Kapal Perintis Berhenti, Warga Sejumlah Pulau di Maluku Kekurangan Pangan
Sebulan lebih kapal perintis tidak beroperasi, pasokan bahan pangan di sejumlah daerah Maluku menipis bahkan habis. Salah satu alasan penghentian operasional kapal adalah efisiensi anggaran.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Lebih dari satu bulan terakhir kapal perintis berhenti beroperasi ke sejumlah pulau kecil dan wilayah terpencil di Maluku. Akibatnya, pasokan barang kebutuhan menipis, bahkan sebagian sudah habis. Salah satu alasan kapal tidak beroperasi adalah demi efisiensi anggaran.
”Masyarakat di beberapa pulau khususnya di Kabupaten Maluku Barat Daya yang paling terdampak. Ada yang bilang beras mereka sudah habis. Mereka bertahan dengan umbi-umbian dan juga sangat terbatas,” kata Anos Yeremias, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, saat menghubungi Kompas pada Minggu (15/8/2021).
Menurut dia, selama ini, pasokan bahan kebutuhan pokok terutama beras diangkut kapal perintis dari Kota Ambon. Lewat kepala perintis pula, warga menjual hasil kebun dan hasil laut ke Ambon. Pelayaran perintis menjadi urat nadi transportasi di Maluku. Warga bergantung pada sarana transportasi tersebut.
Di Maluku terdapat lima kapal perintis yang beroperasi dari Kota Ambon ke sepuluh kabupaten/kota lainnya. Kapal menyinggahi pulau-pulau kecil yang tidak dilayani kapal penumpang besar milik PT Pelni atau kapal penumpang milik swasta setempat.
Anos pun meminta Kementerian Perhubungan agar segera memerintahkan kapal perintis kembali beroperasi. Jika alasan penanggulangan Covid-19, kapal tidak diperbolehkan membawa penumpang. Pelayaran kali ini khusus mengangkut bahan pangan.
Hal serupa pernah dilakukan pada awal pandemi Covid-19 merebak di Maluku tahun 2020. Saat itu, sejumlah kapal perintis beroperasi khusus membawa bahan pokok ke Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Kei, Kepulauan Geser-Gorom, Kepulauan Letti, dan Kepulauan Sermatang.
Ada yang bilang beras mereka sudah habis. Mereka bertahan dengan umbi-umbian dan juga sangat terbatas.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, semua kapal perintis yang beroperasi di Maluku berhenti dengan alasan menekan laju penularan Covid-19 serta efisiensi anggaran negara. Pemberhentian itu berdasarkan edaran Dikrektur Jenderal Perhubungan Laut Agus Purnomo pada 14 Juli lalu.
Dalam edaran itu disebutkan, penghentian operasional kapal perintis atas sejumlah pertimbangan di antaranya pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat akibat penyebaran Covid-19 l, dan juga efesiensi trayek dalam rangka optimalisasi anggaran.
Disebutkan pula bahwa pemberhentian operasional keperintisan itu hingga batas waktu yang belum ditentukan. Jika ada hal darurat dan mendesak, kepala pelabuhan pangkalan dapat mengusulkan kepada kementerian perhubungan untuk mendapat izin operasional.
Manager Operasi PT Pelni Cabang Ambon Muhammad Assagaf mengatakan, pihaknya hanya menunggu perintah dari Kementerian Perhubungan. Dalam pelayaran keperintisan, Pelni ditunjuk Kementerian Perhubungan sebagai operatornya.
Harapan agar kapal perintis kembali beroperasi juga disampaikan Stevin Melay, tokoh masyarakat Teon Nila Serua. Menurut dia, kini diperlukan kehadiran kapal perintis untuk mengangkut tenaga kerja ke tiga pulau, yakni Teon, Nila, dan Serua. Tiga pulau itu berada di Laut Banda.
Pada musim panen cengkeh mulai Agustus, petani di tiga pulau itu memerlukan ratusan tenaga buruh panen. Jika tidak, ribuan ton cengkeh di sana gagal panen. ”Lewat radio SSB (single-sideband), petani di sana bilang, banyak cengkeh sudah rusak,” ujar Stevin. Di tiga pula itu tidak terjangkau jaringan telepon.
Tiga pulau itu berada di tengah Laut Banda yang pada 1978 dikosongkan lantaran akan terjadi bencana letusan gunung api di dasar laut. Setelah warganya pindah ke Pulau Seram, pulau itu dijadikan lahan pengembangan komoditas cengkeh. Dalam setahun, lebih dari 5.000 ton cengkeh dihasilkan dari sana.