Menanti Cerita Bahagia Lagi dari Pasar Tradisional di Bandung
Meski belum sepenuhnya pulih, satu per satu pasar di Kota Bandung mulai menata diri. Dengan segala keunggulannya, pasar tradisional di Kota Bandung punya modal untuk selalu melenting.

Wali Kota Oded M Danial meresmikan sentra ikan hias di Pasar Induk Gedebage, Kota Bandung, Sabtu (3/10/2020). Pasar ini ditujukan menjadi salah satu cara bagi pembudidaya ikan untuk terus menggeliat saat pandemi.
Sebanyak 40 pasar tradisional di Kota Bandung, ”rumah” bagi lebih kurang 14.000 pedagang, menjadi kelompok usaha yang terpukul pandemi Covid-19. Meski belum sepenuhnya pulih, satu per satu pasar dan penghuninya mulai menata diri. Fase ini seperti mengulang perjalanan panjang yang mereka alami sebelumnya.
Respons baik datang dari Pasar Jatayu di Kecamatan Cicendo. Pedagang di sana menyambut baik berdirinya posko mandiri Covid-19 bersama Pemerintah Kota Bandung. Tujuannya memuluskan promosi protokol kesehatan hingga vaksinasi guna memutus penyebaran Covid-19.
”Kamiter us menerapkan 3M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak) kepada seluruh pekerja,” ujar Ketua Himpunan Pedagang Pasar Besi Jatayu Yogi Sugiana, Kamis (5/8/2021).
Bersama Kosambi, Pasar Cihapit jadi inspirasi lewat lokasi percontohan program ”Pasar Bebas Plastik dan Ramah Lingkungan”.
Akan tetapi, Yogi mengakui rangkaian usaha pencegahan itu masih butuh banyak perhatian. Salah satunya promosi vaksinasi. Saat ini, baru 40 pedagang yang sudah divaksin. Padahal, ada 700 orang yang mencari nafkah di 295 kios di Jatayu. ”Harapannya, dengan posko bersama pemerintah, usaha pencegahan penularan bisa dilakukan lebih baik,” katanya.
Pasar Kosambi di Kecamatan Sumur Bandung juga berusaha terus bergeliat. Selain tetap menjadi penyedia sandang dan pangan, di tengah pandemi, pasar ini menawarkan konsep baru. Setahun setelah kebakaran besar, konsep anyar The Hallway Space diluncurkan awal Oktober 2020. Harapannya, hal itu bisa menjadi salah satu pendongkrak ekonomi saat pandemi.

Pedagang melayani pembeli Peuyeum di Pasar Kosambi, Bandung, jawa Barat, Jumat (5/7/2013).
Pernah berjaya dengan konsep pasar bersih dan inovatif, Cihapit di Kecamatan Bandung Wetan tetap menjadi contoh baik saat pandemi. Bersama Kosambi, Pasar Cihapit jadi inspirasi lewat lokasi percontohan program ”Pasar Bebas Plastik dan Ramah Lingkungan”.
Baca juga: Pasar Buku Bekas, Riwayatmu Kini
Transaksi yang biasanya mengunakan kantong plastik, kini diganti dengan tas yang bisa dipakai berulang kali. Selain itu, ada instalasi pengolahan sampah plastik dibuat di sana.
Kemauan sebagian pasar itu untuk melenting sejatinya tidak jauh dari sejarah panjang selama ini. Dulu, mereka pernah terpuruk akibat konflik bersenjata, dilalap api, sehingga ditinggalkan pelanggan akibat minimnya perawatan. Kini, mereka mencoba bangkit lagi meski pandemi belum benar-benar usai.

Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna memantau aktivitas di Pasar Sederhana, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/7/2021).
Sentra besi bekas
Berdiri tahun 1959, Pasar Jatayu identik dengan ketangguhan perantau asal Panjalu Ciamis. Diki Hidayat, dalam skripsi berjudul Dinamika Komunitas Pedagang Besi Bekas Asal Panjalu di Pasar Jatayu Bandung Tahun 1957-2000, menuliskan, Jatayu pernah menjadi idola pengunjung dalam dan luar negeri mencari barang antik. Letaknya lebih kurang 5 kilometer dari pusat Kota Bandung.
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, pasar ini lebih dikenal sebagai sentra besi bekas. Di sekitarnya, muncul juga pasar minat khusus lainnya, seperti Pasar Teknik Arjuna untuk perkakas pertukangan hingga Pasar Hehejoan menjual barang-barang bertema militer.
Baca juga: Wali Kota Bandung Bakal Relaksasi Pembatasan jika PPKM Darurat Diperpanjang
Dalam tulisan Dinamika Komunitas Panjalu di Bandung yang Bergerak dalam Bisnis Besi Tua, Leli Yulifar mengatakan, motif orang Panjalu merantau diduga dipengaruhi peristiwa DI/TII tahun 1950-an. Salah satu daerah tujuan para perantau itu adalah Kota Bandung, ibu kota Jawa Barat.
Menurut pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu, para perantau lantas bermukim di beberapa kawasan. Daerah itu seperti Babakan Ciamis, Kebon Sirih, Kebon Jukut, Kebon Tangkil, Jatayu, Jalan Bogor, dan kemudian sepanjang Jalan Soekarno-Hatta.

