RI Cetak Surplus Lagi, Tren Ekspor Topang Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi
Jika terus dipertahankan, sektor ini akan terus berkontribusi terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang trennya mulai membaik.
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus 2,59 miliar dollar AS pada Juli 2021. Kinerja positif ekspor dan impor ini akan kembali menopang pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terimbas pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia pada Juli 2021 mencapai 17,7 miliar dollar AS, sedangkan impor sebesar 15,11 miliar dollar AS. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia surplus 2,59 miliar dollar AS.
Kepala BPS Margo Yuwono, Kamis (18/8/2021), mengatakan, dengan kembali surplus pada Juli 2021, neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus selama 15 bulan beruntun. Hal ini mengindikasikan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan internasional semakin membaik.
”Jika terus dipertahankan, sektor ini akan terus berkontribusi terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang trennya mulai membaik,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Jika terus dipertahankan, sektor ini akan terus berkontribusi terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang trennya mulai membaik.
Kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi sejumlah negara tetap menjadi penopang utama kinerja positif ini. Menurut Margo, komoditas ekspor yang harganya masih tinggi antara lain minyak kelapa sawit mentah (CPO). Pada Juli lalu, harganya meningkat 4,74 persen secara bulanan dan 52,33 persen secara tahunan.
Hal ini menyebabkan ekspor lemak dan minyak hewan/nabati berkontribusi paling tinggi terhadap ekspor Juli 2021. Nilai ekspor produk berkode HS 15 itu senilai 614 juta dollar AS.
”Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas Indonesia ke India meningkat paling signifikan, yaitu senilai 272,7 juta dollar AS. Komoditasnya adalah lemak dan minyak hewan/nabati, serta bijih, terak, dan abu logam,” ujarnya.
Dari sisi impor, lanjut Margo, impor bahan baku/penolong masih mendominasi. Pada Juli 2021, kontribusinya sebesar 75,55 persen dari total impor. Hal ini juga mengindikasikan industri di dalam negeri terus bergerak karena ada permintaan bahan baku/penolong.
Selain itu, impor produk farmasi berkontribusi besar terhadap peningkatan impor nonmigas Indonesia. Nilai impornya mencapai 185,9 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, 150 juta dollar AS adalah vaksin yang diimpor dari China, Jepang, dan Spanyol.
”Hal ini terkait dengan program vaksinasi yang digulirkan pemerintah dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
BPS juga mencatat, sepanjang Januari-Juli 2021, neraca perdagangan Indonesia surplus 14,42 miliar dollar AS. Surplus tersebut lebih tinggi dari surplus pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 8,65 miliar dollar AS.
Baca juga : Jaga Momentum dengan Disiplin Protokol Kesehatan dan Percepatan Vaksinasi
Pertahankan surplus
Guna mempertahankan tren surplus neraca perdagangan, Kementerian Perdagangan berupaya mengantisipasi dan merampungkan sejumlah hambatan dagang dengan negara lain atau kawasan. Kementerian Perdagangan juga telah menyepakati kerja sama dagang berskema imbal dagang bisnis untuk bisnis (B-to-B) dengan Meksiko, Rusia, dan Jerman.
Hambatan perdagangan yang berhasil diselesaikan Indonesia misalnya tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) dari Filipina. Sejak 17 Januari 2020, Pemerintah Filipina menindaklanjuti laporan dari serikat pekerja perusahaan mobil Filipina, Philippine Metal Workers Alliance, yang mengklaim potensi kerugian akibat lonjakan impor produk mobil dari Indonesia.
Sepanjang periode penyelidikan, Komisi Tarif Filipina mengenakan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) sejak 1 Februari 2021. BMTPS yang dikenakan itu sebesar 70.000 peso Filipina atau sekitar Rp 21 juta per kendaraan dalam bentuk cash bond untuk impor kendaraan penumpang dan kendaraan niaga ringan (light commercial vehicle/LCV).
