BSI Targetkan Integrasi Sistem Rampung 1 November 2021
Nasabah bekas BNI Syariah akan bermigrasi otomatis menjadi nasabah Bank Syariah Indonesia. Sejak BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri dilebur menjadi BSI, maka status nasabahnya pun berpindah.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI melakukan migrasi terhadap lebih dari 1 juta rekening bekas nasabah BNI Syariah (BNIS) pada 9-10 Agustus 2021. Sejak BNI Syariah dilebur bersama dengan BRI Syariah (BRIS), dan Bank Syariah Mandiri menjadi BSI, maka status nasabah ketiga bank itu berubah menjadi nasabah BSI.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyampaikan proses automigrasi bertujuan untuk mengintegrasikan sistem tiga bank setelah merger sehingga nasabah bisa menikmati produk dan layanan Bank Syariah Indonesia dengan optimal.
”Setelah automigrasi dilakukan, maka seluruh cabang BSI akan melakukan konsolidasi dan persiapan di tanggal 1 November 2021 di mana seluruh sistem, standar layanan, produk, dan bisnis proses sudah menjadi satu di Bank Syariah Indonesia,” kata Hery dalam keterangan persnya, Senin (9/8/2021).
Menurut catatan BSI, jumlah dana pihak ketiga (DPK) nasabah bekas BNI Syariah mencapai Rp 16,1 triliun. Selain itu, automigrasi ini juga dilakukan terhadap sekitar 66.000 rekening pembiayaan dengan nilai Rp 15,4 triliun.
Dengan demikian, total sebanyak 3,2 juta nasabah eks BNI Syariah telah melakukan migrasi ke sistem Bank Syariah Indonesia dengan nominal mencapai Rp 30,5 triliun. Jumlah itu setara dengan 24 persen dari total nasabah BSI. Selain itu, BSI juga akan melakukan proses migrasi seluruh produk yang berasal dari BNI Syariah dan BRI Syariah. Migrasi ini termasuk pada produk unggulan yang dimiliki setiap bank.
Skema automigrasi merupakan kebijakan BSI yang sengaja dibuat seiring dengan penerapan PPKM di Indonesia. Dalam skema ini, nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang BSI untuk melakukan proses migrasi rekening karena kartu ATM eks BNIS dan eks BRIS masih bisa digunakan.
Terkait mobile banking, nasabah eks BNIS dan eks BRIS diharuskan memindahkan ke BSI Mobile untuk dapat bertransaksi karena mobile banking yang sebelumnya sudah tidak dapat digunakan.
Selama proses automigrasi tersebut, BNI Syariah tetap dapat melakukan transaksi perbankan di ATM Bank Syariah Indonesia terdekat di seluruh Indonesia seperti biasa. Sementara itu, untuk kemudahan transaksi, nasabah eks BNI Syariah agar segera mengaktifkan layanan digital BSI Mobile dengan cara mengunduh via Google Play Store atau App Store.
Sebelumnya pada 21 Juli 2021, BSI juga telah melakukan automigrasi nasabah BRI Syariah. Pasca-peresmian pada 1 Februari 2021, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia secara bertahap melakukan proses migrasi yang dimulai dari wilayah regional Sulawesi dan sekitarnya. Lalu dilanjutkan dengan regional Jawa Tengah, Aceh, serta Sumatera (Palembang, Medan, Padang, dan kota lainnya).
Migrasi sistem juga telah dilaksanakan di wilayah Jakarta dan Bandung pada 5 Juli 2021 lau wilayah Surabaya dan Banjarmasin pada 12 Juli 2021 untuk nasabah payroll, priority, dan lainnya.
Dalam proses integrasi layanan, BSI menghadirkan skema aktivasi mobile banking yang didesain untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan bagi nasabah sehingga nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang dan bisa langsung bertransaksi dari rumah melalui BSI Mobile. Nasabah melakukan request kode aktivasi BSI Mobile melalui live chat Aisyah pada website BSI, yaitu www.bankbsi.co.id atau via Whatsapp Business BSI di nomor 0815 8411 4040.
Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah juga terjadi di industri teknologi finansial (tekfin). ALAMI Group berencana meluncurkan entitas bank syariah yang bernama Hijra Bank. Untuk mendapatkan informasi pembukaan akses, Hijra telah membuka registrasi waiting list melalui laman hijra.id.
”Di ALAMI Group, kami tidak hanya ingin berbisnis, tetapi sebisa mungkin jadi ladang dakwah yang bermanfaat untuk banyak orang. Layanan keuangan peer to peer (P2P) lending syariah dan perbankan syariah kami contohnya bertujuan utama untuk mengajak masyarakat menyempurnakan ibadah dengan cara mengatur keuangan pribadi dan bisnis dalam koridor syariah melalui produk kami yang insya Allah akan kami terus jaga kesyariahannya dengan melibatkan banyak pihak, seperti asatidz dan komunitas Islam,” ujar Chief Executive Officer ALAMI Group Dima Djani dalam keterangannya, Selasa.
ALAMI Group adalah perusahaan teknologi finansial yang mempunyai anak usaha Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) berdasarkan prinsip syariah atau biasa dikenal dengan sharia-compliant peer-to-peer (P2P) yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta perbankan syariah yang terdaftar dan diawasi oleh OJK dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
ALAMI Group juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang diwakili oleh dewan pengawas syariah dalam proses bisnisnya. Layanan P2P ALAMI berfokus memberikan akses pembiayaan untuk UMKM dengan layanan pembiayaan syariah yang cepat, mudah, dan aman.
Pada akhir 2020, ALAMI Group juga dipercaya untuk mendapat penghargaan Best P2P Financing Platform oleh The Asset Triple A Awards dengan mengalahkan kandidat lain, seperti Citibank, HSBC, dan Qatar Islamic Bank. ALAMI Group juga mendapat penghormatan dari Pemerintah Turki sebagai percontohan praktek tekfin P2P lending syariah. Hingga Juni 2021, platform P2P ALAMI telah menyalurkan sekitar Rp 900 miliar kepada ribuan UMKM di seluruh Indonesia dari sekitar 60.000 pendana yang terdaftar di aplikasi ALAMI pada sistem operasi selular iOS dan Android.
Meski memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, aset perbankan dan keuangan syariah Indonesia masih ketinggalan dibandingkan negara lain. Namun, hal ini juga bisa dimaknai sebagai potensi yang masih besar.
Mengutip data Islamic Finance Development Report 2020, aset perbankan syariah Indonesia baru mencapai 38 miliar dollar AS (Rp 551 triliun) yang diperoleh dari total 32 entitas keuangan syariah, yakni 12 bank umum syariah dan 20 unit usaha syariah. Dengan catatan ini, Indonesia berada di peringkat ke-10 di belakang Bangladesh di peringkat ke-9 dan Turki di peringkat ke-8.
Adapun di peringkat ke-1 adalah Iran dengan total aset perbankan syariah mencapai 641 miliar dollar AS (Rp 9.294 triliun) yang berasal dari 41 entitas keuangan syariah. Menyusul di peringkat ke-2 dan ke-3 yakni Arab Saudi dan Malaysia. Masing-masing memiliki total aset perbankan syariah mencapai 477 miliar dollar AS (Rp 6.916 triliun) dari 16 entitas usaha syariah dan 297 miliar dollar AS (Rp 4.306 triliun).
Penetrasi keuangan syariah dilihat dari rasio aset entitas keuangan syariah dibandingkan produk domestik bruto (PDB), Indonesia masih sangat rendah, yakni di angka 3 persen. Pada peringkat pertama ada Iran pada level 110 persen, diikuti Kuwait pada level 81 persen, Arab Saudi pada level 56 persen, dan Malaysia pada level 53 persen.