakat menyambut baik, tetapi saat ini memang menahan mobilitas akibat pandemi.
Semakin lengkap
Empat stasiun yang diaktifkan kembali pada rute Solo-Yogyakarta (PP) Stasiun Gawok, Delanggu, Ceper, dan Srowot. Didiek mengatakan, “Saat saya kecil, daerah-daerah ini sangat tertinggal. Saya terkejut. Sekarag sudah banyak kemajuan.”
Dari data terakhir bulan Juli 2021, volume pengguna KRL melalui Stasiun Gawok telah mencapai rata-rata 1.128 penumpang, Stasiun Delanggu (816 penumpang), Stasiun Ceper (821 penumpang), dan Stasiun Srowot (376 penumpang). Pembukaan keempat stasiun itu diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan membangkitkan pengguna baru bagi KRL.
Plt Dirut KAI Commuterline, Roppiq Lutzfi Azhar, mengatakan, KRL haruslah adaptif dengan teknologi, mudah diakses, terintegrasi dengan transportasi lain, dan juga tepat waktu. Saat ini KAI Commuterline sudah diakses di 105 stasiun dengan total armada sebanyak 1.150 unit KRL. KRL rute Solo-Yogyakarta sebanyak 4 trainset.
Roppiq juga menjelaskan jejak-jejak transformasi pengembangan angkutan kereta dengan pembentukan perusahaan Kereta Commuterline Indonesia (KCI) sejak 2008. Ini termasuk sistem digitalisasi pengaturan penumpang dengan menggunakan kartu pembayaran elektronik dan reservasi penumpang.
Menurut Roffiq, sejarah besar pengembangan pelayanan KCI terjadi pada 10 Februari 2021. KCI menghadirkan KRL di rute Solo-Yogyakarta. Perubahan transportasi massal ini bisa cepat diterima. Awalnya, masyarakat lebih akrab dengan sistem reservasi manual. Kini, masyarakat beradaptasi dengan budaya baru untuk naik KRL.