Ekonomi diharapkan bisa tetap berjalan dengan baik dan masih terbatas dengan tetap meningkatkan penanganan sektor kesehatan melalui percepatan vaksinasi, protokol kesehatan ketat, pembatasan, dan penelusuran kontak erat.
Oleh
Hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengakui normal baru era vaksinasi menjadi pilihan dan mau tidak mau harus digulirkan ke depan. Namun, pemerintah tidak akan terburu-buru menerapkannya sehingga perlu uji coba berskala kecil dengan membuka sejumlah mal dan industri berbasis ekspor.
Uji coba tersebut juga dilakukan secara hati-hati dan terukur dengan penerapan syarat vaksinasi atau antigen/PCR dan protokol kesehatan ketat. Uji coba itu juga dalam rangka menyiapkan masyarakat agar dapat semakin disiplin menerapkan protokol kesehatan ketat menuju normal baru.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan Kompas dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara virtual di Jakarta, Sabtu (14/8/2021).
Lutfi mengatakan, tidak ada negara, termasuk Indonesia, yang bisa memprediksi kapan pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun lebih ini akan berakhir. Imbasnya sudah sangat menggerus ekonomi masyarakat kelas bawah dan mulai berpengaruh terhadap kehidupan sosial.
Pertumbuhan ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga, memang tengah dalam tren membaik. Ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen pada triwulan II-2021. Pada periode tersebut, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,93 persen.
Hal ini juga perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan, agar konsumsi tetap tumbuh. Di sisi lain, masyarakat bisa meningkatkan pendapatan atau daya belinya dengan bekerja kembali.
”Keputusan yang kami ambil ini berdasarkan calculated risk atau pertimbangan hati-hati dan terukur. Ekonomi bisa tetap berjalan dengan baik dan masih terbatas dengan tetap meningkatkan penanganan sektor kesehatan melalui percepatan vaksinasi, protokol kesehatan ketat, pembatasan, dan penelusuran kontak erat,” ujarnya.
Ekonomi bisa tetap berjalan dengan baik dan masih terbatas dengan tetap meningkatkan penanganan sektor kesehatan melalui percepatan vaksinasi, protokol kesehatan ketat, pembatasan, dan penelusuran kontak erat.
Lutfi juga akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta peritel dan pengelola pusat perbelanjaan untuk menjalankan uji coba dengan hati-hati dan terukur. Jika terjadi kasus Covid-19, mal ataupun industri yang akan dibuka akan langsung ditutup.
Percepatan vaksinasi bagi pekerja di sektor industri berbasis ekspor yang belum divaksin juga akan dilakukan baik melalui program vaksin gotong royong berbayar maupun vaksin gratis dari pemerintah.
Pembukaan 100 persen aktivitas industri berbasis ekspor juga penting untuk membidik peluang ekspor ke negara-negara yang ekonominya mulai tumbuh. Sudah banyak permintaan tekstil dan produk tekstil, alas kaki, mebel, besi dan baja, serta otomotif ke negara-negara tersebut.
Di tengah tantangan lonjakan biaya pengapalan peti kemas ekspor yang mencapai 100 persen, lanjut Lutfi, permintaan masih ada. Biaya logistik tersebut biasanya ditanggung pembeli dari luar negeri atau importir sehingga tidak menjadi beban eksportir Indonesia.
”Mumpung pembelinya ada, ya kita manfaatkan peluang ini untuk menggenjot ekspor,” katanya.
Saat ini, pemerintah tengah menguji coba pembukaan 138 pusat perbelanjaan di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang pada 10-16 Agustus 2021 dengan salah satu syarat para pekerja dan pengunjung harus sudah divaksin. Syarat lainnya ialah jumlah pengunjung dibatasi hanya 25 persen dari total kapasitas, pusat hiburan dan bermain tetap ditutup, serta anak di bawah 12 tahun dan orangtua berusia 70 tahun ke atas dilarang masuk.
Pemerintah juga akan mengizinkan industri berbasis ekspor di wilayah tertentu beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan ketat mulai 16 Agustus 2021. Kedua kebijakan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2021.
Sebelumnya, sejumlah kalangan mengingatkan agar pemerintah tidak menerapkan normal baru terlalu dini tanpa mempertimbangkan data epidemiologis. Namun, jika tetap memilih jalan itu atau membuat ekonomi dan kesehatan berjalan beriringan, pemerintah harus berani mengambil risikonya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebutkan, jika itu menjadi pilihan pemerintah, pemulihan ekonomi dan kasus Covid-19 bisa terus berfluktuasi. Pola pemulihan ekonominya nanti akan berbentuk huruf W.
Adapun ahli epidemiologi Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, berpendapat, jika pilihan pemerintah seperti itu, risiko penularan Covid-19 masih akan tinggi dan sulit terkendali. Kurva kasusnya akan bergelombang atau kerap disebut sebagai kurva peaks and valleys. Konsekuensinya adalah pemulihan pandemi akan lebih lama sehingga penanganannya akan semakin melelahkan dan membutuhkan lebih banyak biaya (Kompas, 13/8/2021).