Warga menyelamatkan barang dagangan yang belum terbakar di Pasar Kosambi, Bandung, Minggu (19/5/2019)
Puncak ketenaran mereka pada medio 1970-1980-an saat nama Jatayu dikenal sebagai sentra besi bekas dan bertahan hingga kini. Dari awalnya diisi generasi yang cemas dengan kondisi politik kala itu, Jatayu menjadi bukti ketangguhan para perantau melintasi zaman.
Pertemuan budaya
Ketangguhan para perantau juga terlihat di Pasar Kosambi. Haryoto Kunto dalam buku Wajah Bandung Tempo Deoelo menyebutkan, kawasan ini pernah menjadi tempat nongkrong favorit perantau asal Jawa Timur yang baru tiba di Bandung awal tahun 1900-an. Kosambi kala itu adalah kawasan perumahan elite bergaya romantik yang tren saat itu.
Para pekerja itu datang bersaman dengan pemindahan pabrik artillerie constructie winkle (pabrik senjata), kini Pindad. Sekarang, tempat tinggal para pionir itu dikenal sebagai Babakan Surabaya, sekitar 3 km dari Kosambi.
Tidak heran apabila dulu banyak dijajakan kuliner khas Jatim, seperti pecel, rujak cingur, serta botok dan buntil. Ada juga tempat pertunjukan rakyat, seperti Sriwedari dan Srikandi.
Sejumlah bioskop lantas bermunculan. Salah satunya, Bioskop Rivoli yang kini bernama Gedung Kesenian Rumentang Siang, tempat banyak kesenian Sunda dipentaskan.

Sejumlah warga bersama seniman dan mahasiswa menggambar mural bersama di dinding los pedagang kaki lima di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (25/2/2017). Menggambar mural yang diprakarsai seniman mural John Martono
Seiring waktu, Kosambi menjadi pasar modern tahun 1970-an dan dikenal sebagai sentra keripik tempe hingga seragam sekolah. Namun, tahun 2019, Kosambi dihantam kebakaran besar. Kerugiannya mencapai miliaran rupiah.
Kini, Kosambi yang berada di jantung Kota Bandung coba berpacak manis. Pasar tradisional beragam komoditas masih dipertahankan. Pemkot Bandung juga membuat konsep The Hallway Space, Oktober 2020, untuk semakin menggeliatkan pasar. Ada 52 merek produk lokal dan hobi anak muda kekinian beserta 25 gerai kuliner untuk memanjakan pengunjung.
Baca juga: Api Sulit Dipadamkan, Kerugian Ditaksir Miliaran Rupiah
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana berharap kehadiran The Hallway Space akan terus mempertahankan titel Bandung sebagai kota dengan segudang ide kreatif. ”Pertumbuhan industri kreatif mengedepankan inovasi anak muda bakal terus menjadi penggerak roda perekonomian Bandung,” katanya.
Semangat lain di tengah pandemi di Pasar Kosambi hadir juga dalam bentuk mural bunga yang selamat dari kebakaran besar. Mural ini dibuat pedagang bersama John Martono pada tahun 2017. John bukan seniman sembarangan. Karyanya terpampang di sejumlah galeri seni ternama di Inggris dan Amerika Serikat. ”Mural berbagai warna diharapkan menjadi daya tarik orang untuk datang dan berbelanja. Ini juga menjadi hiburan visual bagi pedagang dan pembeli,” ujarnya.

Spanduk berisi tips aman berdagang dan belanja di pasar selama pandemi Covid-19 dipasang di Pasar Cihapit, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (11/5/2020).
Kuliner legendaris
Mural milik John Martono juga terpampang di Pasar Cihapit di Kecamatan Bandung Wetan. Keberadaannya mengiringi transformasi pasar yang ditinggalkan kembali menjadi tempat menyenangkan. Bersama kuliner khas yang bertahan puluhan tahun, Pasar Cihapit terus bertahan menjadi ikon Bandung.
Di dalam pasar seluas 1.195 meter persegi itu, salah satu kuliner yang tenar adalah Warung Nasi Bu Eha sejak 1947. Dirintis almarhum Bu Enok, ibu kandung Bu Eha, sajian gepuk, perkedel, dan sambal dadak jadi incaran pelanggan setia.
Meski tidak lagi muda, Eha (90) ingat Pasar Cihapit awalnya lapangan tempat menjemur pakaian usaha penatu. Jasa penatu tumbuh seiring tumbuhnya kawasan itu sebagai perumahan bagi pegawai negeri rendahan. Masa jaya Cihapit sekitar tahun 1970-an hingga perlahan mengalami kemunduran memasuki tahun 2000-an. ”Pasar becek dan kurang terawat,” kata Eha.
Lantai tanahnya becek dihajar air hujan dan sanitasi buruk. Kios kotor yang tidak terawat berfungsi ganda. Selain menjadi tempat berjualan, pedagang memanfaatkan sebagai tempat tinggal.
Pasar Cihapit perlahan kehilangan pelanggan. Konsumen baru pun sulit dicari. Hantaman menjamurnya pasar modern membuat pasar ini semakin terlupakan.

Suasana di warung nasi Bu Eha di Pasar Cihapit Bandung.
Titik terang muncul saat revitalisasi pasar pada tahun 2010. Lantai pasar becek berganti tegel. Atap dan saluran airnya diperbaiki. Penghuninya lebih beragam. Ada pedagang sayur hingga daging di bagian depan pasar. Di bagian belakang pasar, ragam kuliner dijajakan. Selain Bu Eha ada juga sajian legendaris, seperti Kupat Tahu hingga Surabi Cihapit.
Bersama mi kocok, batagor, dan kupat tahu, Surabi Cihapit ikut membawa Kota Bandung masuk dalam 10 kota terbaik dunia versi TasteAtlas Awards 2020. TasteAtlas adalah situs berbasis di Kroasia yang membuat survei tentang kota yang menyajikan makanan tradisional terbaik.
Dengan segala keunggulannya, pasar tradisional di Kota Bandung punya modal untuk selalu melenting. Mereka hanya butuh waktu tepat untuk memulainya kembali.
Baca juga: Pusat Perbelanjaan di Bandung Dipadati Warga Jelang Lebaran, Jaga Jarak Diabaikan