Keragaman Saluran Penjualan Memengaruhi Pendapatan Usaha
Pemakaian aneka saluran penjualan barang/jasa, baik daring maupun luring, diyakini bakal saling melengkapi dan lebih menguntungkan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saat ini semakin banyak pilihan saluran penjualan barang/jasa secara daring maupun luring. Oleh karena itu, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah juga semakin bisa memperluas jangkauan ke konsumen. Hal ini juga akan berdampak ke perolehan pendapatan mereka.
Salah satu temuan menarik riset KoinWorks bertajuk Digital SME Confidence Index Report First Half 2021 menunjukkan, 46 persen dari 1.376 responden usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menggunakan saluran penjualan hibrid mengalami peningkatan penjualan 48 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya menggunakan satu saluran, yaitu berkisar 13 persen- 41 persen.
Saluran penjualan hibrid yang dimaksud mencakup aneka ragam saluran penjualan daring serta luring. Sementara satu saluran yang dimaksud dalam riset itu adalah saluran penjualan luring atau daring saja.
KoinWorks merupakan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Riset Digital SME Confidence Index Report First Half 2021 dilakukan untuk melihat ekosistem UMKM di tengah pandemi Covid-19. Riset berlangsung Maret-Juli 2021 di 34 provinsi. Jenis penelitian ini menggabungkan analisis kuantitatif mendalam dengan metode deskriptif, korelasi, tabulasi silang sedalam analisis kualitatif dengan menggunakan asosiasi kata.
Sebanyak 1.376 responden UMKM tersebut berlatar belakang sektor mode, makanan dan minuman, jasa, perlengkapan rumah, pertanian, pembersihan rumah, konstruksi, otomotif, properti, dan pariwisata. Laporan riset itu dirilis Selasa (10/8/2021).
Untuk saluran penjualan secara daring, 84,4 persen dari 632 total responden yang berjualan hibrid memakai media sosial dari Facebook Inc. Sebanyak 63,3 persen dari total responden yang berjualan hibrid ini memiliki akun di lokapasar. Lalu, 12,3 persen dari total responden yang berjualan hibrid mempunyai laman toko sendiri.
Semakin banyak saluran penjualan daring ataupun luring, semakin tinggi rata-rata perolehan penjualan. Sebagai gambaran, hasil riset itu menemukan responden UMKM yang berjualan hibrid di tiga jenis saluran memperoleh rata-rata kenaikan penjualan 39,2 persen dan mereka yang memakai empat saluran mendapatkan rata-rata kenaikan penjualan 53,1 persen.
Dosen Universitas Prasetiya Mulya, M Setiawan Kusmulyono, saat dihubungi Rabu (11/8/2021), di Jakarta, berpendapat, di tengah pembatasan sosial yang masih berlangsung karena pandemi Covid-19, berjualan di saluran daring menguntungkan. Bagi UMKM, berjualan di saluran daring, khususnya platform lokapasar, memiliki sisi positif dan negatif.
Di tengah pembatasan sosial yang masih berlangsung karena pandemi Covid-19, berjualan di saluran daring menguntungkan. Bagi UMKM, berjualan di saluran daring, khususnya platform lokapasar, memiliki sisi positif dan negatif.
Sisi positifnya, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya registrasi di platform lokapasar. Mereka juga minim mengalami kegagalan transaksi sebab pemilik platform biasanya menangani urusan pembayaran terlebih dulu dari konsumen, sebelum pembayaran itu diteruskan ke mereka. Pemilik platform lokapasar umumnya memiliki fitur analisis transaksi yang bisa dipakai UMKM untuk memonitor performa penjualan mereka.
Sisi negatif bergabung di platform lokapasar, menurut Setiawan, adalah UMKM mau tidak mau harus tunduk aturan pemilik platform. Misalnya, ketentuan pelayanan cepat dan prima. Kalau UMKM mengikuti disertai volume kuantitas barang terjual banyak, pemilik platform biasanya akan menganugerahi mereka gelar tertentu, seperti power merchant.
”Sayangnya, di Indonesia, konsumen umumnya amat memperhitungkan selisih harga barang. Mereka bisa lekas pindah-pindah platform lokapasar. Hal ini ditangkap oleh pemilik platform lokapasar untuk rajin menggelar promo harga murah, sementara tidak semua UMKM yang ikut di platform lokapasar punya margin besar,” ujarnya.
Setiawan yang juga menjadi mentor bisnis UMKM mengatakan, berdasarkan hasil pengamatannya, sejumlah UMKM memutuskan punya banyak saluran penjualan daring demi mengejar margin besar dan tetap untung. Jika UMKM memiliki media sosial, mereka tetap memanfaatkannya untuk berjualan. Berjualan melalui media sosial juga dapat lebih menguntungkan bagi sejumlah UMKM, karena bisa dekat dengan konsumen dan margin penjualan lebih besar.
”Khusus di produk ekonomi kreatif, konsumen umumnya menyukai UMKM yang bisa melayani pemesanan sesuai selera mereka. Makanya, UMKM ekonomi kreatif yang telah berjualan di platform lokapasar biasanya punya media sosial agar bisa melayani permintaan seperti itu,” katanya.
Co-Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan, dari hasil riset KoinWorks itu bisa disimpulkan bahwa internet telah meruntuhkan hambatan untuk memasuki pasar yang lebih luas. Namun, internet juga membawa persaingan yang tinggi ke dalam bisnis.
Dia menilai, berjualan barang/jasa melalui media sosial relatif memiliki tantangan lebih ringan dibandingkan tantangan mempunyai laman toko sendiri ataupun bergabung di lokapasar. Misalnya, UMKM bisa memakai akun media sosial yang verifikasinya cepat dan tidak ribet.
”Semakin banyak saluran penjualan, baik daring maupun luring, juga tergantung latar belakang generasi UMKM,” ujar Benedicto.
Menurut dia, solusi teknologi digital yang membantu UMKM berjualan secara hibrid ikut bermunculan. Sisi pendanaan semakin mudah karena sejumlah bank telah bekerja sama dengan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk penyaluran kredit (metode channelling). Untuk kebutuhan pencatatan laporan keuangan, sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi punya solusi itu, seperti BukuWarung, CrediBook, dan Kipa.
Ada juga sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi yang menyediakan solusi kasir digital bagi UMKM. Sebagai contoh, Moka dan Pawoon.
Deputi Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rose Dian Sundari mengatakan, di tengah maraknya perilaku bertransaksi jual-beli barang/jasa secara daring, luring, ataupun hibrid, metode pembayaran digital juga ikut digemari. Masyarakat, termasuk pelaku UMKM, yang terakses layanan finansial semakin bertambah. Ini ditandai dengan tingkat inklusi keuangan 76,19 persen pada 2019.
”Pemerintah juga telah memiliki strategi perluasan akses keuangan secara nasional. Pada 2024, pemerintah menargetkan 80 persen warga punya rekening dan 94 persen di antaranya aktif menggunakan. Dari kami berharap agar target itu diiringi dengan sosialisasi literasi keuangan,” kata Rose.