Kementerian Ketenagakerjaan berencana menjadikan bantuan subsidi upah sebagai program yang berkelanjutan dan diberikan merata bagi pekerja formal dan informal. Namun, keterbatasan anggaran selalu menjadi kendala.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19, pekerja informal selalu dikecualikan dari sasaran penerima bantuan subsidi upah. Untuk menggerakkan ekonomi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah diminta serius menggodok perluasan skema subsidi ubah bagi pekerja informal.
Data Badan Pusat Statistik per Februari 2021, jumlah pekerja di sektor informal mencapai 78,14 juta atau 59,62 persen dari total angkatan kerja. Akibat pandemi, selama periode Februari 2020 sampai Februari 2021, terjadi peningkatan pekerja di sektor informal sebanyak 2,64 juta orang. Sementara pekerja di sektor formal semakin tergerus.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, laju konsumsi rumah tangga akan sangat ditentukan oleh daya beli pekerja informal yang mendominasi struktur angkatan kerja nasional itu. Bantuan subsidi upah yang hanya fokus pada pekerja formal dikhawatirkan tidak akan signifikan menggerakkan roda ekonomi. Apalagi, jika bantuan hanya ditujukan pada pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek.
Sejak tahun lalu saat awal kemunculan Covid-19, persoalan ini sudah kerap disoroti, tetapi berjalan di tempat. Program BSU yang dihidupkan kembali tahun ini diharapkan dapat memperluas cakupan syarat penerima bantuan untuk pekerja informal. Namun, pemerintah kembali membatasi penerima BSU untuk pekerja formal yang menjadi peserta BP Jamsostek.
Timboel mengharapkan, ke depan, pemerintah serius dan proaktif memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal yang belum tersentuh bantuan. Perlindungan bagi pekerja informal semakin mendesak, terutama mengingat jumlah pekerja informal yang terus bertambah akibat terdampak pandemi.
”Jangan sampai program-program ini hanya untuk sekadar ada saja. Bantuan harus tepat sasaran agar memberi nilai tambah, menggerakkan ekonomi, dan memberi rasa keadilan bagi masyarakat yang memang butuh,” kata Timboel, Jumat (13/8/2021), dalam diskusi ”Perluasan Kepesertaan Bantuan Subsidi Upah” yang diadakan daring oleh International Network for Social Protection Right.
Pemerintah kerap beralasan bahwa pekerja informal tidak terdata sehingga penyaluran bantuan menjadi sulit. Namun, sebenarnya, sebagian pekerja informal sudah menjadi anggota BP Jamsostek dengan status peserta bukan penerima upah (BPU). Data BP Jamsostek, per tahun 2021, ada sekitar 4 juta peserta BPU yang merupakan pekerja informal. Mereka antara lain terdiri dari pekerja rumah tangga (PRT), ojek daring, pedagang pasar, dan lain-lain.
Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani mengatakan, mayoritas pekerja migran Indonesia (PMI) merupakan buruh perempuan yang bekerja di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga. Pemantauan JBM, dalam kurun waktu tiga bulan pertama pada tahun 2021, jumlah PMI yang bermasalah selama pandemi ada 3.217 kasus.
Tahun 2020, jumlah kasus yang menimpa PMI tercatat lebih tinggi, yakni 10.484 kasus. Sebagian besar kasus yang tercatat adalah gaji yang tidak dibayar, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), pemulangan ke negara asal, serta kasus pekerja migran yang meninggal.
”Jadi, sebenarnya bicara perlindungan, pekerja migran sangat membutuhkan perhatian pemerintah. Namun, sayangnya berbagai bantuan untuk pekerja, dari BSU, Kartu Prakerja, dan lain-lain, belum bisa diakses pekerja migran, karena kami tidak termasuk pekerja formal dan peserta penerima upah (PU) di BP Jamsostek,” kata Savitri.
Akan dikaji
Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial tenaga Kerja Andi Awaluddin mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berencana menjadikan program BSU sebagai program yang berkelanjutan. ”Jadi, bukan hanya untuk sekali saat kita sedang terpuruk karena pandemi, tetapi kami usulkan ini jadi program berkelanjutan,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah telah menerima masukan dari berbagai kalangan agar pekerja sektor informal atau peserta BP Jamsostek berstatus BPU juga bisa mendapatkan subsidi upah. Berbagai masukan itu akan diteruskan ke Kementerian Keuangan sebagai penentu anggaran.
”Terkait pekerja informal ini menjadi pertimbangan untuk (kelanjutan program) ke depannya. Tentu kami juga harus mendiskusikan dari sisi pendanaan karena ini faktor krusial yang akhirnya menjadi pertimbangan kami dalam menetapkan standar penerima bantuan,” katanya.
Ia mengatakan, tahun ini, Kemenaker sebenarnya sempat mengusulkan agar subsidi upah juga diberikan pada pekerja informal yang menjadi peserta BPU di BP Jamsostek. Usulan itu sudah diajukan sejak Januari 2021. Gambaran awalnya, selain kepada pekerja formal, BSU juga bisa diberikan pada sekitar 4 juta orang peserta BPU.
Namun, karena keterbatasan anggaran, rencana itu tidak bisa dieksekusi. ”Kalau bantuan mau diberikan untuk semua (pekerja formal dan informal), dengan anggaran Rp 8,8 triliun itu, jumlah penerimanya bisa-bisa berkurang, atau besaran bantuan subsidinya yang turun. Itu tentu tidak pantas untuk kebutuhan hidup rata-rata per bulan,” papar Andi.
Senada, Asisten Deputi Kepesertaan BP Jamsostek Deni Suwardani mengatakan, idealnya, bantuan diberikan merata untuk semua pekerja, baik formal maupun informal, untuk menggerakkan konsumsi masyarakat. Targetnya, pekerja informal seperti PRT, ojek daring, pekerja disabilitas, buruh migran, juga bisa mendapat bantuan subsidi upah.
”Untuk saat ini, kami mohon maaf, kondisinya memang belum bisa memuaskan semua pihak. Tetapi, semoga dengan bantuan subsidi upah yang ada sekarang ini, beberapa pekerja yang terdampak bisa mendapat bantuan,” katanya. (AGE)