Pada 6 Agustus 2021, Departemen Perdagangan dan Industri Filipina menandatangani dokumen perintah penghentian penyelidikan (Administrative Order No 21-04) yang diumumkan secara resmi pada 11 Agustus 2021. Dengan keputusan itu, penyelidikan dihentikan dan produk dari Indonesia terbebas dari BMTPS. BMTPS yang telanjur dibayarkan juga dikembalikan.
Pelaksana Tugas Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan, Indonesia telah menggunakan semua peluang yang ada untuk melakukan pembelaan sejak awal penyelidikan tersebut. Indonesia berhasil membuktikan tidak ada lonjakan impor.
”Kami juga memanfaatkan forum regional ASEAN dan multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menyampaikan keberatan atas kasus tersebut,” ujarnya dalam siaran pers.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor kendaraan bermotor Indonesia ke Filipina pada Januari-Juni 2021 mencapai 414,2 juta dollar AS atau meningkat 34,4 persen dari periode yang sama tahun 2020 senilai 308,1 juta dollar AS. Penghentian penyelidikan safeguard tersebut dapat mengembalikan bahkan melampaui ekspor tertinggi Indonesia ke Filipina pada 2017 yang sebesar 1,2 miliar dollar AS.
Baca juga : RI Berupaya Selesaikan Hambatan Ekspor CPO dengan Rusia-Eurasia
Sementara itu, dalam 1,5 bulan, Indonesia berhasil menandatangani nota kesepahaman (MoU) kerja sama dagang berskema imbal dagang bisnis untuk bisnis (B-to-B) dengan Meksiko, Rusia, dan Jerman. Indonesia menandatangani MoU tersebut dengan Jerman pada 12 Agustus 2021, Meksiko pada 2 Juli 2021, dan Rusia pada 4 Agustus 2021.
Dengan Jerman, misalnya, kerja sama imbal dagang B-to-B tersebut akan dilakukan oleh badan pelaksana imbal dagang Indonesia, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), dengan badan pelaksana imbal dagang Jerman, Saffron Group Company Ghassem Hassanzadeh.
Beberapa produk Indonesia yang dapat didorong ekspornya ke Jerman meliputi mesin cetak dan fotokopi, alas kaki olahraga, bijih tembaga, resistor listrik, kelapa sawit, karet, dan cokelat. Sementara itu, produk yang kerap diimpor dari Jerman antara lain mesin, produk logam seperti besi, baja, aluminium, obat-obatan dan alat kesehatan, kendaraan, dan pupuk.
Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Hamburg, Jerman, Eka Sumarwanto berkomitmen mengawal kelanjutan proses kerja sama imbal dagang tersebut. Penandatanganan MoU ini baru langkah awal kerja sama B-to-B antara Indonesia dan Jerman. ”Kami akan mengawal transaksi riilnya mulai dari kesepakatan kontrak pembelian produk hingga pengirimannya,” kata Eka dalam siaran pers.
Baca juga : Hati-hati Kisah Klasik Ekspor
Jerman merupakan salah satu negara mitra dagang Indonesia yang nilai perdagangan bilateral kedua negara menurun sejak tiga tahun terakhir, yaitu minus 9,43 persen.
Konsul Jenderal RI di Hamburg Ardian Wicaksono mengatakan, kerja sama imbal dagang B-to-B dapat berkontribusi untuk mendorong kembali hubungan dagang kedua negara yang tengah terdampak pandemi Covid-19. Jerman merupakan salah satu negara mitra dagang Indonesia yang nilai perdagangan bilateral kedua negara menurun sejak tiga tahun terakhir, yaitu minus 9,43 persen.
”Dengan kerja sama tersebut, kami optimistis dapat meningkatkan kembali perdagangan bilateral kedua negara, khususnya menumbuhkan ekspor Indonesia,” katanya.
Pada 2020, total nilai perdagangan nonmigas Indonesia-Jerman sebesar 5,48 miliar dollar AS. Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Jerman sebesar 567,57 juta dollar AS. Sementara itu, pada Januari-Juni 2021, total nilai perdagangan Indonesia-Jerman sebesar 2,85 miliar dollar AS. Indonesia juga masih membukukan defisit neraca perdagangan terhadap Jerman sebesar 113,36 juta dollar AS.
Baca juga: