Fokus APBN 2022 Belum Terlepas dari Penanganan Pandemi Covid-19
Fokus APBN 2022 adalah pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Kasus Covid-19 masih menjadi faktor yang memengaruhi dalam desain APBN 2022.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun depan pemerintah masih akan mengonsentrasikan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk penanganan Covid-19. Ini dilakukan untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi yang terjadi setiap ada lonjakan kasus penularan Covid-19 di dalam negeri.
”Pada saat kasusnya (penularan Covid-19) di puncak, ekonomi akan menurun sedikit dan tentu kita (pemerintah) terus mendorong agar mesin ekonomi, apakah itu ekspor, investasi, kemudian juga belanja pemerintah, untuk terus dimaksimalkan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam telekonferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/8/2021).
Pada 2022, kata Airlangga, konsumsi masyarakat diharapkan tetap menjadi komponen utama yang mendukung kinerja ekonomi. Konsumsi masyarakat tersebut diharapkan tumbuh dengan didukung penguatan dan penyempurnaan program perlindungan sosial secara efektif dan tepat sasaran bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Sementara itu, konsumsi pemerintah akan diarahkan untuk pelayanan publik yang efisien disertai upaya memperkuat kualitas belanja anggaran. ”Di sisi lain, berbagai langkah perbaikan iklim investasi, komitmen pemerintah terhadap penyelesaian proyek strategis nasional yang memiliki efek berganda terhadap perekonomian, akan terus dilakukan,” ujarnya.
Konsumsi masyarakat diharapkan tetap menjadi komponen utama yang mendukung kinerja ekonomi.
Asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan pada Rancangan APBN 2022 mencakup pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan pada 5-5,5 persen. Adapun inflasi ditargetkan tetap terjaga di tingkat 3 persen. Dari sisi moneter, nilai tukar rupiah diperkirakan ada di Rp 14.350 per dollar AS dengan tingkat suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun sekitar 6,82 persen.
Adapun harga minyak mentah Indonesia (ICP) diproyeksikan pada 63 dollar AS per barel, sedangkan produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi diperkirakan 703.000 barel per hari dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, dalam RAPBN 2022 pemerintah merencanakan belanja negara sebesar Rp 2.708,7 triliun. Hal tersebut meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.938,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 770,4 triliun.
Dari jumlah tersebut, alokasi untuk kesehatan dianggarkan sebesar Rp 255,3 triliun atau 9,4 persen dari belanja negara. Presiden menjelaskan bahwa alokasi tersebut akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan stunting, serta kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa fokus APBN 2022 adalah pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Pandemi Covid-19 pun masih akan menjadi faktor yang memengaruhi APBN untuk tahun depan. Hal ini membuat tetap terdapat anggaran untuk pengendalian kasus Covid-19 dan vaksinasi di tahun 2022.
Dari sisi moneter, nilai tukar rupiah diperkirakan ada di kisaran Rp 14.350 per dollar AS dengan tingkat suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun sekitar 6,82 persen.
”APBN 2022 fokusnya sangat jelas adalah pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Tentu Covid-19 masih akan menjadi faktor yang memengaruhi dan sangat dipertimbangkan dalam desain APBN 2022,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, pemerintah juga akan membuat skema 2022 dengan merealokasi anggaran secara otomatis sehingga diharapkan tidak menimbulkan disruptif jika kembali terjadi lonjakan kasus, seperti yang terjadi di awal triwulan III-2021 akibat munculnya virus varian Delta.
”Meski berharap itu tidak terjadi, APBN harus menyiapkan kalau sampai hal-hal yang tidak dikehendaki. Untuk tahun 2022, dukungan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural akan menjadi lebih penting,” kata Sri Mulyani.