Gagal Kejar Target Penjualan, Laba Nintendo Merosot
Imbauan untuk berada di rumah saja demi menekan penyebaran Covid-19 rupanya tidak serta merta mendongkrak penjualan video gim Nintendo. Laba bersih Nintendo pada triwulan II-2021 menurun 13 persen secara tahunan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
TOKYO, SABTU — Laba bersih perusahaan video gim multinasional yang berbasis di Kyoto, Jepang, Nintendo Co Ltd turun hingga 13 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Penurunan terjadi karena Nintendo gagal mengejar capaian penjualan pada paruh pertama tahun lalu pada periode awal pandemi Covid-19 terjadi secara global.
Berdasarkan laporan keuangan Nintendo, laba bersih Nintendo pada triwulan II-2021 sebesar 92,7 miliar yen atau 846 juta dollar AS (Rp 12,15 triliun). Capaian ini menurun 13 persen dari laba bersih yang didapat Nintendo pada triwulan II-2020 sebesar 106,5 miliar yen atau 971 juta dollar AS (Rp 13,94 triliun).
Dengan capaian tersebut, Nintendo memperkirakan, sepanjang 2021 hingga Maret 2022 capaian laba bersih perusahaan akan sebesar 340 miliar yen dengan omzet penjualan 1,6 triliun yen.
Nintendo kesulitan memanfaatkan momentum ini dikarenakan tidak mampu mengejar pencapaian kinerja mereka di sepanjang paruh pertama 2020. (Hideki Yasuda)
Dilansir dari AFP, Sabtu (14/8/2021), Analis Ace Research Institute Tokyo, Hideki Yasuda, mengatakan, idealnya imbauan lanjutan dari pemangku kebijakan untuk tetap tinggal di rumah mendatangkan keuntungan bagi para pelaku industri gim dunia. Imbauan ini seiring dengan penyebaran Covid-19 varian Delta yang semakin masif secara global
”Sayangnya Nintendo kesulitan memanfaatkan momentum ini dikarenakan tidak mampu mengejar pencapaian kinerja mereka di sepanjang paruh pertama 2020,” ujar Yasuda.
Pendapatan perusahaan pada periode awal pandemi tahun lalu ditopang oleh meledaknya permintaan gim eksklusif Nintendo, Animal Crossing: New Horizons, yang rilis pada Maret 2020. Ini turut mendorong permintaan konsol Nintendo Switch secara global.
Berdasarkan pernyataan resmi Nintendo yang dilansir AFP, jika dibandingkan dengan posisi di triwulan II-2020, penjualan perangkat keras produksi Nintendo seperti konsol gim Nintendo Switch dan aksesori penunjangnya menurun 21,7 persen pada triwulan II-2021. Adapun penjualan perangkat lunak seperti gim dan aplikasi penunjang menurun 10,2 persen pada periode yang sama.
Penurunan permintaan dari produk Nintendo secara global, lanjut Yasuda, juga dipicu oleh peraturan pemerintah di sejumlah negara, seperti Eropa dan beberapa negara Asia, yang telah melonggarkan pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah.
”Meskipun varian Delta masih menyebar, vaksinasi telah mendorong kehidupan untuk kembali normal sehingga terjadi perlambatan permintaan untuk produk-produk hiburan di dalam ruangan termasuk konsol gim dan video gim,” kata Yasuda.
Pada Juli 2021 sebenarnya Nintendo telah mengumumkan akan merilis model baru dari konsol gengam (handheld) mereka, Nintendo Switch, yang diberi embel-embel ”OLED Model” yang akan mulai dirilis ke pasar pada Oktober.
Namun, Yasuda pesimistis penjualan Switch OLED mampu mendongkrak pendapatan Nintendo mengingat harga yang ditawarkan di atas model Switch lama dengan spesifikasi perangkat keras yang tidak jauh berbeda dengan model lama.
Nintendo Switch OLED Model disinyalir akan dibanderol dengan harga 349 dollar AS. Saat ini Nintendo Switch model lama secara resmi dibanderol 299 dollar AS, dengan versi ”lite” yang dihargai 199 dollar AS.
Nintendo mulai merilis konsol gim genggam mereka pada 2017, kemudian dilanjutkan dengan model Switch Lite khusus pada 2019. Penjualan konsol baru Nintendo sebelumnya cenderung mencapai puncaknya pada tahun ketiga atau 2020 sebelum kemudian menurun.
Serkan Toto, konsultan industri game di Kantan Games yang berbasis di Tokyo, memperingatkan bahwa kekurangan cip global, yang didorong oleh lonjakan permintaan perangkat elektronik selama pandemi, juga dapat menimbulkan risiko bagi Nintendo.
”Dampak lanjutan dari Covid-19 dan kekurangan semikonduktor global menciptakan keadaan ketidakpastian yang berkelanjutan, dengan kemungkinan dampak di masa depan pada produksi dan pengiriman,” ujar Serkan.
Laba Sony
Sementara itu, dikutip dari Reuters, perusahaan hiburan asal Jepang Sony Group Corporation menaikkan prospek pendapatannya setelah mencatat rekor laba operasi karena terbantu peningkatan permintaan untuk konsol PlayStation 5, musik, dan film di tengah pembatasan sosial karena pandemi.
Laba operasional Sony pada triwulan II-2021 tercatat 280,1 miliar yen atau setara dengan 2,57 miliar dollar AS (Rp 36,91 triliun). Capaian ini meningkat dari laba operasional pada triwulan II-2020 yang mencapai 221,7 miliar yen atau setara dengan 2,02 miliar dollar AS (Rp 29,01 triliun).
Dengan pencapaian tersebut, Sony menaikkan perkiraan laba untuk tahun ini hingga Maret 2022 menjadi 980 miliar yen dari sebelumnya hanya 930 miliar yen.
Chief Financial Officer Sony Hiroki Totoki masih optimistis permintaan untuk perangkat produk Sony akan meningkat seiring dengan pembatasan aktivitas yang masih akan terjadi untuk mengantisipasi gelombang baru infeksi Covid-19.
Meski permintaan masih akan meningkat, Totoki menyebut, kendala rantai pasokan semikonduktor masih menjadi tantangan. Imbasnya akan menyulitkan memproduksi konsol game PlayStation yang cukup untuk memenuhi permintaan.
Sony memperkirakan akan menjual 14,8 juta unit PlayStation 5 pada tahun 2021. Diluncurkan di pasar inti pada November 2020, konsol yang dijual seharga 500 dollar AS, menurut Hiroki, terjual dengan cepat. Namun, ia tidak secara gamblang mengungkapkan jumlah total unit yang telah terjual.
”Kami menggunakan banyak semikonduktor dan itu menjadi sumber perhatian. Namun, kami telah mengamankan cip yang cukup untuk mencapai target produksi itu,” kata Totoki. (AFP/REUTERS)