44 Tahun Pasar Modal, Masih Perlu Pacu Literasi Investor
Salah satu pencapaian pasar modal Indonesia ialah jumlah investor yang tumbuh empat kali lipat sejak 2017 menjadi 5,89 juta investor pada Jumat (6/8/2021). Namun, penguatan investor tetap perlu, terutama soal literasi.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Pasar modal Indonesia sejatinya sudah ada sejak 1912 di Batavia. Tentu pendirian pasar modal ini untuk memenuhi kepentingan pemerintah kolonial ketika itu. Berbagai kejadian, seperti Perang Dunia Pertama dan Kedua, membuat kegiatan perekonomian termasuk pasar modal terhenti.
Pemerintah Indonesia baru mengaktifkan kembali bursa efek pada 1977 dengan PT Semen Cibinong Tbk sebagai emiten pertamanya. Tahun ini, 44 tahun setelah diaktifkan kembali, banyak pencapaian yang sudah diperoleh di pasar modal. Bahkan, pada tahun-tahun pandemi yang sulit, pencapaian positif masih terus terjadi.
Dilihat dari jumlah emiten, jumlah dana yang dihimpun, jumlah investor, semuanya terus meningkat. Namun, di sisi lain, kasus-kasus manipulasi di pasar modal masih terjadi.
Salah satu pencapaian yang sangat terkait dengan situasi pandemi ialah kenaikan pesat jumlah investor. Data terbaru, hingga Jumat (6/8/2021), ada 5,89 juta investor di pasar modal. Jumlah tersebut didominasi oleh investor individu lokal, yakni 99 persen.
Jika dilihat dari kelompok usia, ada 80 persen investor yang merupakan generasi milenial dan generasi Z. Tidak sekadar mendaftar di pasar modal, investor pun aktif bertransaksi, sejak pandemi melanda awal tahun lalu. Sekitar 59 persen transaksi di bursa saham dilakukan oleh investor ritel.
Demokratisasi investasi, simplifikasi pembukaan rekening investasi, dan kemajuan teknologi juga lebih banyak waktu di rumah memungkinkan seorang mahasiswa menyisihkan sebagian uang sakunya untuk menjadi investor di pasar modal. Lebih dari 60 persen investor memiliki rekening di agen penjual yang merupakan perusahaan teknologi finansial.
Secara total, jumlah investor di pasar modal setara dengan 2,17 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah investor juga setara dengan 3,07 persen dari penduduk berusia produktif yang sebanyak 191 juta jiwa. Sebarannya pun masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan belum merata ke seluruh pulau di Indonesia.
Lebih tahan
Maraknya investor ritel lokal membuat daya tahan pasar modal lebih kuat. Pada tahun-tahun sebelumnya, dominasi investor asing membuat pasar modal sangat mudah goyah oleh peralihan dana asing. Faktor-faktor risiko untuk investor asing yang belum tentu merupakan faktor risiko bagi investor lokal sangat mendominasi pergerakan di pasar modal.
Situasi itu, misalnya, saat tingkat suku bunga di negara maju yang lebih kompetitif. Investor asing memiliki pilihan untuk memindahkan dana investasi dari negara berkembang ke negara maju yang lebih aman dan menarik. Dengan semakin banyak investor domestik ritel, pasar modal lebih berdaya tahan karena ketergantungan terhadap investor asing lebih kecil.
Meskipun demikian, sejumlah usaha memperkuat investor ritel masih perlu dilakukan, terutama terkait literasi. Walaupun jumlah investor ritel meningkat pesat, sebagian di antaranya merupakan investor yang belum benar-benar siap masuk ke belantara pasar modal.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan tahun 2019, tingkat literasi produk keuangan masih dipimpin oleh pemahaman terhadap produk perbankan yang naik dari 28,9 persen berdasarkan survei tahun 2016 menjadi 36,12 persen. Sementara literasi pasar modal naik dari 4,4 persen (2016) menjadi 4,92 persen (2019), jauh di bawah literasi terhadap produk perbankan.
Bisa jadi masih banyak anak-anak muda yang masuk ke bursa pada awal pandemi karena ikut-ikutan temannya. Mereka masuk tanpa memiliki pemahaman atau keterampilan yang memadai untuk berinvestasi di pasar modal.
Biasanya, para investor ikut-ikutan dan minim pemahaman ini masih galau ketika menghadapi gejolak di pasar modal. Bingung ketika harga saham naik, bingung juga ketika harga saham turun. Banyak juga yang tidak memiliki rencana investasi atau rencana trading karena sekadar ikut-ikutan ketika membeli saham.
Penguatan investor ritel menjadi pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan di pasar modal. Investor ritel yang kuat, pasar modal semakin kuat.