Berinvestasi Saham di Pasar Modal, Pelajari Cara Kerja dan Risikonya
Kala pandemi Covid-19, banyak orang berupaya menambah penghasilan dengan mencoba bermain saham di pasar modal. Namun, sayangnya, banyak yang tidak paham mengenai risiko investasi saham.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
Kala pandemi Covid-19, banyak orang berupaya menambah penghasilan dengan mencoba bermain saham di pasar modal. Namun, sayangnya, banyak yang tidak memiliki pemahaman dengan cara kerja dan perhitungan risiko berinvestasi saham. Banyak yang hanya ikut ajakan teman atau terpengaruh ”cerita indah” yang disebarkan kalangan selebritas di media sosial. Akibatnya, alih-alih mendapat keuntungan, banyak investor baru yang malah merugi.
Lantas bagaimana cara berinvestasi di pasar modal yang tepat kala pandemi?
Praktisi saham yang juga pendiri dan CEO Emtrade Ellen May menjelaskan, kebanyakan investor berkeinginan untuk untung cepat dalam waktu singkat melalui investasi saham. Padahal, investasi saham tidak bekerja seperti itu. Bukannya meraih keuntungan, mereka malah merugi dan kemudian menyalahkan investasi saham sebagai biang kerugian.
”Mereka maunya hajar terus. Berinvestasi di pasar modal kala pandemi ini membutuhkan satu hal, yaitu kesabaran. Investor harus tahu kapan mengerem dan tidak menaruh seluruh modalnya,” ujar Ellen pada webinar ”Yuk Berinvestasi di Pasar Modal” yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis (5/8/2021).
Ada berbagai faktor yang membuat harga saham itu naik atau turun, antara lain faktor internal berupa kinerja fundamental perusahaan serta faktor eksternal berupa kondisi sektor industri terkait dan kondisi perekonomian secara umum.
Kinerja fundamental perusahaan antara lain besaran keuntungan atau kerugian perusahaan, berapa beban/utang, dan bagaimana prospek kinerjanya ke depan.
Selain itu, perhatikan juga bagaimana kondisi sektor industri emiten itu, apakah bisa bertahan di kala pandemi atau tertekan di kala pandemi? Tak cukup itu, investor juga harus melihat bagaimana kondisi perekonomian negara.
Kontraksi ekonomi negara secara makro bisa menekan laju pertumbuhan emiten secara mikro. Perlu diingat juga, saham adalah instrumen investasi dengan profil risiko agresif, yang memiliki karakter memberikan imbal hasil tinggi tetapi dibarengi dengan risiko yang tinggi pula.
”Pemahaman akan cara kerja, mekanisme, dan risiko berinvestasi di pasar modal ini yang perlu harus terus disosialisasikan kepada masyarakat luas,” ujar Ellen.
Secara umum, pandemi Covid-19 memberi berkah tersendiri di pasar modal yang tecermin dari terjadinya lonjakan jumlah investor. Sampai dengan 30 Juli 2021, jumlah single investor identification (SID) mencapai 5,82 juta. Jumlah ini meningkat 50 persen dibandingkan akhir 2020 yang sebesar 3,88 juta.
Kinerja pasar modal Indonesia di tahun 2021 masih menunjukkan tren yang cukup positif. Hal ini terlihat dari perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada 3 Agustus 2021 ditutup pada posisi 6.130,57 atau naik sebesar 2,53 persen dibandingkan awal tahun. Sementara itu, nilai market capitalization juga telah meningkat menjadi Rp 7.304,7 triliun atau naik sebesar 4,80 persen sejak awal tahun.
”Di tengah perkembangan pasar modal yang masih bergerak cukup dinamis akibat dampak pandemi Covid19, kami ingin mengedukasi dan mempromosikan pasar modal sebagai sumber pendanaan sekaligus tempat berinvestasi, yang masih cukup menarik, aman, dan sangat potensial,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, menjelaskan, tingkat literasi atau pemahaman masyarakat tentang pasar modal masih minim. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019 yang dirilis Desember 2020, tingkat literasi pasar modal berada pada level 4,92 persen, jauh di bawah rata-rata literasi keuangan secara nasional yang berada pada level 38,03 persen.
Tirta menjelaskan, ini menjadi pekerjaan rumah bersama dari regulator, pelaku usaha, dan akademisi untuk terus meneruskan memberikan edukasi tentang cara kerja pasar modal.
”Seorang investor yang telah menguasai pemahaman dan seluk-beluk pasar modal bisa membentengi diri dari keputusan investasi yang keliru dan mampu terhindar dari tawaran investasi bodong,” ujar Tirta.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing menjelaskan, terkait investasi bodong, ada dua 2L yang perlu diperhatikan oleh calon investor untuk menghindarinya. Adapun 2L itu adalah legalitas dan logika.
Sebelum memutuskan berinvestasi, calon investor harus mengecek legalitas dari entitas usaha itu, apakah legal, resmi, dan terdaftar di OJK. Caranya calon investor bisa mengecek status legalitas entitas itu di situs OJK, bisa pula menghubungi call center OJK di 157, bisa kontak juga ke nomor Whatsapp 081-157-157-157, dan e-mail ke alamat konsumen@ojk.go.id atau waspadainvestasi@ojk.go.id.
”Pastikan entitas itu legal, resmi, terdaftar, dan berizin dari OJK. Sebab, perusahaan yang legal itu berada dalam pengawasan OJK,” ujar Tongam.
Selain mengecek legalitas, calon investor juga harus berpikir kritis dengan potensi imbal hasil yang ditawarkan. Tawaran imbal hasil yang terlalu besar sebenarnya tidaklah logis atau tidak masuk akal karena terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
”Ada penawaran investasi bodong dengan imbal hasil 1 persen per hari, berarti 30 persen satu bulan, atau 356 persen dalam setahun. Itu sungguh tidak masuk akal. Instrumen investasi apa yang bisa memberikan imbal hasil sebesar itu? Sudah jelas itu penipuan,” ujar Tongam.